19. Lot of Love

721 137 201
                                    

"Aku membunuh Harry, Louis! Aku membunuh Harry!"

Milly menangis tersedu-sedu dalam pelukan Louis. Ia bermimpi bahwa ia telah membunuh kakaknya itu. "Sshh Milly tenang lah, Harry baik-baik saja," bisik Louis sembari mengusap rambut Milly. Louis tidak bisa tertidur karena Milly terus berteriak dan menjerit mengatakan ia telah membunuh Harry.

"Tidak, ia sudah mati. Aku yang membunuhnya, Louis, aku pembunuh!"

Milly menariki rambutnya dan menangis frustasi. Louis merasa panik karena kondisi Milly semakin memprihatinkan, ia tidak bisa terus tinggal diam. Louis meraih tangan Milly yang menariki rambutnya lalu menahannya kuat-kuat.

"Harry belum mati, dan tidak ada yang membunuhnya, kau bukan pembunuh, sayang, kau bukan," lirih Louis menenangkan Milly, namun Milly semakin menjadi-jadi.

"Ia melanggar janjinya padaku! Harry berkata akan selalu menjagaku saat kecil! Namun sekarang ia meninggalkanku,"

Louis terdiam dan berpikir Milly sedang membutuhkan kasih sayang kakaknya saat ini. Namun apa yang harus dilakukannya? Tidak mungkin ia membawa Milly ke penjara, karena itu akan semakin memperburuk suasana.

"Hey, lihat aku," Louis menatap Milly dengan halus yang membuat Milly berhenti menangis sesaat.

"Harry baik-baik saja, besok kau akan segera bertemu dengannya, percaya padaku." Ia menarik kedua tangan Milly lalu mengecupnya bergantian. Mata Milly membulat mendengar ucapan yang baru Louis lontarkan.

"Kau ingin membunuhku?" Tanya Milly takut-takut.

Louis menganga mendengar pertanyaan aneh dari Milly. Kemudian ia teringat bahwa di pikiran Milly Harry telah mati. "Bu–bukan begitu, besok aku akan membawakan Harry kehadapanmu dan membuktikan bahwa ia tidak kenapa-kenapa." Milly terdiam menatap Louis ragu, di pikirannya mungkin Louis akan membawakan mayat Harry yang sudah bersih dari darah dan sudah diperbani.

"Sekarang kembali tidur, dan besok pagi kau akan melihat kakakmu kembali." Ucap Louis meyakinkan kekasihnya itu. "Jika begitu, aku tidak mau tidur dan menunggu Harry datang," Louis mengusap halus wajah Milly lalu mengecup dahinya dengan manis. "Kalau kau tidak tidur, maka Harry tidak akan datang."

"Baiklah, aku akan tidur. Berjanji padaku Harry akan kembali?"

"Janji," Louis memberikan kelingkingnya yang membuat Milly tersenyum penuh harapan.

Louis membantu Milly berbaring lalu ikut berbaring di sampingnya dan menarik selimut tebal miliknya. Tangannya merangkul pinggang Milly dan menariknya lebih dekat. Louis menenggelamkan kepalanya di tengkuk Milly yang membuatnya sangat nyaman melewati memeluk guling.

Tugasnya adalah menidurkan Milly lalu menarik sejumlah uang miliknya untuk menebus jaminan membebaskan Harry. Ia tidak peduli seberapa besar uang yang harus dihabiskan, yang terpenting ia tidak mau melihat Milly seperti ini lagi.

Milly merasa nyaman saat Louis merangkul pinggangnya dan membuat matanya semakin memberat. Tak lama, Milly sudah masuk ke alam bawah sadarnya. Louis tidak bisa meninggalkan Milly dan memutuskan menghubungi pengacaranya untuk memberi jaminan untuk pembebasan Harry. Lagi pula Harry tidak terlalu bersalah dalam kasus ini, ia hanya terpaksa melakukannya.

Louis menghubungi pengacaranya lalu mengirimkan uang ke pengacaranya tersebut dan meminta membawa Harry ke rumahnya saat itu juga. Tidak peduli ini sudah larut, karena Louis membayarnya dengan berkali-kali lipat dari jumlah yang harus ditebus. Louis rela melakukan semua ini asalkan ia bisa mengembalikan kembali senyum di wajah kekasih tercintanya.

Ia mengadah sedikit dan menemukan Milly sudah tertidur lelap. Louis memutuskan untuk pergi ke ruang tamu untuk menunggu kedatangan Harry. Harap-harap cemas kini menghantui perasaan Louis. Beberapa hari yang lalu ia sudah menemui cenayang dan meminta untuk melakukan ritual pengusiran setan, dan hasilnya tidak terlalu buruk. Hanya saja gangguan pada Milly yang masih belum ia tuntaskan, ia sangat takut melakukan kesalahan.

Banyak kisah yang pernah Louis dengar tentang rumah sakit jiwa yang membuatnya parno untuk membawa Milly kesana. Lebih baik ia menjaga Milly selama yang ia bisa lakukan, dan itu akan terasa lebih baik. Louis meregangkan punggungnya dan sedikit ngilu saat ia menariknya ke belakang. Bekas retaknya memang masih terasa ngilu, namun ia cepat-cepat membuang rasa sakitnya itu. Saat kantuk mulai menyerang, suara ketukan membuat Louis kembali terjaga.

Dengan gontai, Louis membuka pintu dan menemukan pria berambut putih diikuti Harry di belakangnya. Louis menjabat tangan Tuan Harvey–pengacaranya–lalu mempersilahkan mereka berdua masuk dan memberi isyarat untuk menjaga volume suaranya.

"Terimakasih banyak telah membantuku, ini cek sesuai yang kau minta. Sekarang tugasmu telah selesai, terimakasih banyak, Tuan Harvey." Ucap Louis sembari memberikan selembar cek yang sudah berisi nominal dan tanda tangan Louis.

"Senang bekerja sama denganmu, terimakasih banyak. Aku akan pulang, selamat malam."

Louis mengantar Tuan Harvey sampai pintu lalu kembali ke ruang tamu dan menemukan Harry yang sedang terdiam. "Harry, bagaimana kabarmu?"

"Aku baik-baik saja, ada apa kau tiba-tiba membebaskanku? Apa sesuatu terjadi pada Milly? Katakan dimana dia?" Tanya Harry menggebu-gebu. "Tenang, Harry. Aku akan menjelaskan semuanya, maaf aku tidak bisa membawa Milly malam itu."

Harry hanya mengangguk lalu mendengarkan penjelasan Louis dengan seksama. Ia sedikit terkejut mendengar keadaan Milly dan mengetahui jika Milly menganggap dirinya telah membunuh Harry. "Ini semua salahku, aku terlambat menyelamatkannya malam itu. Jika aku pulang lebih awal pasti ini semua tidak akan terjadi," sesal Harry yang dibalas senyum hambar Louis.

"Ambil hikmahnya saja, bung. Setidaknya mereka tidak akan mengganggu kita lagi, akan ku pastikan semua akan kembali seperti semula,"

Harry mengangguk setuju. "Yasudah, sekarang kau tidur di kamarku dan peluk Milly. Aku ingin ia senang saat ia bangun dari tidurnya,"

Louis mengajak Harry menuju kamarnya lalu menunjukan jika Harry harus tertidur di samping Milly. Senyum terukir di wajah Louis, sekarang rasa tenang dan damai menyelimuti dirinya. Setelah menutup pintu kamarnya, ia beranjak tidur di kamar samping kamar miliknya.

Hanya ada satu harapan di benaknya, ia ingin semua seperti semula dan menjadi lebih baik.

-

Ahay gue ganti alur semoga gada yang kecewa yaaaa :--))

Who want this? :3

Who want this? :3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Coming soon ;)

Yang banyak komennya buat last chapt ;) ( kalau mau aja )

Not edited

Shadow | l.tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang