"Bisa kau kembalikan nanti saja? Aku sedang buru-buru" Yein terlihat gusar saat melirik jam tangannya.
Ia benar-benar harus pergi sekarang. Ini jelas bukan waktunya untuk maladeni seorang teman yang meminjam catatan.
"Baiklah" Jimin mengangguk kecil. Dengan cepat Yein berdiri dan membenarkan ikatan sepatunya.
Jelas ia harus berlari jika tak ingin ketinggalan momen berharga sepanjang hidupnya.
"Gomawo, Jimin-ah" Yein melambai-lambaikan tangannya kearah Jimin-temannya-.
Setelah seterusnya ia berlari kencang dengan memegangi tali ransel yang berguncang dibalik tubuhnya.
Setidaknya, ini tidak terlalu terlambat.Tapi entahlah, rasanya ia tidak ingin terlambat beberapa detikpun.
Yein behenti didepan sebuah lapangan basket dalam ruangan sekolahnya. Anak-anak basket yang dominan dengan namja tampan populer di kalangan yeoja sekolah, tampak berkumpul disana.
Yein tersenyum puas, setelah seorang namja pemilik ekspresi dingin favoritenya, muncul dari pintu sudut lapangan. Namja itu tersenyum tipis. Sangat tipis karena hampir tak terlihat. Engh... bukan, bukan untuk Yein. Tapi untuk seorang teman ditengah lapangan yang memanggilnya untuk mendekat. Kadang Yein bingung, ternyata namja itu juga bisa tersenyum walaupun hanya sedikit.
"Ck, Min Yoongi, kau manis sekali saat tersenyum" Yein menggumam pelan. Seraya bergelinjing gemas layaknya yeoja penggoda sekolah. Terserah, tak ada yang melihatnya disini.
Yein bergegas menuju podium. Kakinya bergerak lincah menaiki tangga menuju bangku tersudut di paling atas. Disini dia bisa dengan bebas untuk melihat Yoongi-nya berlari-lari mendrible bola sampai saat Yoongi-nya mengelap keringat dengan gerakan sialan yang menurut Yein itu... sexy. Yein mengibas-ngibaskan tangannya pelan. Tampaknya otak bodohnya ini semakin tidak beres.
"Eoh? minuman" Yein bergegeas turun setelah meraih sebotol air mineral dari tasnya. Tak lupa sebuah note yang selalu ia tempel disana. Yein berlari pelan menuju podium pemain. Tempat dimana pemain basket untuk beristirahat. Dimasukannya air mineral itu pada tas olahraga biru dongker polos yang ia tahu, itu milik Yoongi. Mereka terlalu sibuk untuk melihat sekitarnya, Yein tak mungkin ketahuan.
"Ah... lihat, berkeringat saja kau setampan itu, sialan" Yein tersenyum lebar saat Yoongi bergerak menepis keringat yang membanjiri tubuhnya. Itu gerakan yang Yein sukai. Ketampanan namja dingin itu menjadi berlipat-lipat ganda.
Drt Drt Drt
Sialan. Siapa yang dengan usil menelphonenya saat ini? Apa dia tidak tahu kalau Yein sedang sibuk? Dengan gerakan kesal ia merogoh saku jas sekolahnya.
Sebuah nama sialan bertuliskan 'Jimin' terpampang nyata disana. Yak! Apa kurang jelas kata terburu-buru di kalimatnya tadi?
Sampai Jimin menghubunginya hanya karena buku catatan, Yein berjanji jika hari ini adalah hari terakhir Jimin untuk hidup didunia.
"Yak! Aku kan sudah bilang aku buru-buru, soal buku catatan, mau kau kembalikan tahun depan juga aku tidak perduli, ahh jinjja!" Yein berbicara setengah memekik. Melupakan fakta jika ia tengah berada di lapangan basket. Bodolah, mereka tak mungkin berkesempatan untuk repot-repot menoleh dan mencari sumber suara cempreng Yein ini.
"Mau aku antar pulang? Kau dimana? Aku tak melihat siapapun di lapangan basket hari ini"
Ah... Jimin. Yein terkikik dalam hati. Sekaligus merasa bersalah karena membentaknya tadi. Jimin-ah saranghae... namja itu selalu tau apa yang sedang ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck (Suga BTS fanfiction)
Fanfiction[COMPLETED✔] "Mengingat aku jatuh semakin dalam untukmu, tanpa bantuan sedikitpun untuk aku bangkit, aku ingin membencimu" -Jung Yein- "Aku menyukai kebetulan yang kau benci itu" -Min Yoongi- "Saat kau terjatuh, aku selalu ingin membantumu, aku sel...