"Maaf sayang, tapi tadi dosen memanggilku, jadi aku tidak bisa menolaknya."
Aku memutarkan bola mataku malas, Louis memang selalu menggunakan alasan itu. "Dosen siapa? Yang selalu memakai pakaian ketat dan membuka kancing bagian atas maksudmu? Aku bosan, Louis." Sengaja aku tak menyebutkan namanya, ingin tahu apa Louis peka atau tidak dari maksud perkataanku.
"Mills, ia asisten dosen, aku tak punya urusan apa-apa dengannya, tak perlu bicara seperti itu."
Great. Louis langsung tahu siapa yang aku maksud, bahkan sebenarnya aku berniat mendefinisikan Madam Angel, bukan jalang itu. "Siapa yang kau maksud? Aku sedang membicarakan dosen, bukan asisten dosen itu! Sudah kuduga, pikiranmu menjurus ke arah mana." Aku bisa melihat kegugupan dari Louis, sialan.
"Kau berbohong lagi padaku 'kan?" Sambungku.
Louis menatap wajahku dengan tatapan yang mendalam, ini lah kelemahanku sekarang. Sekarang, hatiku menjadi luluh, aku tidak bisa memarahinya lagi. Ia tersenyum lalu meremas tanganku erat. "Aku tidak berbohong, kau percaya padaku tidak?" Entah dorongan darimana aku menganggukan kepalaku dengan tersenyum percaya.
"That's my girl. Ayo, aku akan mengantarmu berbelanja hari ini, aku yang akan membayarnya."
Aku memeluk tubuh Louis lalu mencium rahangnya, ia pria terbaik yang pernah ku kenal. "Aku mencintaimu." Gumamku di lehernya lalu mengecup lehernya beberapa kali sampai ia mengerang.
"Aku tahu itu, ayo kita pergi."
Setelah beberapa langkah, aku mengingat sesuatu, laptopku berada di Niall sekarang. "Tunggu, aku ingin mengambil laptopku dulu." Louis menautkan kedua alisnya bingung. "Laptop? Dimana?"
"Niall tadi meminjamnya, dan sekarang aku ingin mengambilnya."
Louis berdecak lalu membiarkan ku pergi untuk mengambil laptopku, ah semoga ia tidak marah. Aku berjalan cukup cepat sembari mengedarkan pandanganku mencari Niall, ya, aku melihatnya!
Niall memasuki sebuah ruangan lalu menutupnya lagi, untuk apa ia masuk ke dalam gudang? Aku mengikuti Niall untuk masuk ke dalam gudang, sedikit takut tapi aku harus cepat. Siswa di sini sudah hilang berhamburan entah kemana, hanya tertinggal beberapa orang lagi yang berlalu lalang dan berkutat dengan buku atau pun ponsel.
Aku mengetuk pintu terlebih dahulu lalu memutar kenop pintu tersebut. Ruangannya tampak gelap, untuk apa ia masuk ke ruangan gelap seperti ini? Tidak menyalakan lampu pula, aneh.
"Niall? Kau di dalam?"
Tidak ada jawaban, tidak ada pula tanda-tanda kehidupan di tempat ini. Aku terus berjalan ke balik tumpukan kardus kosong yang tertumpuk, nihil. Niall tidak ada disini, tapi tadi siapa yang masuk? Aku sangat mengingat Niall memakai kaus merah dengan blue jeans di tambah topi yang di kebelakangkan dan headphone yang mengait di leher, aku ingat sekali.
"Ni, aku sedang tidak ingin bercanda denganmu, aku sedang terburu-buru, ayolah."
Suara desakan kardus terdengar dari belakangku, lalu aku menoleh ke belakang, tidak ada siapapun. Aku mengambil ponselku lalu menyalakan lampu yang ada, sial baterainya hampir habis. Aku mengarahkan lampu ke penjuru ruangan, dan sekilas aku melihat wajah seseorang di antara tumpukan buku dan loker bekas. Tapi pada saat menyorotnya lagi, tidak ada siapapun disana.
Tubuhku menegang saat ada yang meniup telingaku dari belakang, refleks aku memukulnya dengan tanganku. "Fuck, kau kasar sekali, Mills." Aku membalik tubuhku dan menemukan Niall yang sedang memegangi pelipisnya yang tadi sempat ku pukul.
"Sialan! Kau mengerjaiku lagi, kembalikan laptopku sekarang, Louis sudah menungguku."
Niall menarikku keluar lalu membawaku ke lokernya. "Ini, terimakasih dan maaf untuk tadi." Ucapnya diiringi kekehan, aku juga ikut terkekeh padahal aku sedang kesal dengannya. "Yasudah, aku pergi dulu! Da-ah." Niall menahan tanganku yang membuat aku memberhentikan langkahku.
"Nanti malam aku ke rumahmu ya, jangan lupa siapkan makanan untukku, da-ah!"
Kebiasaan. Aku tidak menghiraukannya lalu meninggalkannya dan langsung berlari menuju parkiran, Louis pasti sudah lama menungguku.
Entah hanya perasaanku saja, tapi aku merasakan ada seseorang yang mengikutiku. Abaikan saja Milly, itu pasti Niall lagi, ia hanya ingin membuatmu ketakutan. Tanpa memperdulikan perasaanku, aku melanjutkan lariku.
Tapi, aku merasa orang itu masih mengikutiku. Aku menolehkan kepalaku ke belakang dan mendapatkan sekelebat bayangan hitam terbang lalu menghilang. Sekarang aku merasakan sekujur tubuhku membeku, apa yang baru saja ku saksikan tadi?
"Hey, kau lama sekali, sayang."
Aku sedikit terlonjak saat Louis tiba-tiba muncul dari belakang tubuhku. "Ada apa? Mengapa wajahmu terlihat sangat pucat?" Louis membenarkan helaian rambut yang terjatuh ke wajahku. "Tidak ada, maaf membuatmu lama menunggu." Louis tersenyum lalu menggandeng tanganku dan membawaku masuk ke dalam mobilnya yang sudah terparkir di lobby.
Ia membukakan pintunya untukku, manis sekali. Aku masih merasa ketakutan tentang kejadian tadi, dan wajah itu, aku mengingat wajah itu. Siapa dia? Tidak mungkin itu Niall, jelas wajahnya sangat berbeda. Alis tebal, kantung mata yang sudah menghitam, irisnya berwarna kemerahan? Sepertinya seperti itu.
"Ada apa denganmu?"
Louis menjentikan jarinya di depan wajahku yang membuatku kembali ke dunia nyata. "A-ada apa memangnya?" Tanyaku kembali yang membuat Louis mengernyit.
"Aku sudah memanggilmu berkali-kali dan kau hanya diam saja. Wajahmu terlihat sangat pucat dan keringat dingin mengucur dari pelipismu, ada apa?"
Aku tertawa ringan untuk menghilangkan rasa takutku, tapi ini sangat terdengar terpaksa, aku yakin itu. "Sudah ku katakan aku baik-baik saja, see?" Louis menggeleng lalu memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, oh Tuhan.
"Ya aku melihatnya, melihat ketakutan dan kebohongan dari matamu. Sekarang jelaskan padaku, aku kekasihmu aku akan mendengarkan semua keluhanmu, jangan menyimpannya sendiri, ayolah."
Louis menggenggam tanganku lalu menatapku dengan tatapan yang membuatku tidak bisa mengelak lagi. "A-aku..." Pandanganku menangkap orang itu sedang berdiri menatapku dari seberang sana yang membuat kerongkonganku terasa tercekat.
"Mills..."
Sekarang aku merasa tidak bisa bergerak sama sekali, bahkan mulutku tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dengan sekali hentakan aku menarik tanganku dari genggaman Louis lalu tanpa kusadari, aku menamparnya. Louis mengumpat dan bersumpah serapah, tapi aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas.
Aku menarik tanganku yang di genggam erat oleh Louis lalu membuka pintu mobil dan mengabaikan teriakan Louis. Tubuhku seperti tertarik ke seberang jalan dimana orang itu berada. Tapi sebelum aku sampai ujung jalan, tubuhku terhempas jauh hingga tersungkur beberapa meter dari tempatku berdiri sebelumnya.
Bau anyir menyeruak di indra penciumanku. Mataku menatap genangan darah yang mengalir di aspal dimana wajahku menempel sekarang. Dan semuanya menjadi gelap sekarang.
-
NEW FANFICTION YAS
Sekarang gue bawain yang genrenya horror, spesial buat yang suka misteri boleh lah dibaca.
Lagian gue gabisa lanjut harlot sama make out dulu selama puasa, takutnya gue pas ngetik khilaf, kan tar gue batal begimana?
Nina naviskas as Milly
Comments ya buat saran atau apa, gue bakal makasih banget sama kalian ok <33
[not edited]