Aku menggeleng, "Kau bicara apa Pangeran? Apa kau lihat aku terluka? Aku tidak akan menjadi seperti kalung itu hanya karena aku memilikinya."
"Itu hanya kalung biasa. Aku yakin banyak di pasaran." candaku.
Ia menatapku tajam, "Ku beritahu padamu, Cara. Itu bukan sembarang kalung. Dan, tidak ada pasar manapun yang menjual kalung ini."
"Kau mau tahu kenapa?" wajahnya semakin dekat dan aura kegelapan entah mengapa menyelimutinya.
Hal itu membuatku sedikit... takut.
"Karena kalung ini, dapat membahayakan bahkan membunuh seseorang yang tidak pantas menjadi pemiliknya."
•••
Gila.
Aku tertawa, "Jangan menakutiku, Pangeran. Hal itu tidak akan berhasil."
Tapi Azriel hanya diam dan menatap tajam padaku.
Aku terdiam, "Mungkin itu sedikit berhasil." aku menjadi takut sekarang. "Ayolah, kita harus per--" kata kataku terputus ketika ia menarik leher gaunku.
Ais, pasti aku ketahuan kalau seperti ini caranya.
Padahal aku sudah menggunakan gaun berleher tinggi hari ini.
"Ada apa?" tanyaku.
"Apa ini?" tanyanya. "Apa kau di serang seseorang?"
"Ti... tidak." aku mundur selangkah, "Itu bukan apa apa." kataku seraya menutupi leherku.
"Jangan berbohong padaku Cara."
"Kenapa aku tidak boleh berbohong padamu Azriel? Kau sendiri berbohong padaku." aku menjauh darinya.
"Cara, jangan menghindar dariku!"
"Aku benar kan? Mungkin kau tidak ingin menyelamati Jane karena kau setuju dengannya untuk membunuhku." aku menggeleng. "Aku benarkan, Pangeran??"
"Itu tidak seperti yang kau pikirkan, Cara." Azriel berjalan mendekat.
"Lalu seperti apa?"
"Aku hanya tidak ingin kau terluka jika kau mengetahuinya. Sebelumnya aku sudah menyelidiki Jane dan aku berusaha menyelesaikan urusan ini sebelum kau mengetahuinya."
"Lalu kau ingin aku mati dengan rasa penasaranku, kemana Jane menghilang?" aku menatapnya tidak mengerti.
"Bukankah itu lebih baik dari pada kau mengetahui hal yang hanya menyakitimu?" pertanyaan atau pernyataan Azriel ini mengenaiku dengan telak.
Aku tertohok.
"Lupakan. Ka.. kau mungkin benar." ucapku pelan.
"Kalau begitu, kita harus pergi sekarang." ia mengamit lenganku.
Aku mengangguk, kami keluar dan aku penasaran untuk bertanya, "Mengapa kerajaan tampak sibuk hari ini?"
"Karena ini adalah hari yang spesial." Azriel mengedipkan matanya padaku. "Ayo, kau akan tahu nanti."
•••
Kami pulang ketika hari telah larut.
Tapi kerajaan tampak sangat berbeda. Aku langsung di sambut oleh Kaya dan ia membawaku ke kamarku.
"Ada apa ini?" tanyaku bingung.
Ia tersenyum kecil, "Hanya sedikit kejutan, tuan Putri."
"Ayo, ganti gaunmu."
Ia membawakanku sebuah gaun berwarna pastel, indah sekali.
Setelah membantuku memasangnya, ia menata rambutku lalu membawaku ke aula kerajaan yang telah di penuhi para tamu undangan.
Ketika aku sedang menganggumi hal di hadapanku, Azriel datang dan menawarkan lengannya padaku.
Aku mengamitnya dan kami berjalan bersama. Ini benar benar tidak terduga. Jadi ini yang mereka kerjakan hingga kerajaan tampak sibuk sekali?
Azriel mengelus punggung tanganku, "Aku akan berbincang sebentar dengan para tamu, apa kau tidak apa apa?"
"Ya. Aku bisa menunggumu di sini."
Azriel mengangguk dan pergi menemui orang orang yang tidak aku kenal.
Aku berbalik dan bermaksud melangkah pergi saat seseorang bertuxedo hitam menghalangi jalanku, "Shall we dance?"
Aku cukup terkejut dengan ajakannya. Ia menggunakan topeng hitam dan aku tidak tahu siapa ia. Tapi ia pastilah tamu Azriel.
"Sure." aku tersenyum dan menyambut tangannya.
Aku tidak mengerti bagaimana cara dansa kuno bekerja. Aku ini gadis modern. Tapi ku rasa aku mulai bisa mengikuti gerakannya.
"Who are you?" tanyaku.
Ia tersenyum dan tampak misterius, "Just a man with his pride to dancing with the queen."
Aku tertawa, "Well, if i was you, maybe i'm not asking the queen who can't dancing."
"You can, just in the different way."
"Thank you."
Kami berdansa di iringi musik hingga terdengar suara tepukkan tangan di telingaku. Terasa dekat tapi tidak ada seorang pun di sana.
"What's wrong?"
"Ah, nothing." aku melihat kekanan dan kekiri untuk memastikan bahwa tak ada orang di sana.
Lalu ruangan menjadi ricuh seketika, semua orang berlarian dan suara tembakkan terdengar.
Aku terkejut dan berbalik, terjadi penyerangan!
Banyak orang orang dengan dresscode merah. Aku yakin merekalah yang meny-- tunggu! Lelaki bertopeng hitam itu! Ia.. ia satu satunya orang yang bertopeng di aula ini!
Aku berbalik dan ia sudah tidak ada.
Kemana ia pergi?
Lalu suara tepukkan itu kembali terdengar, seolah memintaku mengejarnya. Maka aku mengejarnya.
Hingga aku berhenti di padang bunga tulip.
Di sana berdiri seseorang. Perempuan.
Ia berbalik, "Cara."
"Sylena?" tanyaku seraya mendekat perlahan.
"Kenapa kau ada di sini?" tanyaku. "Bukankah kau bukanlah tamu?"
Ia hanya menatapku, "Kita tidak perlu sebuah undangan untuk menjadi seorang tamu. Tidakkah kau menyadari itu?" ia tersenyum misterius.
"Apa maksudmu? Kau menyelinap?" aku menatapnya was was.
"Kenapa kau takut?" Sylena mendekat. "Karena kejadian yang menimpamu kemarin?"
Aku tersentak, "Bagaimana kau bisa tahu hal itu?"
Ia menatapku misterius, "Kau lupa siapa aku?"
"Aku bisa mengetahui segala hal, Cara. Tapi sebaiknya tidak. Rahasia masa depan harus tetap menjadi sebuah rahasia. Akan ada harga yang harus di bayar jika kau inginkan hal itu." ia tersenyum. "Dan sebaiknya kau persiapkan dirimu."
"Aku tidak mengerti maksudmu!" aku mencengkram gaunku kuat kuat.
"Kau akan segera tahu. Kejadian kemarin bukanlah apa apa. Suatu saat nanti kau harus menghadapi suatu keputusan besar. Entah apapun keputusanmu, sekecil apapun itu, dapat mengubah takdirmu. Jadi tolong pikirkan itu. Jangan gegabah dan ingatlah bahwa kau bukan orang biasa meski kau tidak tahu apa apa." ia mengedipkan sebelah matanya padaku.
Sylena berjalan melewatiku dan aku masih terdiam memikirkan perkataannya. Lalu aku berpikir akan sesuatu. Sesuatu yang mungkin akan mengubah cara pandangku.
"Uhm, Sylena? apa aku bisa merubah sebuah takdir?"
Sylena berhenti lalu ia mendengus, "Orang lain? Mungkin tidak. Tapi kau bisa mengubah takdirmu sendiri. Seperti yang aku katakan, keputusanmu dapat mengubah takdirmu. Kau yang memilih, Cara, bukan orang lain."
•••
Chapter nine has been posted.
110616
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR: The Cracked Mirror
FantasyII. Chapter Two Hari ulang tahunnya menjadi buruk setelah kotanya, Paris, di serang oleh segerombolan mahluk aneh bersayap. Selama berminggu minggu semua orang diam di rumah dan merasa ketakutan. Ini sudah terlalu lama. Ia harus pergi ke Los Angeles...