hancur

15.5K 593 13
                                    

Seminggu telah berlalu, dan aku juga sudah mendaftar kan gugatan cerai ke pengadilan agama, tentu saja hal ini mengejutkan keluarga kedua belah pihak, mereka berusaha mendamaikan, tapi tekadku sudah bulat, sudahlah ini yang terbaik, dan mereka tidak bisa berbuat apa apa lagi..

Sidang pertama dengan agenda mediasi, kami berdua diminta duduk berdua, saling intropeksi diri, tapi mediasi pertama tidak membuahkan hasil... karena kami dari semula memang menyadari dengan jelas keinginan kami masing masing..

Sidang kedua di lanjutkan setelah 2 minggu dari sidang pertama, untuk mendengarkan alasan dari masing masing pribadi, mengapa memilih perpisahan.. dan seperti yang sudah sudah, aku dan bang anjas sudah sepakat, karena sudah tidak ada kecocokan lagi diantara kami, dan percekcokan yang terus menerus membuat kami memilih jalan perpisahan..

Sidang ditunda seminggu kemudian, selama menunggu sidang lanjutan, aku telah tinggal dirumah ibu, untuk sementara, sampai putusan pengadilan jelas, baru aku akan menentukan langkah ku selanjutnya.

Anak anak masih bersama ku sampai saat ini, zahra dan tama sesekali cerewet juga, bertanya kenapa mereka kembali kerumah neneknya, kenapa ayahnya tidak ikut bersama kami, sedangkan rani cukup tenang menghadapi masalah ini, dia lebih banyak diam, walaupun begitu aku tetap was was akan sikapnya yang tenang.

Ketika dia lagi belajar sendiri dikamar, sedang kedua adiknya diruang televisi, aku berinisiatif untuk berbicara dengan nya, aku takut dia mengalami kondisi psikis yang tidak baik..

"Ran," ucapku memanggilnya ketika aku telah memasuki kamar, "ada apa bunda?"sahutnya sambil menulis bukunya.. aku pun berjalan dan duduk ditepi ranjang..
"Ran, bunda ingin bicara" kata ku lagi mencoba mengalihkan perhatian nya dari kegiatannya..

Anakku adalah anak yang cukup pengertian dan sopan, seketika dia menghentikan aktifitasnya dan berbalik kearahku, jadilah kami sekarang berhadapan..

"Apa rani mengerti dengan keadaan yang tengah terjadi antara bunda dan ayah?" tanyaku.
Kulihat anakku menarik nafas panjang dan menghembuskannya sambil menatap ke jendela kamar, dia pun berkata.."tentu saja bunda, rani paham, walaupun mungkin rani tidak begitu mengerti masalah apa yang bunda dan ayah alami, tapi rani berdoa semoga apapun keputusan akhirnya kelak, ayah dan bunda akan bahagia, khususnya bunda, rani berharap bunda menemukan kebahagian" ucap anakku sambil matanya berkaca kaca dan suara yang parau.. ya anakku hampir menangis saat mengatakan semua nya, aku tahu dia sangat sedih, akupun segera memeluknya erat..

"Maafkan bunda ya ran, bunda tidak bisa menjadi ibu yang baik buat rani dan adik adik, juga tidak bisa menjadi istri yang baik bagi ayah, sehingga ini harus terjadi, ucapku dengan suara parau,"

Rani menggeleng didadaku...

"Tidak tidak bunda, jangan berkata begitu, bunda adalah bunda yang terbaik bagi kami, tidak ada yang bersalah..mungkin ini sudah takdir tuhan," katanya terisak..

Kami berduapun menangis lirih saling memeluk erat..
kami berdua saling menghibur, telapak tangan rani mengelus punggungku, dan tanganku pun menepuk nepuk pundaknya pelan.. kami saling menguatkan..
Akupun menyeka airmata yang membasahi pipinya, begitupun sebaliknya...

Kami pun tersenyum...

Setelah itu aku keluar dari kamar, karena rani juga harus menyelesaikan pekerjaan rumah nya.. aku menutup pintu dengan pelan, dan melangkah menuju ruang televisi..

"Bunda ayah mana," tanya anak lelakiku tama..

Serr...aku bingung mo jawab apa..

"Hmm...ayah pergi kerja keluar kota tama, beberapa hari nanti juga pulang, udah jangan bertanya lagi ya," ucap ku sambil mengecup puncak kepalanya.

CRYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang