Kisah Bersama Hujan

15 1 0
                                    

Malam ini, lagi-lagi hujan kembali turun.

Tak kuasa menahan dingin, kupeluk tubuhku dengan selimut yang sedari awal sudah melingkar di tubuhku.

Sedang asyik melihat tetesan hujan di hadapanku, dari ekor mata kulihat ada notif pada HP ku. Nama yang muncul pun tak kuasa membangkitkan senyum kecil pada bibirku.

Kuminta ia menemaniku seraya menikmati tetesan hujan pada luar jendela itu. Hingga akhirnya, satu topik muncul dalam pikiranku.

"Lucu ya"

"Kenapa?"

"Ya kita kan udah kenal dari kecil banget, tapi kamu bahkan baru minta kontakku satu bulanan yang lalu. Kenapa gak langsung add aja? Kita kan satu grup"

"Kamu cerewet juga ya"

"Jawab dong"

"Ya aku ngerasa jadi cowok aja kalo langsung minta kontak kamu ke kamu"

"Ha-ha. Berarti cowok yang lain bukan cowok gitu"

"Bisa jadi"

"Jahat"

Aku menunggu balasannya, tapi tak kunjung dia membalas. Akhirnya aku berusaha mengajaknya mengobrol lagi.

"Kita main TOD yuk!"

"Ada hukumannya gak?"

"Gimana kalo hukumannya harus nurutin permintaan yang menang?"

"Boleh"

"Aku dulu ya. Truth atau Dare?"

"Truth"

"Cih. Cupu kamu. Oke. Jawab jujur. Deskripsikan aku dimata kamu."

"Kamu ngeselin. Garing. Sok asik. Suka bikin khawatir, suka bikin marah-marah.

"Kok jelek semua sih. Jahat kamu.

"Biarin. Sekarang kamu. Truth atau Dare?"

"Dare, deh."

"Tembak aku."

"Kok gitu. Kan aku cewek. Masak cewek nembak cowok?"

"Gak mau nih? Berarti hukuman ya?"

"Eh. Kok gitu. Iya-iya. Tapi kan gak enak kalo nembaknya lewat chat."

"Buka pintu"

"Hah?"

Dengan segera aku membuka pintu kamarku. Dan disana, berdirilah dia dengan muka datarnya. Sangat khas dia sekali.

"Sekarang kamu tembak aku," ucapnya tanpa ragu.

Jujur aku gugup. Siapa yang tidak gugup coba. Di kasih tantangan buat nembak cowok--ya emang sih udah kenal lama, tapi kan baru deket satu bulanan ini--tanpa persiapan. Lihat dong muka dia. Datar sedatar-datarnya. Jadi pingin nabok. Eh, jangan deh, Kasihan muka gantengnya. Eh.

Ditatap seperti itu, mau tidak mau aku harus melakukan juga.

"Kamu mau gak jadi pacar aku?"

"Kamu kalah. Jadi kamu harus dapat hukuman," ujarnya dengan muka tanpa dosanya.

Aku langsung panik. "Loh, loh. Kok gitu. Kan aku udah nembak kamu."

Sekilas dapat kulihat ujung bibirnya naik, menandakan dia seperti sudah merencanakannya.

"Hukuman apa ya yang cocok."

Aku memberengut kesal. "Curang ih. Aku kan udah...."

Mataku mengerjap beberapa kali. Seakan tak percaya, aku melihat wajah lelaki--yang kalau boleh jujur sudah kutaksir sejak pertama aku melihatnya--di hadapanku untuk melihat reaksinya.

Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang