Pojok Kanan Belakang

55 7 11
                                    

BOLA

Mungkin semua orang berpikir kalau itu adalah sebuah benda berbentuk bulat yang cara mainnya disepak.

SALAH!!

Itu semua salah. Bola adalah nama panggilan khusus untuk guru BTQ (Baca Tulis Al-Qur'an). Beliau adalah guru baru. Nama beliau yang sebenarnya adalah Pak Hierpan. Siapakah yang memberi beliau panggilan Bola? Kenapa beliau dipanggil Bola?

Siapa lagi orang yang memberi beliau panggilan sayang itu kalau bukan Isna dan Mala. Lalu, kenapa mereka memanggil Bola kepada Pak Hierpan? Alasannya sederhana, waktu beliau memperkenalkan diri, beliau pernah bilang kalau beliau suka dengan permainan sepakbola. Karena kepala beliau bulat dan beliau suka dengan sepakbola, maka Isna dan Mala memberi beliau panggilan Bola. Sungguh ironis memang. Tetapi tenang saja, tidak ada yang tahu kalau mereka memanggil Bola kepada Pak Hierpan kecuali mereka berdua. Termasuk Pak Hierpan sendiri pun tidak tahu.

Hari ini ada jadwal pelajaran BTQ (Baca Tulis Al-Qur'an). Berarti hari ini Bola akan masuk ke kelas Isna dan Mala, kelas X-3. Dan seperti biasa, Bola atau Pak hierpan masuk ke kelas dengan senyuman yang--err--menjijikkan bagi Isna dan Mala. Tapi sangat menawan bagi para siswa yang lain.

"Kenapa sih, Bola mesti masuk hari ini," ucap Isna kesal. Tidak suka jika Pak Hierpan masuk kelas.

"Mungkin dia kangen sama kita," jawab Mala dengan percaya dirinya. Isna dan Mala pun tertawa bersama. Entah kenapa Isna dan Mala begitu tidak suka dengan Pak Hierpan.

Isna dan Mala bukannya benci kepada Pak Hierpan, hanya tidak suka. Karena Pak Hierpan itu memiliki kepercayaan diri yang terlalu tinggi, bahkan di atas rata-rata.

Pernah suatu waktu Pak Hierpan dengan percaya dirinya bicara "Jangan terpesona dengan ketampanan saya," saat ada beberapa siswi yang memandangi Pak hierpan dengan mata yang melotot. Percaya diri sekali bukan? Pak Hierpan memang guru laki-laki paling muda di sekolah. Sedangkan guru perempuan yang paling muda adalah Ibu Ningsih, guru Bahasa Indonesia. Ya, wajar saja beliau berkata seperti itu, secara beliau masih muda, tetapi tidak perlu senarsis itu juga bukan?

Selain itu, Mala pernah memergoki Pak Hierpan berkaca menggunakan layar laptop. Kejadian saat itu, Mala tidak sengaja melihat Pak Hierpan memperbaiki rambutnya agar berdiri seperti anak-anak muda. Kebetulan saat itu tidak ada yang melihat perbuatan Pak Hierpan, karena semua siswa sedang asyik mengerjakan tugas yang diberikan Pak Hierpan.

Setelah melihat itu, Mala pun menceritakannya kepada Isna. Isna pun tertawa mendengar cerita Mala. Sejak saat itu, Isna dan Mala mulai tidak suka dengan Pak Hierpan. Tidak suka dengan kepercayaan diri dan kenarsisan Pak Hierpan yang terlalu tinggi, di atas rata-rata. Selain itu, Pak Hierpan juga pecinta warna yang kalem-kalem seperti warna oranye, merah muda, biru laut, ungu dan sejenisnya.

"Hari ini kita belajar Mad," ucap Pak Hierpan setelah meletakkan tas ranselnya di kursi.

"Huh... syukur aku bawa buku BTQ waktu SMP dulu," ucap Mala sambil mengeluarkan buku catatan BTQ waktu SMP dulu. "Ada untungnya juga aku bawa, lumayanlah tidak usah menulis." Mala tertawa.

"Iya, aku juga lagi malas menulis, nih." Isna menjawab ucapan Mala sambil mengeluarkan buku tulisnya.

Pak Hierpan pun mulai mendiktekan materi kepada para siswa untuk dicatat. Di saat semua para siswa sedang sibuk mencatat materi, Isna dan Mala justru asyik mengobrol hingga Pak Hierpan selesai mendikte. Setelah mendikte, Pak Hierpan pun menjelaskan materi yang sudah ditulis oleh para siswa tadi. Isna dan Mala pun tetap asyik melanjutkan obrolan mereka.

Pak Hierpan pun berhenti menerangkan materi. Beliau melihat ke arah Isna dan Mala yang sedang asyik mengobrol. Isna dan Mala pun terkejut saat mendengar ucapan Pak Hierpan.

"Pojok kanan belakang! Apa pengertian Mad Wajib Muttashil?" perintah Pak Hierpan.

Isna dan Mala bingung. Pasalnya, mereka berdua duduk di pojok kanan belakang. Tetapi yang paling pojok adalah Isna.

"Saya kah Pak?" tanya Isna.

"Iya."

Mala pun langsung mengelus dada mendengar jawaban Pak Hierpan. Mala memberikan buku BTQ SMP miliknya dulu kepada Isna dan menunjukkan yang dimaksud Pak Hierpan, karena Isna tidak mencatat. Walaupun tadi mereka asyik mengobrol, namun Mala mempertajam pendengarannya tentang apa yang diterangkan Pak Hierpan.

Isna mengambil buku yang diserahkan Mala kepadanya. "Mad Wajib Muttashil adalah bacaan Mad Thabi'i yang bertemu dengan huruf hamzah dalam satu kata. Panjang bacaannya yaitu, 3 alif (6 harakat)," jawab Isna.

Pak Hierpan menerangkan kembali apa yang diucapkan Isna.

"Sial!" gerutu Isna kesal. Mala hanya tertawa mendengar ucapan Isna. Mereka pun kembali bercerita.

Belum ada lima menit, terdengar lagi suara Pak Hierpan. "Pojok kanan belakang! Apa pengertian Mad 'Aridl Lis Sukun?"

"Mad 'Aridl Lis Sukun adalah jika ada bacaan Mad Thabi'i bertemu dengan huruf hijaiyah hidup yang dibaca mati/tanda waqaf. Panjang bacaannya yaitu, 1 alif (2 harakat) atau 2 alif (4 harakat) atau 3 alif (6 harakat)."

Pak Hierpan pun kembali menerangkan apa yang diucapkan Isna.

"Sialan! Sepertinya Bola sengaja ngerjain aku, deh!" Isna menggerutu lagi di dekat Mala. Mereka pun kembali melanjutkan obrolan mereka yang tertunda karena Bola.

Lagi-lagi, belum sampai lima menit. Terdengar suara Pak Hierpan. "Pojok kanan belakang! Apa pengertian Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi?"

Isna mendengus terlebih dahulu sebelum menjawab. "Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi adalah apabila ada Mad Thabi'i bertemu dengan huruf hijaiyah yang bertasydid dalam satu kata. Panjang bacaannya yaitu, 3 alif (6 harakat)."

Pak Hierpan pun kembali menerangkan apa yang baru saja diucapkan Isna. Dan suatu kebetulan, setelah Pak Hierpan selesai menerangkan, bel istirahat pun berbunyi. Isna langsung menyandarkan tubuhnya di kursi.

Semua siswa bangkit dari kursinya masing-masing untuk bersalaman dan mencium tangan Pak Hierpan.

"Malas aku cium tangan Bola." Isna mendengus kesal.

"Iya," sahut Mala. "Nanti dia tergila-gila karena aku cium tangannya," ucap Mala dengan kepercayaan diri yang tinggi, narsis.

Isna dan Mala pun tertawa.

Semua siswa sudah selesai bersalaman, tetapi Pak Hierpan masih duduk di kursinya. Beliau memandang ke arah barisan dimana Isna dan Mala duduk.

"Sepertinya kita harus salaman, deh. Lihatin aja, Bola melihat ke arah kita terus." Mala memberitahukan kepada Isna yang lagi sibuk memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Malas, ah. Kepedean nanti dia," tolak Isna.

"Ayo lah," bujuk Mala yang merasa risih karena selalu diperhatikan oleh Pak Hierpan. "Anggap aja ini salaman yang terakhir. Minggu depan dia kan tidak mengajar lagi, kan minggu depan kita ujian. Anggap aja kita minta do'a restu." Mala tertawa.

"Ya udah. Ayo!" Isna mengikuti apa kata Mala dengan wajah yang kusut karena habis dikerjain sama Pak Hierpan.

Mereka berdua pun bangkit dari kursi dan berjalan menghampiri Pak Hierpan untuk bersalaman dan cium tangan. Setelah itu, mereka kembali ke meja mereka. Pak Hierpan pun pergi meninggalkan kelas.

"Gila! Sepertinya Bola itu sengaja ngerjain aku, deh. Masa dari tadi selalu aja 'pojok kanan belakang' memang tidak ada orang lain lagi apa! Selalu saja 'pojok kanan belakang'." gerutu Isna, masih kesal dengan perbuatan Pak hierpan.

"Ha...ha...ha..." Mala tertawa mendengar ucapan Isna. "Berarti dia ngefans sama kita," ucap Mala kelewat narsis.

Namanya juga IMmi, kalau tidak narsis ya tidak puas.

Pesan :
Jangan mencontoh hal-hal buruk yang ada di dalam cerita ini, tetapi contohlah hal-hal yang baik-baik saja.

***

Momen-Momen IMmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang