"Mills, aku sedang tidak ingin marah dan membentakmu, tolong jelaskan semuanya. Belakangan ini kau selalu tertutup kepadaku, hanya aku yang bercerita dan kau tidak, sekarang giliranmu."
Aku menghela nafas panjang, bagaimana aku menjelaskannya? Disatu sisi aku mengingat ancaman iblis itu, aku tidak ingin Louis terkena imbasnya. Tapi di sisi lain, aku ingin menceritakan semuanya, karena aku takut, tidak aku tidak takut padanya, tapi bagaimana jika aku tertular dengan sifat ke-iblisannya? Oke tidak masuk akal.
"Err begini, tadi saat kau keluar, kau tahu 'kan aku sedang marah? Aku berusaha berjalan ke jendela tapi tubuhku terjatuh dan lututku membentur batu itu, kacanya tentu saja pecah. Dan luka-luka ini karena serpihan kaca itu."
Louis tersenyum kecut mendengar penjelasan bodohku, ya Tuhan semoga aku tidak membuat kesalahan saat berbohong, ini juga demi kebaikannya.
"Lalu kau dari mana? Mengapa saat aku masuk ke dalam, aku tidak melihatmu terjatuh dan–tidak ada bercak darah sedikit pun?"
Alasan apa lagi yang harus ku berikan? Aku tidak pandai dalam berbohong, baru kali ini aku menutupi sesuatu darinya dan itu sangat sulit. "Mengapa diam? Kau berbohong padaku?" Aku menggeleng cepat, ya! Aku punya satu jawaban paling ampuh.
"Mana aku tahu? Yang berdarah kan wajah dan lenganku, dan ini juga hanya lecet-lecet kecil, jika menetes pun mungkin ke tanah, jadi kau tidak melihatnya."
Louis berdecak sebal, tapi dari matanya ia belum putus asa mencari kebohonganku, sialan. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku dan aku memejamkan mataku, aku merasakan tangannya menyentuh leherku, sial sial.
"Allright, lalu siapa yang berusaha mencekikmu?"
Hollycrap
"Louis hentikan, aku baik-baik saja dan aku masih hidup disini. Aku tidak suka kau mendesakku seperti ini, kau ingin membuatku marah? Ya, aku bisa, tapi aku tidak akan lakukan itu jika kau berhenti bertanya."
Aku menepis tangannya dan wajahnya yang sedang mengamati luka cekikan di leherku, damn, aku tidak suka situasi terdesak seperti ini. "Kau tidak handal dalam berbohong,"
"Huh? Lalu siapa yang paling handal? Kau? Ya, jelas. Sampai-sampai aku mempercayai semua alasanmu telat menjemputku, tidak bisa berkencan, malas–"
Louis mengecup bibirku yang membuatku terdiam seribu bahasa. "Aku tidak pernah membohongimu, sayang. Jangan bicarakan itu lagi, oke sekarang waktunya kau untuk makan malam." Mengalihkan pembicaraan, tak apa itu pun bagus karena ia tidak mendesakku lagi.
"Yeah, aku sudah lapar, tapi aku ingin makan di bawah."
Louis meringis lalu menautkan alisnya, "Kau ingin makan di lantai?" Bodoh.
"Hell-o, maksudku aku ingin makan di tempat kau makan siang tadi, di restoran cepat saji yang ada di lantai bawah."
Ia berpikir sejenak lalu meminta ijin terlebih dahulu kepada dokter, sulit sekali, aku hanya ingin makan di bawah, bukan ingin kabur.
"Hey, mulai sekarang kau harus memperhatikan perbedaan bagaimana di dunia roh dan nyata, ingat, salah sedikit, masalah yang akan di timbulkan akan besar"
Aku mendengar bisikan setan itu lagi, ia benar-benar membawaku masuk kedalam masalah. Tapi, aku Milly Styles, semuanya akan terlewati begitu saja seperti air yang mengalir, aku percaya itu.
"Berisik sekali, aku tidak suka iblis yang banyak bicara sepertimu, terutama dirimu" ucapku dengan mengikuti ucapannya beberapa waktu lalu, memang dia saja yang bisa?
Sedetik kemudian, vas yang terletak di nakas dekat sofa terlempar hampir mengenai kepalaku, beruntung vas itu mengenai tembok di belakangku. Entah hanya perasaanku saja, tapi aku benar-benar sudah tidak takut padanya dan aku tidak lagi peduli dengan keberadaannya selama belum ada masalah yang ia timbulkan di hadapan orang lain.
