Keadaan kantin yang ramai seketika menjadi hening, aku sudah mengira ini akan terjadi. "Mulutnya mengeluarkan darah dengan pisau yang menancap di lehernya." Jelas pria pembawa kabar tersebut. Siapa pelaku di balik semua ini? Jika Zayn, ia ada bersamaku di toilet saat itu dan tidak mungkin membunuh Steve dengan waktu singkat.
Darah,
"Oh itu, tadi bibirku berdarah. Aku tidak sengaja menggigitnya tadi saat makan."
Louis? Tidak itu tidak mungkin! Tapi satu-satunya orang yang mencurigakan, hanya dia. Pun aku menarik Louis untuk turun, tapi ia masih ingin berada di atas meja, anak setan.
Aku mencoba menariknya lebih kencang dan menatapnya dengan tatapan seram, lalu ia pun menurut untuk turun dan berjalan menjauhi keramaian. "Aku curiga padamu" jelasku tanpa menyaring perkataanku terlebih dahulu.
Ia menautkan kedua alisnya dan memberiku tatapan bingung yang bodoh. "Curiga apa? Aku tidak berbicara dengan wanita lain hari ini, sungguh." Aku menampar pipinya pelan, betapa bodohnya kekasihku ini. "Bukan soal wanita,"
"Apa kau yang melakukan semua ini?" Louis menatapku tidak percaya lalu menggeleng. "Kau menuduhku? Bagaimana bisa?"
Aku menarik bagian kausnya yang ada tetesan darah dan menunjukannya di hadapan wajahnya. "See? Ini darah, dan Steven mati terbunuh dengan keadaan penuh darah di waktu yang hampir bersamaan, masuk akal bukan?"
Louis diam mencerna perkataanku, kemudian ia menggeleng dan menyangkal bahwa itu darah yang berasal dari bibirnya yang tergigit. "Fine, aku tetap masih mencurigaimu. Jangan bicara padaku jika kau belum ingin mengakui yang sebenarnya."
Aku mendengar Louis berteriak mengelak, tapi aku tetap berjalan kembali ke kantin dan mengambil tasku, aku akan pulang saja. Jika memang bukan Louis lalu siapa lagi? Niall? Itu sangat tidak mungkin, ayolah.
Zayn, iblis itu nyatanya sedang bersamaku, ia pria yang memeluk tubuhku di toilet. Tubuh tidak mungkin bisa bergerak jika tidak ada roh, jadi itu tidak mungkin. Sedangkan Louis, jelas-jelas kausnya ada bercak darah, dan ia memberi alasan tidak masuk akal, lagi pula tanpa bukti.
"Mills, aku penasaran siapa pembunuh Steven. Belum sampai setengah jam yang lalu ia masih bersama kita, dan ia sudah pergi, takdir."
Aku hanya memicingkan mataku pada Niall. "Antarkan aku pulang, tolong." Pintaku, lumayan 'kan? "Pulang? Kelas pertama pun belum kau lewati, Mills." Oh ayolah, bahkan belum sampai lima belas menit pertama, aku dan ia pun sudah membolos, sok rajin.
"Okay, aku akan pulang sendiri."
Niall menahanku lalu mengangguk setuju, good boy. "Mengapa kau tidak pulang bersama Louis?" Aku memutarkan mataku malas. "Karena aku ingin pulang bersamamu, sounds good?"
Ia tersenyum sumringah lalu menggandeng tanganku dan berjalan keluar area tersebut. Seharusnya aku tidak melakukan ini, aku tidak boleh memberinya harapan palsu. Aku berdeham tidak nyaman menyadari tangannya masih mengamit tanganku. "Ah-uh maaf, otomatis." Celetuknya dengan cengiran kuda di balik kacamata hitamnya.
Sesampainya di parkiran, Niall membukakan pintunya untukku kemudian ia masuk kedalam mobilnya menyusulku. "Pakai sabuk pengamanmu, Miley." Aku memukul lengannya, ia selalu mengejekku dengan nama itu, menyebalkan.
"Milly, M-I-double L-Y, got it?"
Niall mengacak-acak rambutku lalu mencubit pipiku gemas, aku rindu saat-saat ini. "Iya, iya, cerewet sekali sahabatku yang satu ini." Entah hanya pendengaranku yang salah, tapi nadanya berbeda saat menyebutkan kata sahabat.
Pun aku memakai sabuk pengamanku. Kami menghabiskan waktu sepanjang jalan dengan penuh canda tawa dan karaoke dari tape di mobil Niall. Suasana ini, ini yang aku rindukan di hidupku, ia menghidupkan hatiku kembali.
"Eh, jika boleh kutahu, kau sedang bertengkar dengan Louis, ya?" Tanyanya di sela-sela nyanyian. Aku hanya mengiyakan pertanyaannya lalu lanjut bernyanyi, kebetulan ini lagu favoritku.
"Tentang apa?"
"Aku mencurigai ia yang membunuh Steve, tapi ia tidak mau mengakuinya." Sahutku tetapi masih sibuk menggerak-gerakan tubuhku mengikuti alur lagu.
"Bagaimana bisa? Apa yang kau curigai darinya?"
Aku hanya berdecak tapi aku masih menikmati irama lagunya yang hampir klimaks. "Aku menemukan bercak darah di kausnya, ia bilang bibirnya tergigit, tidak masuk akal bukan?"
Niall memberhentikan mobilnya mendadak lalu mengecilkan suara tape nya, hey lagunya sedang enak! "Lalu kau tidak mempercayainya dan marah padanya? Jadi kau pulang bersamaku karena masalah itu? Oh Tuhan-ku."
Niall menepuk dahinya dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Ya untuk keduanya, memangnya kenapa?"
"Louis memang berdarah, aku yang menyuruhnya mengelap darahnya dengan kaus, dan itu tidak masuk akal Mills jika kau menuduhnya."
Aku terdiam. Jadi tuduhan ku salah? "Oh, habis lah riwayatmu Niall" ucapnya pada dirnya sendiri.
-
Dabel tapi ini lebih pendek
Jadi siapa nih pembunuhnya? Mari kita tanya sama steve
Buat pemeran Milly sementara ini kalian imajinasi dulu deh, sesuai sama character di atas
Ini mau di bongkar next chapt atau tunggu nanti supaya penasaran? :)))
20+comments for next longchapt
[not edited]