part 21

8.1K 332 20
                                    

Lili pov

Aku memandangi ponselku yang berbunyi. Puluhan notif masuk ke whatsaap ku, puluhan sms, puluhan panggilan tidak terjawab dari bang Sakti. Hanya ku baca tanpa ada niatan untuk membalas pesan dan menjawab panggilannya. Aku shock dengan kejadian beberapa waktu yang lalu.

Lili abang mohon maafkan abang
Abang khilaf, maafkan Li. Kalau Lili ingin menampar abang silahkan. Tapi tolong jawab telepon abang.

Li abang minta maaf. Sangat minta maaf. Tidak ada maksud sengaja. Semua terjadi begitu saja.

Li tolong angkat telepon abang.

Li kenapa hanya dibaca. Mengapa tidak dibalas. Lili boleh mencaci maki abang. Tapi tolong jawab abang. Jangan diam begini.

Aku membaca tiap pesan yang masuk. Bolak balik ku baca. Aku bingung harus bagaimana bersikap sekarang. Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi bang Sakti sekarang. Semua tidak sama lagi. Setelah kejadian itu, aku tidak bisa menganggapnya sebagai abang atau pun saudara lagi. Apa yang harus kuperbuat. Haruskah aku menceritakan kejadian ini pada kak Ara. Apa reaksinya bila aku menceritakan kejadian itu. Atau apa reaksinya bila aku mengatakan kata kata bang Sakti padaku.

Aku tidak mau memikirkan hal ini. Aku hanya akan menunggu tindakan bang h dia akan mengatakan pada kak Ara tentang niatannya? Tentang kejadian itu?

Ntahlah aku jadi pusing sendiri bila memikirkannya.

"Hei Li. Termenung terus, ada apa? Beberapa hari ini kamu terlihat berbeda?" Tanya Ajeng teman seruanganku.

"Gak apa apa Jeng. Agak sedikit kurang fit aja." Jawabku

"Cie cie ... Li mau tau gosip yang beredar?"

"Gosip apa?"tanyaku

"Siapa pria yang menjemputmu pas waktu makan siang beberapa hari yang lalu. Kata resepsionis didepan seorang pria yang keren dan terlihat cukup matang." Tanya Ajeng

"Calon misua ya." Ujar Ajeng melanjutkan

"Husss... misua apa. Ngawur aja ah."

Belum apa apa sudah digosipin batinku

"Jeng. itu bukan siapa siapa, sudah seperti  saudara." Jawabku

"Jeng pulang yuk. Sudah sore pekerjaanku juga sudah selesai."

"Duluan aja Li, masih ada sedikit lagi yang belum siap. Besok harus dikirim ke Singapore. Eh ngomong ngomong Pak Satria tak pernah kembali ke sini ya. Sudah hampir 5 bulan."

"Eh mhh. Iya juga sih. Mungkin karena disana perusahaan baru kali jadi belum bisa dilepas."jelas ku

"Hmm..mungkin. Tapi gosip yang beredar si bos kita itu patah hati disini. Makanya ogah balik ke Indo."

"Sudahlah Jeng, malas bergosip. Ngapain ngurusin urusan orang. Aku duluan ya.  Gak apa apa kamu sendiri kan?"

"Gak Li. Kan masih ada si Anto, si Malik, ada sekuriti juga. Aman itu, santai aja." Ucap Ajeng

"Ya sudah. See you Ajeng"

"Oke. Tt dj ya."

"Thanks Jeng." Balasku sambil berlalu keluar dari ruanganku

Aku berjalan menuju parkir kenderaan khusus pegawai di belakang kantor. Ketika mendadak seseorang menghadangku. Dan ternyata bang Sakti yang menghalangi jalanku.

"Li. Lili berhenti abang mohon. Abang ingin bicara Li. Kenapa Lili menghindar dan tak membalas satu pun pesan abang."

"Sudah lah bang, Lili tidak ingin bicara apapun dengan abang. Cukup kejadian kemarin terakhir perjumpaan kita. Selanjutnya abang anggap tidak pernah kenal dengan Lili." Ucapku ketus

CRYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang