Part 25

8.2K 314 30
                                    

Masih teringat sebulan yang lalu aku menerima lamaran bang Sakti, tidak sampai dua minggu lagi aku akan resmi menjadi istri nya. Sejujurnya ada rasa gugup dan gamang dihatiku, kadang kadang muncul rasa bimbang, akankah keputusan ku sudah benar. Tapi ketika melihat wajah ceria anak anak dan wajah bahagia ibu, segala keraguan dibenakku langsung menguap tidak bersisa.

Disini aku bersama anak anak, ibu serta keluarga kakakku berlibur bersama, sebenarnya bang Sakti akan ikut, hanya saja dia sedang banyak pekerjaan di kebun nya, sehingga saat ini dia tidak ada disini bersama kami. Perlahan namun pasti aku merasakan rindu padanya, cara dia menghargaiku, menyayangiku. Aku merasa seperti dianggap, aku merasa berharga. Bila sudah begitu aku hanya senyum senyum sendiri. Aku memang rindu padanya. Pada dia yang entah mengapa bisa mengerti dan paham apa yang kuinginkan. Aku tak pernah menyangka akan mengalami hal ini lagi.

"Dar... "

"Ya Allah.. Kakak " jeritku terkejut. Lagi asyik asyik nya melamun, dikejutkan oleh kakak dan anak anakku.

"Bunda ngapain melamun dan senyum senyum sendiri" protes zahra anak kedua ku

"Iya nih nanti bunda kesambet lho bun, jangan melamun dong." sambung anak pertamaku Rani.

"Rasain kamu Li, kami capek capek keliling pantai ini nyariin kamu, eh kamu nya enak enakan melamun sambil senyum senyum sendiri di sini. Untung saja gak ada yang perhatiin kamu, kalau tidak, bisa bisa kamu dikira tidak waras Li" omel kakak ku

Aku hanya tertawa mendengarkan omelan kakakku sambil menutup telinga. Tiba tiba terdengar suara berat menyahut omelan kakak ku.

"Siapa yang dikira tidak waras? Lili ? Siapa yang bilang, mana orang yang bilang begitu.? Tanya bang Sakti yang tiba tiba saja sudah muncul dihadapan kami, dengan berpura pura marah.

"Cie cie... Ada yang marah calon istrinya dikatain tidak waras. Hehehe.."sahut kakak ku.

"Kakak..."sahutku sambil membesarkan bola mata ku.

"ups.. Maaf maaf, Rani, Zahra kita balik ke pantai yuk. Gak enak kita gangguin bunda ama calon papa baru kalian." seloroh kakakku

"Iya, bunda kami ke sana ya bun, mau main banana boat. Wak kita coba main banana boat ya." tanya anakku Rani kepada uwak Ara nya. Tapi sebelum kak Ara menjawab, bang Sakti  telah menjawab terlebih dahulu
"Jangan Rani bahaya itu nak, kalian masih kecil dan gak mungkin juga uwak kalian mampu memegang semua nya sayang." ucap bang Sakti pada Rani penuh kasih.

"Jangan khawatir Sak, dibanana boat itu ada juga kok tim penolong nya. Gak usah khawatir." timpal Ara.

"Ya baiklah kalau begitu, hati hati ya." ucap bang Sakti

"Bye bunda bye om.." ucap anak anak ku serempak.

Tinggal kami berdua disini di resort RINDU ALAM.
Hari telah beranjak sore..

"Li jalan ke pantai yok!"ajak bang Sakti padaku

"Hmm..ok, ayok" sahut ku dan segera berdiri dari dudukku.

Kami berdua jalan beriringan dan berjarak beberapa senti. Kami kepantai yang berlawanan arah dengan anak anak dan keluargaku berkumpul "Li kalau begini abang merasa kita belum akan menikah."

"Maksud abang?"

"Iya, jalan aja kita masih saling jauh. Tidak bisa kah lebih dekat, atau abang gandeng gitu."

Aku tersenyum dalam hati. "Oh si abang ingin digandeng toh.." batinku.

"Hmm.. Ya baiklah." sahut ku sambil tertawa

Aku pun memberanikan diri menggandeng tangannya.

"Nah beginikan lebih baik, lebih mesra."

Aku hanya tersipu dibuat nya.

CRYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang