Maaf typo bertebaran.
Author Pov
Veranda membuka pintu yang menghubungkan kamarnya dengan balkon. Sinar mentari senja menyambutnya dan mulai menyusup kedalam kamarnya. Veranda berjalan sembari membawa secangkir teh yang masih mengepulkan kan asap tipis.
Tubuhnya ia perintahkan untuk duduk, punggungnya dia biarkan menyandar pada kursi yang tersedia.
Sekejap Veranda menyesap teh yang berada dalam sebuah cangkir. Tangannya kemudian bergerak kembali untuk meletakkan secangkir teh tersebut diatas meja.
Pandangannya kini beralih menatap langit sore yang sebentar lagi berganti malam. Dia tersenyum menyaksikan salah satu ciptaan Tuhan yang begitu indah ini. Jarang-jarang dia bisa melihatnya, atau bahkan menikmati seperti saat ini.
Kesibukkannya yang membuatnya jarang untuk bisa menikmati langit senja.
Lagi, Veranda menyesap teh yang mulai mendingin itu.
"Kinal." Gumam Veranda.
Pandangannya masih setia menatap langit senja.
"Dia belum pulang. Kemana saja dia?" Pikir Veranda mulai khawatir.
"Apa yang kamu lakukan, hingga belum pulang." Pikir Veranda lagi.
Veranda bergegas kembali menuju kamarnya, dicarinya ponsel miliknya. Setelah itu Veranda menekan beberapa tombol dan mulai mendekatkan ponsel miliknya kerah telinga.
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silahkan coba beberapa saat lagi."
Veranda menggerutu kesal. Bukan suara Kinal yang dia dengar melainkan suara operator.
Veranda tidak menyerah begitu saja, dia kembali mencoba menghubungi Kinal.
"Nomor yang anda tuju se-."
Veranda langsung memutuskan sambungan telfon, ketika suara sang operator kembali dia dengar. Veranda berdecak kesal, kemudian dia kembali ke balkon.
"Kakak khawatir." Itulah batin Veranda.
Fikirannya mulai gelisah, khawatir dengan Adik kandungnya. Pasalnya Adiknya itu juga belum kunjung menampakkan diri. Ingin rasanya Veranda mencari Adiknya, tetapi percuma. Veranda tidak tau kemana biasa Kinal pergi.
Kesibukkannya juga yang memaksa dirinya tidak bisa mengawasi Kinal sepenuhnya. Jika sudah seperti ini, Veranda hanya bisa menunggu sembari berdoa.
Veranda segera bangkit, ketika pandangannya menangkap sosok Adiknya. Veranda memincingkan matanya, ketika Adiknya itu datang bersama seseorang.
"Siapa dia?" Batin Veranda ketika dengan jelas Adiknya itu pulang dengan seseorang.
"Apakah dia temannya?" Batin Veranda lagi.
Veranda memperhatikan Adiknya yang diantar pulang oleh seseorang yang tak dia kenali. Terlihat Kinal sedang berbincang sebentar, tak lama seseorang tersebut pergi dengan melambaikan tangan.
Veranda beralih menatap Adiknya yang melambaikan tangan sambil tersenyum. Kedua mata Veranda membulat, apa yang dilihatnya seakan membuatnya benar terkejut.
"Kinal tersenyum." Batinnya.
"Dia benar-benar tersenyum." Batinnya lagi.
Teman. Senyum. Dua kata itu yang kini memenuhi otak Veranda. Dua kata yang menurut Veranda paling sulit menembus kehidupan Kinal. Selama ini, setau Veranda, Adiknya itu paling sulit untuk berteman. Jika, ada yang mendekatinya pasti Adiknya akan menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
FanfictionDandelion. Sama kah hidupku dengan bunga Dandelion? Rapuh, sendiri, tak terlihat oleh siapapun Hanya sebuah karya fiksi semata.