9

20.4K 721 5
                                    

Perempuan bertubuh model itu baru saja keluar dari terminal kedatangan Internasional bandara Soekarno-Hatta. Dengan tas tangan merek ternama dunia di tangan kanannya dan sebuah tas koper berukuran sedang di atas trolley, ia berusaha mencari seseorang yang menjemputnya dan yang akan menjadi guide selama ia di Indonesia. Tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang, ia melihat namanya tertulis di sebuah papan yang dipegang seorang laki-laki paruh baya yang masih terlihat segar itu. Langsung saja ia menghampirinya.

"Mr. Harun?"

"Yes I am. Excuse me, are you miss Madison Dubois?" kata laki-laki itu yang kemudian dijawab dengan anggukan Madison. "I'm Harun, your driver and guide while you in Indonesia. Let me carry your bag."

"No, thank you," jawab Madi—sapaan akrabnya—sambil tersenyum.

Tidak sampai disitu, saat mereka ingin beranjak menuju parkiran, beberapa reporter dari televisi swasta dan majalah pun langsung menghampiri Madi yang terlihat lelah setelah penerbangan yang panjang.

"Kalian masih ada waktu sampai sebulan kedepan apabila ingin mengambil gambar atau mewawancarai Madison Dubois. Saat ini ia lelah dan harus segera beristirahat. Permisi," Kata Harun lalu berusaha memberi jalan agar Madi bisa segera menuju mobil.

***

Madison Dubois, seorang model kenamaan Perancis ini baru saja mendarat di Indonesia untuk menjalani serangkaian tugasnya sebagai model. Beberapa pemotretan, fashion show, interview, membintangi beberapa iklan, dan menjadi bintang tamu di beberapa acara televisi swasta adalah agendanya selama ia berada di Indonesia. Madi menjadi terkenal karena beberapa tahun yang lalu foto-fotonya saat berada di prom night sekolahnya menjadi viral. Hingga akhirnya salah satu agensi model kenamaan Perancis tertarik dan akhirnya merekrut Madi hingga ia bisa sukses sampai sekarang.

Madi tidak terlalu asing dengan budaya Indonesia, bahkan ia bisa mengerti bahasa Indonesia, namun belum fasih melafalkannya. Hal itu karena semasa ia kuliah, ia berteman dengan salah satu mahasiswi asal Indonesia dan sering mendengarkannya bicara. Madi mulai tertarik karena menurutnya bahasa Indonesia itu unik, dan budaya nya sangat menarik untuk dipelajari.

***

"Komunikasinya pakai bahasa Indonesia saja, pak. Saya bisa. Tapi belum fasih betul," Kata Madi saat mobil sudah mulai melaju.

"Ternyata nona Madi bisa berbahasa Indonesia ya," kata Harun.

Madi tersenyum. "Tapi jangan bilang dengan yang lain kalau saya bisa, saya tidak mau mereka dengan mudahnya mendapatkan informasi dari saya apabila saya menggunakan bahasa Indonesia. Kalau saya pakai english paling tidak mereka harus mengolahnya dahulu," kata Madi. "Apa saja jadwal saya besok, pak?"

"Untuk jadwal bisa di lihat dalam map di hadapan nona. Semua sudah tertera disana sampai duapuluh hari kedepan. Delapan hari terakhir tidak ada jadwal apapun karena bisa dimanfaatkan untuk hari pengganti apabila ada acara yang tidak jadi dilaksanakan sesuai jadwal."

Madi mengambil map tersebut dan mulai membacanya. Dengan teliti ia mengamati jadwal tersebut setiap barisnya agar tidak terjadi miss-communication.

"Saya tidak mau ada hari pengganti. Apabila ada acara yang tidak bisa dilaksanakan sesuai jadwal, langsung dibatalkan saja. Kalau memang ada yang mau mengganti hari, jadwal tersebut harus masih ada dalam duapuluh hari kerja saya. Saya mau delapan hari terakhir untuk saya holiday di sini. Saya ingin bertemu dengan teman lama dan berjalan-jalan di Jakarta."

"Baiklah, nona. Saya akan segera menghubungi semua pihak yang terkait agar semua bisa berjalan sesuai dengan rencana."

Begitulah Madison Dubois, dia mau semua berjalan sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat. Itulah yang membuat Madi dikenal sangat perfeksionis. Madi dinilai sebagai model profesional di negaranya karena dia selalu mengerjakan segalanya tepat pada waktunya, tidak pernah telat, dan semua klien yang memakai jasanya jarang sekali ada yang complain. Namun sayang, sifat Madi yang terkesan jutek membuatnya banyak memiliki haters—meskipun jumlah penggemarnya lebih banyak daripada yang membencinya.

***

Siang itu, Hujan mengantar Ken ke bandara untuk kembali ke Indonesia. Tidak ada penyesalan di wajah Ken untuk meninggalkan tur yang sudah membuat namanya makin dikenal banyak orang. Ken tahu, ada yang lebih penting dibandingkan dengan karirnya. Cessa. Ia merasa hatinya lebih penting dibandingkan dengan semua kekayaan yang ia miliki sekarang, ia tidak mau Cessa semakin ia bohongi, dan ia tidak mau kehilangan cintanya dengan sekejap mata.

"Safe flight dude," Kata Hujan setelah memeluk Ken singkat.

"Thanks," kata Ken. "Terus tur walaupun nggak ada gue, ya. masih ada Kenzo disana."

"WARM akan berbeda dengan tidak adanya lo. Tapi kita semua akan tetap bilang ke semua fans kalau lo sedang ada urusan, bukan keluar dari WARM. Karena siapa yang tau, suatu saat lo akan kembali."

Ken tersenyum tipis. "Kalau waktunya tepat, mungkin gue akan kembali."

"Ken, boleh gue meminta tolong?" Ken mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Hujan. "Tolong jangan beritahu Cessa kalau gue sudah tunangan."

"What?! Sama siapa?" suara Ken meninggi mendengar perkataan Hujan.

Hujan mulai menceritakan dari awal pertemuan hingga akhirnya ia memutuskan untuk bertunangan. Semua itu berjalan dengan begitu saja, namun memang, ada sedikit tekanan dari pihak perempuan karena usia si perempuan tiga tahun lebih tua dari Hujan, dan memang sudah memasuki usia pernikahan. Mau tidak mau, dengan cinta yang ada, mereka bertunangan.

Ken hanya bisa menggelengkan kepalanya berkali-kali setelah mendengar cerita Hujan barusan. Ia tidak habis pikir, kenapa Hujan bisa dengan mudahnya memutuskan melakukan pertunangan itu.

"Gue nggak tahu kalau gue bakal kembali bertemu teman masa kecil gue, Ken. Teman melakukan semua hal. Gue tidak mencintai Cessa, tapi gue punya tujuan yang sama dengan lo. Gue nggak mau menyakiti hati dia."

"Lo gila, Hujan. Lo gila."

"Sama gilanya dengan lo, Ken."

***

Cessa harus kembali dari bandara dengan tangan hampa. Ken, yang diperkirakan akan sampai di Indonesia siang ini ternyata penerbangannya ditunda sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Badai yang tiba-tiba terjadi saat siang di California membuat semua penerbangan dibatalkan.

"Nggak apa-apa. Lo jaga diri disana. Kabari gue kalau sudah boarding, semoga besok udah cerah lagi," Kata Cessa mengakhiri percakapannya dengan Ken di telepon.

Cessa membatalkan izinnya dan kembali bekerja lagi. Dua hari tidak masuk kerja membuat artikel yang dibuatnya terbengkalai dan artikel lain yang harus di edit semakin menumpuk.

"Cess, gue ada tugas buat elo. Tugas mengedit artikel udah gue serahkan ke yang lain," Kata Nayla saat melihat Cessa baru duduk di kursinya.

"Syukurlah," kata Cessa bernafas lega karena tugasnya berkurang. "Wawancara siapa?"

"Bukan lo yang wawancara, lo cuma ikut sama Sonya untuk revisi artikel aja. Maksud gue biar lo bisa sekali kerja artikelnya selesai," Kata Nayla lalu memberikan beberapa lembar kertas draft artikelnya. "Ini artikelnya, udah draft ketiga. Tinggal penyempurnaan yang masih kurang informasi di beberapa bagian."

Cessa mengambil kertas-kertas tersebut. Di halaman depan terdapat tulisan tangan Nayla yang memginformasikan bahwa wawancara tersebut dilaksanakan dua hari lagi di hotel tempat si narasumber menetap selama di Jakarta.

"Nay, gue nggak bisa ikut Sonya. Dua hari lagi gue ada wawancara lain dengan desainer asal Malaysia 'kan?"

"Astaga, gue lupa!" kata Nayla sambil menepuk keningnya. "Yasudah, lo bagian merevisi aja. Biar Sonya aja yang menemui dia."

Cessa mengangguk mengerti. Ia kemudian mulai membaca artikel tersebut dengan teliti dan menandai bagian mana saja yang kurang dan harus mendapatkan perbaikan penulisan. Setelahnya, ia mengamati foto yang terpajang di lembaran kedua artikel itu. "Madison Dubois, nama yang indah."

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang