Lagi lagi, Azriel pergi.
Entah apapun yang ia lakukan, sepertinya ia tidak pernah berada di sekitarku lagi.
Aku bosan. Tidak ada yang dapat ku lakukan di istana sebesar ini seorang diri. Kaya selalu sibuk dengan pekerjaannya dan Azriel menghilang.
"Tuan Putri, anda mau kemana?" tanya seorang pelayan yang melihatku keluar.
Aku tersenyum, "Hanya berjalan jalan sebentar. Jangan beri tahu siapapun. Aku akan segera kembali, bisakah kau membantuku?"
"Tapi... tuan Putri, jika.."
"Tenang saja, aku akan baik baik saja. Anggap saja kau tidak melihatku." aku mengedipkan mataku. "Dan tolong katakan bahwa aku sedang tidur di kamarku, jangan sampai ada yang mengetahui bahwa aku tidak ada di istana."
"Ba.. baik, tuan Putri." ia membungkuk hormat. "Saya permisi."
Aku mengangguk.
Setelah ia pergi, aku melanjutkan jalanku, aku akan pergi keluar dari istana ini. Tapi tidak melalui pintu depan. Aku penasaran, apakah jalan setapak di padang bunga ini dapat membawaku keluar?
Rasanya seperti, aku pernah berada di sini. Melewatinya. Atau bahkan.. bersama seseorang.
Aku menerima uluran tangannya dan berdiri. Kami menautkan jemari kami, aku menatap jemari kami seraya tersenyum kecil. Lalu kami mulai melangkah.
"Bergerak dengan irama, agar kau tidak menginjak kakiku. Kau tahu betapa sakitnya itu?" candanya.
Aku tertawa, "Sepertinya kau berpengalaman sekali Pangeran." aku menyipitkan mataku. "Ah tentu saja, kau kan Pangeran. Berapa banyak gadis yang menginjak kakimu?"
Pangeran Aldric tertawa, "Well, tidak banyak." ia mengedipkan matanya. "Bergerak lebih santai, jangan sampai kau menginjak bunganya."
Aku tersenyum mengikuti kakinya melangkah.
"Tidak buruk." komentarnya.
Aku menunjukkan senyum banggaku, "Tentu saja, aku tidak seburuk itu."
Lalu tiba tiba saja aku menginjak bunga itu dan nyaris menjatuhkan diriku sendiri. Pangeran Aldric segera menahan pinggangku, "Kau baik baik saja, My Lady?"
Aku yang tadinya menutup mataku karena ketakutan pun membukanya perlahan ketika menyadari aku tidak jadi jatuh. "A... aku... aku baik baik saja."
Lalu aku melihat tanganku yang mencengkram bahunya begitu erat, aku menatap matanya. Ia tidak tampak kesakitan.
"A... ada... ada apa Pangeran?" tanyaku.
Tanpa sadar cengkramanku pun mengendur saat ia mendekatkan wajahnya padaku.
"Dansa mu buruk." komentarnya.
Ah tidak tidak. Apa yang aku pikirkan?
Itu benar benar memalukan. Itu tidak benar benar terjadi kan?
Sudahlah, itu tidaklah penting. Yang penting adalah apakah aku benar benar bisa menemukan jalan keluar tanpa tersesat di tempat yang aneh?
Padang bunga telah berakhir dan sebuah hutan pun terlihat. Ada banyak jalan namun aku tidak tahu kemana jalan itu akan membawaku.
Aku bingung harus kearah mana. Akhirnya ku putuskan untuk lurus saja.
"Berhenti di sana!"
Aku tersentak. Apa seseorang berbicara padaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR: The Cracked Mirror
FantasiII. Chapter Two Hari ulang tahunnya menjadi buruk setelah kotanya, Paris, di serang oleh segerombolan mahluk aneh bersayap. Selama berminggu minggu semua orang diam di rumah dan merasa ketakutan. Ini sudah terlalu lama. Ia harus pergi ke Los Angeles...