Mataku memandang kosong tulisan yang ada di papan tulis sana, aku merasa aneh, bisa dikatakan aku depresi. Banyak orang yang menanyai bagaimana aku bisa tertabrak bus, hingga menanyakan mengapa aku masih hidup, itu membuatku ingin lenyap saja dari sini.
"Psst hey Mills!"
Aku menolehkan kepalaku mencari asal suara, dan itu dari Niall, oh semoga ia mengajak ku enyah dari tempat ini. "Apa kau bosan? Aku lapar" yeah! Aku pun mengerti maksudnya dan mulai menjalankan rencana yang biasa kami –aku dan Niall– gunakan jika akan bolos bersama.
"Milly? Apa kau sakit? Jika sakit, kau boleh pulang saja. Niall, ayo bantu sahabatmu itu, ia pasti tidak bisa pulang sendiri jika keadaannya seperti itu."
Aku dan Niall bertukar tatap, bahkan aku belum melakukan apapun. Tapi pandangan Niall berubah kepadaku, seperti terkejut? Mungkin, bisa saja ia hanya menambahkan akting agar lebih sempurna, sebenarnya tidak perlu. Aku membereskan tasku lalu beranjak berdiri, tapi Niall langsung membopongku, memangnya aku selemah apa?
Setelah keluar dari ruang kelas, aku melepaskan tangan Niall dari tubuhku, lalu ia memberiku sapu tangan, untuk apa lagi ini? Akting kami sudah selesai. "Apa?"
"Kau seharusnya hanya ijin ke toilet, tidak perlu meneteskan tinta merah di hidungmu, berlebihan"
Niall membersihkan hidungku dengan sapu tangannya, tunggu, aku tidak melakukan apa pun! Aku menarik sapu tangan Niall lalu melihat bercak merah di sana, aku mimisan? Tapi aku baik-baik saja.
"Tidak, ini sungguhan, aku bahkan belum memulainya tadi"
Niall mengerutkan dahinya tidak mengerti, mungkin aku hanya kelelahan hari ini. "Lebih baik aku mengantarmu pulang saja–"
"Kau ingin aku dimarahi Louis lalu aku akan tinggal sendirian di rumahku, begitu?"
Niall nampak berpikir sejenak lalu menarik ku ke kelas Louis, ya, hari ini aku dan Louis terpisah. Belum sampai pintu, Niall kembali membalikan tubuhnya lalu mendorongku menjauh, ada apa lagi ini? "Ada apa? Awas, biar aku saja yang mengetuk pintu, kau pasti takut dengan dosen tua bangka itu."
Niall menggelengkan kepalanya dan menarik ku lebih jauh lagi, jika ia takut, biar aku saja yang mengetuk, susah sekali. "Biar aku yang bicara dengan Louis nanti, ayo kita pulang saja lebih dulu, aku sudah lapar." Bohong. Mulutnya tidak mengatakan yang sebenarnya, ada maksud lain di matanya.
"Ni, ayo lah, aku sedang tidak ingin memukul wajahmu, jadi jika kau tidak mau, biar aku saja."
Tangannya menarik ku kencang hingga aku terjatuh dalam pelukannya, jika di lihat dari dekat, ternyata ia tampan juga, tapi, Louis jauh lebih tampan. Seketika bibirnya menempel di bibirku, tepat saat bel berbunyi. Aku berusaha menjauhkan tubuhku darinya, tapi ia menekan leher belakangku yang membuat pergerakanku terkunci.
Dalam satu hentakan aku mendorong tubuhnya, tak lupa menamparnya sekeras mungkin. Air mataku terjatuh, aku tidak menyangka Niall akan melakukan ini padaku. Aku mendekatkan tubuhku ke depan pintu kelas Louis. Aku menutup mulutku tidak percaya dengan yang aku lihat, tangisku semakin pecah, mengapa ia melakukan semua ini padaku?
Louis menangkap keberadaanku di depan pintu dan dengan segera ia menjauhkan tubuh wanita itu dari pelukannya, brengsek. Aku menyeka air mataku dan berlari sekencang mungkin, tapi lutut kananku tidak bekerja dengan baik yang membuatku tersungkur ke lantai.
Tubuhku terseret ke dalam ruangan yang sangat gelap, detik selanjutnya pintu itu tertutup dan terkunci. Aku menggelengkan kepalaku tidak sanggup lagi, ini bukan saat yang tepat untuk bertemu dengan-nya!
"Sungguh jangan menyiksaku sekarang, semua permainanmu berjalan dengan sangat baik, apa kau senang? Lalu apa lagi rencanamu selanjutnya? Kapan kau mengambil nyawaku? Mengapa–"
Seseorang memeluk tubuhku dan aku hanya menangis dalam dekapannya, aku sudah tidak sanggup lagi. "Sshh tenang lah Milly, ini aku, Niall." Mendengar namanya, aku langsung menjauhkan tubuhku darinya, mau apa lagi dia?
"JANGAN MENYENTUH AKU!"
Niall menyalakan lampu ponselnya lalu mendekatiku lagi, tapi aku melangkah mundur menjaga jarak dengannya. "Mills, aku bisa menjelaskan semuanya, aku melakukan itu karena–"
"Karena apa?! Louis berselingkuh di belakangku, iya?! Seharusnya kau tidak melakukan hal itu, seharusnya kau memberi tahuku tentang ini, bukan menutupinya dariku! Mengapa kau–argh" aku menjambak rambutku kasar, mengapa ini semua terjadi padaku?!
Niall hanya menundukan kepalanya lalu memeluk kakiku, drama apa lagi yang sedang ia buat, astaga. "Aku hanya tidak ingin melihatmu seperti ini, karena aku–aku mencintaimu, tapi aku ingin melihatmu bahagia, bukan–"
Ia tetap diam dan menggantung ucapannya, aku tidak peduli bahkan tidak ingin tahu apa kelanjutan ucapannya, semua itu hanya omong kosong. "Bukakan kuncinya, aku ingin pulang"
"Sendiri." Lanjutku dan ia mengurungkan niatnya untuk berbicara. Ia berdiri lalu menuntunku keluar dari gudang itu, tapi ia tetap berjalan mengikuti langkahku dari belakang. Aku membalikan tubuhku lalu menatapnya tajam.
"Apa kau tidak mengerti kata sendiri, tuan?" Sarkasku."Mills, come on, kau sakit, kakimu juga belum sembuh total–"
"Lalu apa urusanmu?" Potongku dengan sedikit gertakan, beruntung ini masih jam kelas, jadi di lorong hanya tersisa aku dan Niall. "Kau belum mengerti juga? Aku mencintaimu dan aku tidak ingin kau kenapa-kenapa."
"Dengar ini baik-baik, mulai detik ini, aku tidak akan mempercayai ucapan siapa pun, termasuk kau, bahkan Louis sekali pun. Dan satu lagi, kita tidak tidak pernah berteman atau pun saling kenal, hubungan kita cukup sampai di sini saja"
Aku meninggalkan Niall yang sedang menatapku tidak percaya, semoga yang kulakukan tidak salah. Sebelum meninggalkan tempat ini, aku sempatkan ke toilet untuk membasuh wajahku.
Astaga, betapa kacaunya wajahku sekarang. Darah kering yang berasal dari hidungku menyebar di pipi dan sekitaran wajahku, ck, pakai ada acara mimisan segala. Aku membasuh wajahku kasar lalu menatap bayangan diriku sendiri di cermin.
"Cukup untuk hari ini, senang bermain denganmu"
***
Sekarang disinilah aku berada, di kamarku, sendirian tanpa ada siapa pun di rumahku. Suasanaku sangat kacau, tidak bisa kah aku mati sekarang? Oh. Mengapa aku tidak mencoba bunuh diri saja? Bukan kah itu menyenangkan? Aku dapat bertemu kembali dengan ibuku dan ayah kandungku dan lepas dari semua ini, sounds cool.Aku beranjak dari dudukku lalu mencari tali yang bisa ku gunakan nanti. Setelah aku menemukannya, aku memantapkan langkahku ke lantai atas, gudang penyimpan barang, disana ada kayu yang bisa ku gunakan sebagai sangkutan tali ini.
Jantungku berdegup semakin kencang ketika aku menaiki tangga satu per satu, tapi aku ingin mengakhiri semua ini, aku lelah dengan banyak cobaan seperti ini, dan nyatanya sekarang aku sendiri, tidak ada orang yang menjadi alasanku untuk tetap tinggal, tak terkecuali Louis.
Aku membuka pintu dengan kencang dan itu membuat debu berterbangan terkena angin. Kursi, ya aku butuh kursi untuk melakukan ini. Mataku menelusuri barang-barang yang ada di sini, dan aku menemukannya.
Segera, aku menarik kursi itu lalu menaikinya dan mengikatkan tali ke kayu yang berada di langit-langit. Ingin rasanya ada orang yang mencegahku melakukan ini, tapi siapa? Tidak ada. Harry pun tidak pernah kembali ke rumah setelah kejadian itu, jadi tidak ada harapan lagi.
Aku memejamkan mataku lalu menatap nanar ruangan ini, semua sudah selesai. Pun aku memasukan kepalaku kedalam lingkaran tali tersebut, tapi seseorang mendorong tubuhku yang membuatku terjatuh ke lantai dengan selamat, aku masih hidup!
-
Jeng jeng jeng *ala upin ipin*
Next ga nih? Jadi gajelas gini kan, dasar loui untung ganteng. Kalau udah jelek, selingkuh, gakan gue jadiin peran disini dah wkwk
Udah nih dabel, tripel? Liat comment aja sih gue mah wgwgwg
[not edited]