Sedekah Nilai

47 7 3
                                    

Kelas X-3.

Hari ada pelajaran Bahasa Indonesia, berarti Ibu Ningsih akan masuk ke kelas X-3. Ibu Ningsih ini adalah guru wanita yang paling muda dan masih single. Dia juga cantik, ramah, baik, tidak pelit dengan nilai. Semua para siswa suka dengan Ibu Ningsih, tidak terkecuali Isna dan Mala.

Isna dan Mala sangat semangat setiap kali Ibu Ningsih masuk ke kelas mereka. Semenjak Ibu Ningsih yang menjadi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, nilai Bahasa Indonesia Isna dan Mala tidak pernah jelek. Bukannya sombong, tetapi itu kenyataannya. Nilai mereka selalu bagus dan sempurna. Nilai terjelek mereka 90. Biasanya mereka mendapatkan nilai 100 dan terkadang A+.

Bahkan Ibu Ningsih pun sampai hafal dengan mereka berdua. Setiap Ibu Ningsih mengabsen mereka untuk memasukkan nilai, Ibu Ningsih tidak pernah memanggil nama Mala. Alasannya sederhana saja, selain absen mereka berurutan, juga karena nilai mereka sama. Ya... jelas saja nilai mereka sama, kerena mereka bekerjasama dalam mengerjakan tugas alias saling menyontek. Walaupun guru sering bilang untuk mengerjakan soal secara mandiri, tetapi tetap saja Isna dan Mala bekerjasama dalam mengerjakan tugas. Namanya juga IMmi. Walaupun disuruh seribu kali untuk mengerjakan sendiri, tetap saja mereka akan bekerjasama.

Hari ini materi Bahasa Indonesia membahas tentang Kiasan.

Ibu Ningsih menerangkan sekilas tentang materi Kiasan. Setelah itu Ibu Ningsih memberikan tugas tentang materi Kiasan.

Entah kenapa hari ini otak Isna dan Mala tidak bisa bekerja dengan baik. Maksudnya, entah kenapa mereka tidak paham dengan materi Kiasan. Sedangkan para siswa yang lain mengerti dengan materi Kiasan. Mereka berdua kesulitan untuk mengerjakan soal itu. Mereka melihat semua siswa sibuk mengerjakan soal dengan mudah.

"Aduh, aku buntu, Is," keluh Mala. "Aku tidak paham materi ini."

"Kamu kira aku juga mengerti apa?"

"Gimana ini?"

Mereka berdua mengerjakan soal seadanya. Entah kenapa materi Bahasa Indonesia kali ini begitu sulit untuk dipahami.

Mereka mengerjakan soal dengan asal. "Yang penting dikerjakan dan dijawab." Itulah yang mereka pikirkan.

Tidak berapa lama, Ibu Ningsih meminta buku tugas para siswa untuk ditukar dengan teman sebangkunya masing-masing. Ibu Ningsih pun memberikan jawaban yang benar untuk soal yang dikerjakan para siswa.

"Baru kali ini aku mendapatkan nilai rendah," ucap Mala ketika semuanya sudah dikoreksi.

"Dapat lima, lagi." Isna menyambung ucapan Mala.

"Ya... tidak apa-apalah. Anggap saja kita berbaik hati sama yang lainnya. Sekali-sekali kita dapat rendah, kasihan mereka yang belum pernah mendapatkan nilai tinggi," ujar Mala menyemangati dirinya sendiri dan Isna. Padahal di hatinya terasa sesak karena mendapatkan nilai 50.

"Iya, ya." Isna menanggapi, "Kita kan tidak pelit. Kita juga sudah sering mendapat nilai seratus, sekali-sekali merasakan mendapatkan nilai lima puluh. Anggap saja kita sedekah."

Isna dan Mala pun tertawa. Dasar konyol. Dimana ada yang namanya sedekah nilai?! Itu bukan sedekah, tetapi dasar tidak bisa menjawab saja. Terlalu narsis.

Seperti biasa, setelah mengoreksi soal. Ibu Ningsih langsung memasukkan nilai para siswa ke daftar nilai. Ibu Ningsih mengabsen para siswa satu per satu. Dan tibalah giliran Isna dan Mala untuk di absen.

"Isnaniah," panggil Ibu Ningsih.

Karena Mala yang mengoreksi jawaban Isna, maka Mala pun menjawab panggilan Ibu Ningsih. "Lima puluh, Bu."

Ibu Ningsih yang mendapatkan jawaban Mala langsung bengong. Tidak hanya Ibu Ningsih, bahkan semua siswa pun langsung menoleh serempak ke arah di mana Isna dan Mala duduk. Mereka seolah-olah tak percaya jika Isna dan Mala mendapat nilai 50. Tentu saja Ibu Ningsih tidak percaya, selama ini kan mereka selalu mendapatkan nilai yang sempurna dan tidak pernah mendapatkan nilai rendah.

"Ini betulan?" tanya Ibu Ningsih memastikan nilai mereka.

"Iya, Bu," jawab Isna.

Isna dan Mala melihat Ibu Ningsih menggelengkan kepala dan menulis nilai mereka di daftar nilai.

"Kumala Yudiyah Ningsih," panggil Ibu Ningsih.

Isna yang mengoreksi jawaban Mala pun menjawab ucapan Ibu Ningsih. "Lima puluh, Bu."

Ibu Ningsih tersenyum ke arah mereka sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Isna dan Mala hanya tersenyum ketika Ibu Ningsih menatap mereka seperti itu.

"Kenapa kalian bisa dapat nilai rendah?" tanya Ibu Ningsih.

"Kami masih kurang paham dan bingung, Bu," jawab Mala. Sedangkan Isna hanya diam sambil tersenyum.

Ibu Ningsih hanya menggelengkan kepalanya mendengarkan ucapan Mala.

Setelah semua nilai para siswa masuk ke daftar nilai, Ibu Ningsih pun pergi meninggalkan kelas bertepatan dengan lonceng istirahat yang berbunyi.

***

Momen-Momen IMmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang