part 30

7K 264 31
                                    

SAKTI POV

Aktivitasku sudah berjalan normal, Lili telah melewati masa masa ngidam setelah kandungannya berusia lima bulanan, sekarang usia kehamilannya telah memasuki bulan ketujuh, hubungan intim kami juga berjalan dengan baik, bahkan kalau boleh dikatakan Lili lebih banyak minta jatah daripada dahulu sebelum hamil. Hal yang tentu saja sangat kusyukuri. Tapi jujur saja kejadian beberapa bulan yang lalu membuat aku tidak tenang sekarang, rasa was was kerap membayangiku. Setelah kejadian itu Ara sempat menghubungiku, tapi ku abaikan, aku takut, aku tidak tau harus bagaimana.

--------------

Suara Nisa Sabyan mengalun lembut dengan lirik Deen Assalam nya. Akupun mendekati tempat dimana handphone ku berada. Membaca id caller yang ada dilayar membuatku bahagia

"Assalamualaikum kakak?"

"Wa alaikum salam bunda."

"Kakak Rani apa kabar nak, gimana pesantrennya, betah kakak disana nak?"

"In shaa Allah betah bunda, pesantrennya bagus bunda, senang Rani bisa diterima disini."

"Iya tapi bunda yang sedih nak, Rani dan Zahra sudah pada mondok, kemaren kemaren masih Rani sendiri yang mondok, sekarang kakak Rani sudah tingkat SMU, Zahra juga mondok, ntar nyusul si bontot Tama, tinggal lha bunda sendiri sama adikmu nak."

"Sabar ya bundaku sayang, bunda jaga kesehatan ya, sekarangkan Rani udah jauh, di Jawa, jadi kita pasti jarang banget ketemunya, apalagi bentar lagi Rani punya adik bayi, pasti bunda makin repot kan?"

"Maafin bunda ya nak, bakalan jarang kunjungi kak Rani, karena dek Zahra juga masih harus sering dijengukkan, untung saja dek Zahra masih satu kota dengan bunda, jadi Papa masih bisa sering sering ke pesantren Zahra. Rani harus bisa jaga diri, jaga kesehatan, ingat selalu pesan bunda ya, minum air putih delapan gelas sehari wajib ya. Makan jangan terlambat, pokoknya kak Rani kalau ada apa apa kabari bunda dan papa, jangan didiamkan aja ya nak."

"In shaa Allah bunda, Rani akan selalu ingat pesan bunda. Ngomong ngomong bun, kapan dedek bayi nya lahir?"

"In shaa Allah dua bulan kedepan nak, doa in bunda ya sayang. Supaya lahiranya lancar lancar."

"Aamiin ya rabbal alamiin bunda. Bun.... udahan dulu ya, udah adzan Ashar disini bun. I love you bundaku sayang."

"I love you juga kakak Rani." Sambungan telepon pun terputus, aku memeluk erat handphone ditanganku, Rani anakku bunda rindu Rani nak, benar kata orang, ujian yang paling berat itu menahan rindu dengan orang orang yang terbiasa ada didekat kita. Ya Allah kutitipkan anak anak hamba di dalam penjagaanmu ya Allah, lindungilah mereka ya Allah, sebaik baik perlindungan adalah lindunganMu ya Allah.

-----------

"Li, kita gak buat acara tujuh bulanan kamu mmh?"tanya bang Sakti saat kami berdua duduk sambil menonton televisi dengan Tama yang belajar disampingku. Tangan besar nya merangkul pundakku dan satunya mengelus perutku.

"Gak usah la bang, Lili gak cukup punya tenaga untuk mempersiapkan acara itu." kataku sambil merebahkan kepala dibahu bang Sakti. "Kamu kan gak harus masak Li, kita pesan aja semua masakannya, kamu tinggal duduk manis.. wow Li tangan abang ditendang tendang, ya Allah Subhanallah." aku tertawa kecil, yah bang Sakti jarang mendapat moment kena tendangan sijabang bayi.

"Mmmhh, Lili juga sudah susah tidur sekarang, semua posisi salah."kataku melanjutkan mengenggam tanganku "abang minta maaf ya Li, gara gara keinginan abang Lili jadi kehilangan kenyamanan, maafin ya sayang"ucap bang Sakti sambil mengusap puncak kepala ku dan mengecup kening ku. Ya Allah betapa beruntungnya aku memiliki bang Sakti. Aku tersenyum memandang lekat wajahnya yang telah ditumbuhi bulu bulu kasar disepanjang rahangnya.

CRYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang