Milly point of view
"Tidak, aku tidak ingin keluar kemana pun, bahkan dari kamarku"
Harry menghela nafas, lalu menarik-narik tanganku agar aku mengikuti keinginannya, pergi berkuliah. "Lalu kapan kau akan keluar? Kau ingin tua di kamar, begitu?" Tapi aku belum siap bertemu dengan Louis dan Niall, mereka akan membuatku merasa tidak nyaman nantinya.
"Aku akan pergi"
Senyumnya mengembang, "tapi kau harus tetap di sampingku, jangan jauh dariku." Ia mendengus lalu mengacak-acak rambutku. "Ya, baiklah, cepat mandi" Ah! Harry benar-benar kakak idaman, sangat pengertian, aku jadi semakin menyayanginya.
Aku mengecup pipi Harry sekilas lalu berlari ke kamar mandi yang ada di kamarku. Suasana hatiku berubah seketika, aku jadi semangat bahkan ingin cepat-cepat untuk pergi.
"Kau cantik jika sedang tersenyum, Mills"
Ck, keparat itu lagi. "Hah memang, baru tahu?" Sarkasku. Oh selamat! Ia telah berhasil menjatuhkan mood ku lagi, dasar iblis tidak tahu diri.
"Sayangnya itu akan bertahan sementara, sebelum yang akan kulakukan hari ini"
Demi Tuhan, aku sudah tidak peduli dengannya, bahkan jika ia ingin membunuhku, aku tidak peduli.
***
"Milly!"
Mendengar namaku di panggil, sontak aku membalikan kepalaku ke asal suara. Louis? "Harry... aku tak mau bicara dengannya" bisikku pelan di samping Harry. "Kau harus." Ia mendorong tubuhku dan langsung bertemu dengan tubuh Louis.
"Harry? Bagaimana–"
"Aku akan berkeliling sebentar, selesaikan urusan kalian. Tidak mau tahu, saat aku kembali masalah harus sudah selesai, oke?"
Harry mengedipkan sebelah matanya lalu pergi meninggalkanku berdua dengan Louis, sial. "Mills, aku ingin menjelaskan soal kemarin."
"Shoot"
Louis menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. "Kau salah paham, aku kemarin di tunjuk oleh dosen itu untuk memerankan pria romantis kepada seorang wanita, dan kemarin saja aktingku gagal, kau salah paham."
"Oh berakting jadi pria romantis? Great. Aktingmu kemarin sangat bagus hingga menimbulkan luka di hatiku, bahkan kau tidak pernah romantis padaku, tuan." Cibirku dan ia hanya mendesah kesal.
"Milly, aku tahu aku bukan pria romantis yang kau inginkan seperti di film-film dan novel, aku hanyalah diriku, Louis Tomlinson, aku tidak bisa menjadi pria yang kau inginkan, aku hanya pria bodoh yang beruntung mendapatkanmu.
Tidak kah kau ingat jika kau adalah cintaku, dan aku ini cintamu? Aku takut jika kau pergi, maka aku akan kehilangan segalanya, kau sumber kekuatanku, hanya kau."
Hatiku sedikit melembut saat melihat matanya yang sudah berkaca-kaca, pun aku menggenggam tangannya. "Don't cry baby, maafkan aku." Ia tersenyum lalu memelukku dengan erat, yeah, ia sudah kembali padaku. Hanya satu permasalahan lagi yang harus ku selesaikan, Niall.
"Aku mencintaimu, aku mencintaimu"
Ia terus menggumamkan kata itu di leherku, finally, ia mengucapkan kata itu, aku juga mencintaimu, cintaku. "Sudah, aku lapar, bagaimana jika kita ke kantin saja?"
Louis mengangguk lalu tersenyum manis, "Ayo." Ia mengamitkan jarinya di jari-jariku dan menggandengku ke kantin dengan sedikit candaan di sepanjang perjalanan singkat kami.