"Kim Tae Hyung, salam kenal..." Yein meringis pelan saat merasa malu di tatap oleh para pejalan kaki. Jadi begini rasanya manahan malu? Ia berjanji tak akan meneriaki orang atau berteriak di jalanan lagi. Rasanya seperti telanjang di tengah jalan, dan itu memalukan.
"Jodoh ku!" Sumpah demi apapun Yein sangat ingin menjedutkan kepala namja itu di bangku taman. Memasaknya menjadi makan malam dan membuangnya di kutub utara. Oh bagus, dia benar-benar bisa membuat Yein menjadi sebuah predator yang siap menerkam siapa saja saat ini.
"Namja gila" Yein mengumpat dan berbalik. Dirinya sudah tak berniat untuk melanjutkan acara jalan-jalannya. Lebih baik sekarang dia pulang ke apartement. Mengerjakan tugas seraya memakan ramyeon di depan TV terdengar lebih asik. Dari pada harus meladeni si Tae-Tae menyebalkan itu.
***
"Akhirnya" Yein menumpukan buku terakhirnya. Tugas untuk seminggu ini berhasil diselesaikannya. Ternyata bolos bermanfaat juga untuk saat ini. Setidaknya Yein tak perlu repot-repot bangun pagi untuk meminta Jimin membantunya mengerjakan tugas yang ia lupakan.
Drt Drt Drt
Nakas di samping sofa yang ia duduki bergetar. Yein beranjak meraih ponselnya. Panggilan dari Jimin.
"Kenapa?"
'Tidak jadi menenggelamkan diri di sungai Han?'
"Kau menelphone untuk memastikan itu? Mati saja sana" Yein berdecak sebal seraya membaringkan tubuhnya pada sofa.
'Tidak juga'
"Lalu?"
'Di luar apartement mu sangat dingin'
Yein bangkit dengan segera. Tatapannya tertuju pada pintu apartemennya sendiri. Jimin, namja itu sedang berada di luar sana kan? Dengan cepat ia mematikan panggilan dari Jimin. Kakinya berlari menuju pintu dan menemukan Jimin berdiri dengan mantel coklat dan kantung makanan di tangannya.
"Eoh, romantis sekali, aku merasa sedang menjadi pemeran utama yeoja di drama" Yein memasang agyeo-nya. Yang malah di hadiahi jitakan pelan dari Jimin yang berlalu masuk meninggalkannya di ambang pintu. Bagus, itu baru Jimin.
Yein dengan segera mengambil tempat di samping Jimin. Namja itu tampak membongkar kantung makanan yang tadi dibawanya. Menampakan dua porsi jjajangmyeon dengan secup latte dan milkshae coklat yang Yein tahu itu pasti untuknya.
"Selamat makan" dengan sikap semaunya seperti biasa Yein menyambar jjajangmyeon yang Jimin keluarkan. Laki-laki itu hanya diam dan mendaratkan pantatnya dengan tenang di atas kursi. Ikut membuka bungkus jjajangmyeon seperti Yein. Yang bedanya Jimin tetap tenang dan Yein yang terburu-buru. Bukan hal yang harus di bicarakan lebih lanjut. Bukankah ini biasa saja?
"Aku mau memberikan flashdiskmu tadi pagi, tapi aku melupakannya"
"Kau kesini mau memberikan itu?" Jimin hanya berdeham.
"Flashdisk mu ada di atas meja TV ku itu, aku baru saja selesai mengcopy data yang kau mau kedalamnya" kau tahu? Menukar data pelajaran. Mereka berbeda kelas, menukar informasi pelajaran hal yang begitu menguntungkan untuk di lakukan.
"Eoh"
Yein meraih milkshakenya. Rasa coklat membanjiri mulutnya. Rasanya selalu sama, selalu enak dan Yein selalu suka.
"Sekalian" Jimin terlihat mengangguk kecil dengan wajah yang Yein tahu dia sedang kesal. Ketika dengan tak tahu dirinya Yein menaruh mangkuk jjajangmyeon miliknya di atas milik Jimin. Bukan Jimin kalau dia mau repot-repot merespond. Tenaganya terlalu berharga untuk memprotes gadis itu.
"Ini" sebuah flashdisk hitam sukses mendarat di hadapannya. Dengan segera Yein meraih dan berlalu. Menaruhnya di atas meja TV dan berlalu untuk duduk, duduk di sofa. Tangannya meraih remote dan menyalakan TV. Jimin tampaknya masih berkutik di dapur. Biarkan laki-laki itu bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck (Suga BTS fanfiction)
Fanfiction[COMPLETED✔] "Mengingat aku jatuh semakin dalam untukmu, tanpa bantuan sedikitpun untuk aku bangkit, aku ingin membencimu" -Jung Yein- "Aku menyukai kebetulan yang kau benci itu" -Min Yoongi- "Saat kau terjatuh, aku selalu ingin membantumu, aku sel...