Selang beberapa waktu, Louis datang dengan selembar kertas di tangannya. Tubuhnya terpaku di dekat pintu dan menatapku tidak percaya, ada apa?
"Mengapa kau diam disana? Ayo, aku sudah lapar."
Ia tetap bergeming di tempatnya dengan tatapan yang masih sama, ada apa denganku? "Louis, berhenti menatapku seperti itu, kau membuatku takut." Louis menggelengkan kepalanya lalu mengucak matanya kasar. Setelah selesai dengan matanya, mulutnya terbuka lebar dengan tatapan yang semakin membingungkan.
Ia berjalan menghampiriku lalu menangkupkan wajahnya dan mengusapnya kasar. Deru nafas dan detak jantungnya tidak beraturan, bahkan aku bisa mendengar detak jantungnya yang bertempo cepat tidak beraturan. Aku menaruh tanganku di kepalanya lalu mengusapnya halus, ia pun mendongak padaku.
"Ada yang ingin kau jelaskan, tuan?"
Louis membuang nafasnya kasar lalu tersenyum palsu seakan tidak terjadi apa-apa. "Dokter sudah memberimu ijin, ayo aku akan mengambilkanmu kursi roda dulu." Aku menahan tangannya, selalu mengalihkan. "Bukan itu yang ku tanyakan, apa yang baru saja kau lihat? Mengapa wajahmu terlihat sangat ketakutan, kau pikir aku monster?"
Ia nampak berpikir sejenak, "Aku hanya terkejut melihatmu sudah bisa duduk, kemarin kau hanya tertidur di ranjangmu." Oke, sekarang kita mempunyai rahasia masing-masing, ia berbohong, tapi aku akan pura-pura mempercayainya.
"Oh. Ku kira kau melihat iblis di belakangku, kau membuatku hampir ingin mencolok matamu." Tuturku diiringi kekehan, palsu tentu saja.
Ia menghembuskan nafasnya, "Y-ya tentu saja itu tidak mungkin, bukan? Iblis itu tidak ada, mereka hanya tokoh fiksi yang melegenda." Aku hanya mengiyakan perkataannya, bagaimana jika ia mendengar ucapan Louis? Semoga ia tidak menyakiti Louis.
Louis pun menggendong tubuhku ke kursi roda yang sudah ia siapkan sebelumnya. Ia mendorong kursi rodaku, tak lupa menutup pintu ruang rawatku dan membawa infusanku. "Sabar ya, aku butuh waktu untuk ini." Ia membereskan barang berharga kami lalu memasukannya ke dalam tas jinjingku. "Kau pangku saja ini, aku akan mendorongmu." Perintahnya dan ia segera mengaitkan infusanku ke gantungan yang terpasang di kursi roda ini.
"Selesai"
Aku hanya tersenyum lalu ia berjongkok di hadapanku, "Perlu kau tahu, jangan pernah berpikir jika kau lemah, karena kau adalah sumber kekuatanku, mengerti?" Tangannya mengusap pipiku dan membelai rambutku lalu ia kembali ke belakang dan mulai mendorong kursi rodanya. My lil sweet boy!
"Louis, aku sangat sangat mencintaimu, jangan tinggalkan aku ya?"
Louis memutarkan kursi rodaku menjadi menghadapnya dan ia berkata,
"Aku selalu berada di sisi mu sekarang, bukan? Percaya padaku aku akan melindungimu dari apapun, apapun itu. Kau adalah cintaku, dan aku adalah cintamu, apakah itu cukup untuk menjawab semuanya?"
Aku hanya diam termenung, Ia tidak bisa melindungiku dari iblis itu, tapi memang seharusnya ia tidak masuk ke dalam masalah ini. Tapi ada satu pertanyaan yang ada dalam benak ku sekarang,
Mengapa Louis tidak pernah membalas ucapanku seperti, aku mencintaimu juga atau sebagainya?
-
Oi oi gue mau nanya, pada suka gak sama cerita ini? Kalau nggak gue mau unpub aja, dikit banget yang minat ya😔jawab ya sals butuh kepastian gamau di gantung wgwg
How about double update? Ada yang minat gak? Atau bosen mending nunggu aja?
Gue ganti ya pemeran Milly nya jadi Luna [on mulmed]
20+comments for next chapt!
[not edited]