Hamba Allah

43 7 4
                                    

Kelas X-3.

Pelajaran Sosiologi.

Hari ini adalah pelajaran Ibu Gusti, guru mata pelajaran sosiologi. Ibu Gusti adalah guru yang ceria, ramah, baik, tidak pelit dengan nilai. Ya... bisa dibilang seperti teman. Semua muridnya dianggapnya seperti teman.

Entah angin apa yang membawa Ibu Gusti hari ini. Tiba-tiba saja Ibu Gusti meminta para muridnya untuk menilai Ibu Gusti di selembar kertas. Ibu Gusti ingin tahu bagaimana dia dimata anak didiknya.

Semua murid sibuk menulis apa yang mereka rasakan dengan cara mengajar Ibu Gusti.

Sementara itu, Isna dan Mala sibuk memikirkan apa yang akan mereka tulis. Sebenarnya Ibu Gusti itu baik, hanya saja Ibu Gusti sering melemparkan pertanyaan dan korbannya adalah mereka. Karena mereka berdua jarang berkonsentrasi dengan pelajaran sehingga mereka selalu sulit untuk menjawab. Karena itulah mereka terkadang merasa tidak suka. Tapi itu tidak setiap pelajaran Ibu Gusti juga sih mereka menjadi korban pertanyaan Ibu Gusti.

"Kita mau menulis apa, Is?" tanya Mala. Dia bingung mau menulis apa.

"Aku juga tidak tau. Tapi yang tidak aku suka dari Ibu Gusti itu selalu menunjuk secara sembarangan. Dan ujung-unjungnya aku yang kena."

Isna memang yang paling sering mendapatkan pertanyaan dari Ibu Gusti.

"Menulis apa, ya?" gumam Mala pada dirinya sendiri.

"Ya sudah, deh. Kita tulis saja 'Yang tidak kami suka dari Ibu Gusti yaitu karena Ibu suka menunjuk sembarangan'" ucap Isna.

"Ah... aku dapat ide," ucap Mala tiba-tiba. "Begini saja, 'Cara mengajar Ibu Gusti baik tetapi...' apa ya, Is?"

"Aku bingung," keluh Isna.

Mala pun mengambil sebuah kertas dan polpen. Isna mendekatkan tubuhnya ke arah Mala. Dia ingin tahu apa yang ditulis Mala di kertas. Mala pun menulis apa yang ada di otaknya.

Ibu Gusti baik cuma saya sering gemetar dan keluar keringat dingin kalau Ibu mengajar kami.

"Gimana, Is?"

Isna tertawa setelah membaca tulisan Mala di kertas. Setelah itu dia berkomentar. "Sembarangan kamu ini. Bagaimana kalau Ibu Gusti marah. Bisa di omeli kita."

"Kenyataannya kan begitu," ucap Mala membela diri. "Setiap Ibu Gusti menunjuk kita untuk menjawab pertanyaan, kan kita selalu gemetaran dan keluar keringat dingin. He...he...he..."

"Tetapi itu berlebihan."

"Biar saja. Kita pakai nama samaran saja supaya tidak ketahuan." Mala tertawa sendiri.

"Mau pakai nama apa?"

"Pakai nama 'Hamba Allah'," ucap Mala seenaknya. "Biasanya kan kalau orang yang menyumbang tapi namanya tidak mau diketahui orang biasanya pakai nama Hamba Allah." Mala kembali tertawa.

Kini Isna pun ikut tertawa mendengar ucapan Mala. "Sembarangan kamu ini."

"Gimana? Mau tidak?"

"Ya sudah, deh. Sekali-sekali kita mengerjain Ibu Gusti," ucap Isna sambil tertawa.

Mereka pun menulis di kertas dengan tulisan.

Dari : Hamba Allah

Ibu Gusti baik cuma saya sering gemetar dan keluar keringat dingin kalau Ibu mengajar kami.

Setelah menulis, mereka kembali tertawa membayangkan Ibu Gusti membaca tulisan mereka. Mereka pun melipat kertas itu. Mala menyuruh Isna untuk mengumpulkannya. Setelah itu mereka pun masih asyik tertawa sambil membayangkan wajah Ibu Gusti saat membaca kertas mereka.

Ibu Gusti mulai membaca kertas yang sudah dikumpulkan di meja Ibu Gusti. Satu per satu kertas itu mulai di baca oleh Ibu Gusti. Semua para siswa memberikan tanggapan yang baik-baik. Kecuali Isna dan Mala.

Tibalah di mana Ibu Gusti mulai membaca kertas yang isinya aneh itu.

Ibu Gusti baik cuma saya sering gemetar dan keluar keringat dingin kalau Ibu mengajar kami.

Entah itu kertas milik siapa. Punya Isna atau Mala, mereka berdua pun tidak tahu. Karena kertas mereka sama dan kalimatnya pun sama. Yang membedakan hanya bentuk tulisannya.

Ibu Gusti pun langsung terkejut setelah membaca tulisan itu. Raut wajahnya nampak sedih. Mungkin juga kecewa.

"Ya ampun. Separah itu kah Ibu mengajar kalian. Sampai ada yang keluar keringat dingin," ucap Ibu Gusti dengan nada lirih yang masih bisa didengar oleh para siswa.

Tetapi para siswa tidak ada yang bertanya siapa penulisnya. Karena mereka sibuk sendiri. Sedangkan Isna dan Mala hanya bisa menahan tawa.

Jam istirahat pun berbunyi. Ibu Gusti pergi meninggalkan kelas. Setelah Ibu Gusti pergi, Isna dan Mala pun tertawa ketika mengingat ekspresi yang diberikan Ibu Gusti saat membaca tulisan mereka. Mereka benar-benar keterlaluan dalam mengerjai guru.


***


Pesan :
Jangan mengambil sisi negatif dari cerita ini, tapi ambillah sisi positif dari cerita ini.

*Dialog singkat*
Mala : Memang ini cerita ada sisi positifnya? Perasaan ini cerita isinya negatif semua?

Isna : Siapa yang punya ide untuk menulis seperti itu? Hayo ngaku? Eh, padahal aku juga ikut nulis juga ya? He...he...he...

Mala : He...he...he... iya, iya, aku ngaku. Dan untuk para readers, jangan meniru kelakuan IMmi, ya. Betewe, emang ini cerita ada yang baca? *tertawa*

Lampiran :
Terima kasih untuk readers yang sudah mau mampir dan membaca ceritaku ini. Mungkin cerita ini tidak terlalu lucu bahkan tidak lucu sama sekali. Tetapi bagi kami (IMmi = Isna Mala) cerita ini sangat lucu, karena ini adalah pengalaman kami selama di sekolah dan mungkin di luar sekolah. Sekali lagi aku ucapkan Terima Kasih.

***

Momen-Momen IMmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang