Vanilla

85 0 0
                                    

"Yahhhh, Bu. Kenapa gak kita aja yang nentu'in kelompoknya."

"Biar adil. Lagian kelompoknya hanya dua orang dan beranggotakan cewek cowok."

"Ishhh... Ibu, mah, gak asyik." Terdengar gerutuan dari berbagai sudut kelas.

"Kelompoknya sesuai absen, ya. Kebetulan anggota kelasnya genap." perintah Bu Sita tanpa bisa diganggu gugat.

"Dua-dua..... Mati gue! Gue sekelompok sama... dia? What the fuck!" gerutu Vanilla pelan.

"Sekarang berkumpul dengan kelompok masing-masing untuk membahas prakarya masing-masing!" titah Bu Sita.

"Anjirrr!" dumel Vanilla yang didengar Mutia, sahabatnya.

"Lo... sekelompok sama dia, ya? Jodoh banget ya?" ejek Mutia.

"Sialan lo!"

"Udah sana. Ditungguin pangeran lo, tuh!"

"Geli banget lo!"

Dengan kaki setengah diseret, Vanilla menghampiri partner-nya di pojok kelas. Begitu sampai, dilihatnya tampang lelaki tersebut sama bad mood-nya dengan dirinya.

"Seneng kan lo, kita sekelompok?" tukas cowok itu.

"Jangan harap!" balas Vanilla geram. Sangat bertolak belakang dengan isi hatinya.

Selama 30 menit pelajaran, Vanilla dan lelaki itu sama-sama bungkam. Pasalnya baru kali ini mereka berdekatan. Lainnya hanya pertengkaran yang menghiasi masa sekolah mereka.

"Hoiiii... sepi banget sih kelompok kalian. Kita itu diskusi kelompok bukannya diem-dieman gini." Jeda sebentar, "Jangan-jangan..... kalian gugup, ya? ejek Ian.

"Sekali lagi lo ngomong, gue tampol lo!" ancam Vanilla dan Varo bersamaan.

"Ngomong aja barengan. Jodoh kali mereka," ujar Mutia, partner Ian.

"Sialan lo pada!" ucap mereka bersamaan lagi.

☆☆☆

"Kita mau kerjain tugasnya kapan?" tanya Vanilla saat pulang sekolah. Pasalnya waktu yang diberikan gurunya hanya berselang satu minggu dari sekarang. Stress parah Bu Sita.

"Terserah lo!"

Vanilla mendengus kesal. "Kok terserah gue? Gak tegas banget sih lo jadi cowok. Gue jadi ragu. Lo cowok bukan sih?"

"Sembarangan lo ngomong. Gue cowok kali. Mau bukti?"

"Mana?" tantang Vanilla.

Jauh dari perkiraannya. Dikiranya, Vanilla langsung menciut. "Udahlah. Gak penting berdebat sama lo."

"Yaudah, kapan?" tanya Vanilla tak sabaran.

"Besok Sabtu. Jam 10 gue jemput di rumah lo. Gak usah dandan!" tukasnya seraya meninggalkan Vanilla di kelas sendirian.

"Kok gue ditinggal, sih? Va... tungguin gue!" seru Vanilla.

"Emang lo tau rumah gue?" tanya Vanilla begitu langkahnya sudah menjajari langkah lebar Varo.

"Eh... gak taulah. Gue, kan, belum pernah ke rumah lo." balas Varo entah kenapa jadi gugup.

"Nah... pas, tuh!" seru Vanilla tiba-tiba.

"Apaan?"

"Anterin gue pulang, lah! Biar sekalian lo tau rumah gue." tandasnya.

"Itu, mah, maunya elo, kan. Biar dapet tebengan."

"Hehehe... yaudah sih. Yuk, pulang!" Vanilla otomatis menggandeng tangan Varo.

"Gak usah modus deh lo!"

Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang