11. Another Player

917 165 68
                                    

Air mataku tak kunjung surut sejak kejadian tadi, bahkan aku sudah lelah tapi tak semudah membalik tangan untuk memberhentikan tangisku dan mengistirahatkan otakku sejenak. Harry terus menenangkanku, ia mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Milly dengar, kau tahu Louis tak suka air matamu jatuh dari tempatnya?"

Aku mengangguk menanggapi ucapan Harry. "Jika begitu berhenti menangis, atau Louis tidak mau bangun karena tidak mau melihat air matamu." Tidak Harry, aku bukan anak kecil yang dulu selalu kau hibur, Louis tetap akan menutup matanya hingga tidurnya selesai.

"Dia menyelamatkan anak kecil,"

Harry mengangguk dengan senyumnya yang tenang. "Louis sangat baik, doakan saja yang terbaik untuknya." Sekarang yang bertanggung jawab atas ini hanyalah aku dan Harry, keluarganya tewas saat kasus penembakan di rumahnya saat sekolah kami mengadakan study tour. Aku tidak akan membiarkan ia menyusul keluarganya walaupun ia ingin, tidak akan.

"Mengapa Tuhan membiarkan Louis mengalami ini? Bukan kah Tuhan menyayangi orang baik?"

Lagi-lagi Harry tersenyum dan menatapku nanar "Well, kita tidak ada yang tahu kapan musibah datang menimpah kita, kita hanya perlu bersiap-siap dan mau menerimanya." Aku terdiam, tetapi masih tetap terisak. Aku teringat pada iblis itu, aku akan bicara padanya.

"Kita tidak sedang bermasalah dengan Tuhan,"

"Melainkan keparat bodoh itu." Aku membangkitkan diriku, lalu berlari ke luar rumah sakit. Banyak kendaraan berlalu-lalang di jalanan, aku memberhentikan satu taksi untuk pulang ke rumahku. Aku tidak tahu apa Harry mengejarku atau tidak, aku hanya ingin pulang dan menemui bajingan itu.

Selama perjalanan aku menatap kosong keadaan di luar jendela. Ini semua salahku atau salah keparat itu? Tentu salah kami berdua, karena aku dan iblis itu diikatkan, masalahnya masalahku, kesalahannya, kesalahanku pula. Entah skenario apa lagi yang ia mainkan saat ini, aku hanya ingin mengakhirinya. Tidak dengan akhir yang menyedihkan dan tragis, aku ingin memperbaiki semuanya.

Louis tidak bersalah dalam masalah ini, tapi mengapa harus ia yang terkena imbasnya? Dia tidak berhubungan sama sekali dengan kehidupan gelapku, ia hanya sebatas kekasihku, tidak seharusnya ia terlibat di dalam masalahku.

"Turunkan aku disini, terimakasih"

Setelah membayar ongkosnya, aku turun dari taksi dan menyempatkan untuk menengok ke belakang memastikan Harry mengikutiku atau tidak. Sekitar lima belas detik aku berdiri disana, tidak ada tanda-tanda Harry mengikutiku, itu bagus.

Deru nafasku memburu, jika aku melihat wajahnya, mungkin aku akan semakin membencinya. Aku memasuki kawasan rumahku lalu membuka kunci pintu dan membukanya pintunya. Hening, hanya ada suara gelembung air dari akuarium kecil yang ada di ruang tamu.

Aku membanting pintu, lalu memantapkan langkahku menuju kamarku. Dendam. Dadaku terasa sesak dan panas, sama pula dengan mataku yang ingin berteriak meminta berhenti menangis.

"ZAYN! KELUAR KAU!"

Teriakanku terdengar sangat menantang, tapi itu memang nyatanya, aku menantangnya untuk muncul di hadapanku. Tidak ada balasan selama beberapa saat, air mataku membucah. Aku masih tidak bisa menerima semua ini, aku tidak bisa.

"Milly, kau kenapa? Ada apa memanggilku?"

Aku mengedarkan pandanganku, dan menemukannya tepat di belakang tubuhku. Aku tertawa miris, ia masih bertanya. "Jangan mendekatiku, bajingan." Ia menatapku kaget lalu memundurkan tubuhnya selangkah lebih jauh.

"Puas dengan permainanmu hari ini? Amazing game, pretty cool." Pujiku sambil menepuk-nepukan tanganku.

"What a game, come on. Aku tidak melakukan apapun hari ini, kau harus tahu jika aku sudah tidak melakukan apa-apa lagi pada kalian"

Shadow | l.tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang