"Apa? Bagaimana mungkin ia menuduh Louis tanpa alasan yang jelas? Dan tidak mungkin Niall hanya bercanda disaat kalian sedang seperti ini. Jika memang ia hanya bercanda, benar-benar tidak lucu."
Aku mengerucutkan bibirku pada Harry. "Aku memang tidak berkata bahwa Niall bercanda. Tapi banyak faktor yang membuatku sangat mencurigainya. Aku mencurigai bahwa ia dalang dari semua permainan ini"
"Oh ya? Apa itu?"
Harry menyesap tehnya lalu kembali menaruhnya di dekat nakas. Hatiku berkata jika aku tidak boleh mengatakan semuanya, tapi aku ingin meluapkan semua kepadanya. Kepada siapa lagi aku akan bercerita tentang semua masalahku? Hanya dia satu-satunya yang aku miliki sekarang.
"Pertama, awal mula pertengkaran kami dimulai saat aku tidak sengaja mengusirnya karena aku akan pergi bersama Louis. Ia merasa aku menggunakannya sebagai pelarian. Tapi beberapa hari sebelumnya pun ia menyatakan perasaannya padaku, ia menyukaiku.
Kedua, Niall dulunya sangat bertentangan dengan Louis. Ia orang pertama yang kuberi tahu tentang hubunganku dengan Louis, dan ia juga orang pertama yang menentang keras hubunganku.
Ketiga, Niall melakukan kesalahan besar bagiku dan membuatku sangat membencinya. Ia mengencani Hailey, jalang itu musuh besarku dan Niall sangat sangat tahu itu.
Keempat, berdasarkan logikaku, orang tidak akan tiba-tiba menuduh tanpa ada alasan yang jelas, bahkan aku tidak bertanya atau pun ingin tahu.
Kelima, ia menuduh Louis sebagai kambing hitamnya. Sudah kuduga, ia akan menggunakan nama Louis, bukan dirimu.
Dan orang yang bersalah akan menuduh orang lain untuk menutupi kesalahannya. Lebih anehnya lagi, Niall mengucapkan ini secara tiba-tiba dan disaat hubungan kami merenggang, itu sama sekali tidak masuk di akal"
Harry nampak terdiam dalam jeda cukup lama, lalu menatap mataku. "Sebaiknya kau meminta penjelasan lebih padanya, siapa tahu kau hanya salah paham. Kecurigaanmu disaat emosi akan membuat sebuah kesalahan seperti yang sudah pernah kau lakukan"
Nafasku terasa berat. "Kau mau aku bicara dengan keparat pirang bodoh itu? Nah, aku tidak mau" Elak ku tidak setuju. Harry menarik tubuhku ke dalam pelukannya. "Berhenti bersikap keras kepala, atau aku yang akan melunakan kepalamu. Cepat temui Niall dan kau baru boleh kembali duduk disini, di samping Louis, dan kau harus membawa faktanya."
Saat aku baru saja berdiri, sebuah tangan menahan pergelangan tanganku. Louis.
"Louis? Louis kau sudah sadar? Harry, cepat panggilkan dokter! Cepat Harry!"
Ini sebuah keajaiban. Tuhan mengabulkan doaku, terimakasih Tuhan. Matanya perlahan membuka, kerutan di dahinya bergerak-gerak. Astaga ia sudah sadar, Louis-ku sudah kembali. Mulutnya bergerak seperti mengatakan suatu kalimat, tapi aku tidak dapat mendengarnya.
"Louis...jangan bicara dulu, kau baru sadar"
Air mataku membucah penuh kebahagiaan. Kebahagiaan ku telah kembali, cintaku telah kembali. Tangannya menarik ku mengisyaratka agar mendekatkan telingaku padanya.
"Aku semuanya dia–"
"Sshh aku tidak bisa mendengar dengan jelas ucapanmu, nanti saja kau baru sadar sayang. Aku mencintaimu, aku mencintaimu"
Aku mengecupi wajahnya berkali-kali hingga dokter datang dan menyuruh ku untuk menunggu di luar bersama Harry. Rasa bahagia sekaligus kalut menghantam diriku dengan kuatnya hingga tubuhku menjadi lemas.
"Aku tidak menyangka ia akan bangun secepat ini"
Aku tersenyum bahagia menatap Harry yang sedang tersenyum juga dengan dada yang naik turun dan nafas yang tidak beraturan. "Kau harus merasakan bagaimana rasanya saat kau sedang merasa kesenangan lalu diburu-buru untuk memanggil dokter, that was amazing. Jantungku sepertinya akan segera meledak." Lanjutnya diselingi kekehan khasnya yang menular.