Hari ini ada pelajaran Matematika atau bisa disebut sebagai pelajaran membosankan bagi murid kelas XI-3. Raka sudah menguap berkali-kali, memainkan pulpen di tangannya sambil memperhatikan guru yang menjelaskan di depan. Padahal, sejujurnya Raka juga nggak ngerti apa yang dijelasin sama gurunya.
"Eh bagi kertas kosong dong," ujar Raka pada Vira yang duduk di depannya.
Karena di hari pertama mereka telat, jadi mereka mendapat bangku yang berdekatan atau bisa dibilang bangku sisa. Bahkan saat ingin duduk, mereka sempat berebut lagi. Namun, akhirnya Raka mengalah dan duduk di belakang Vira.
Vira tak menghiraukan Raka. Raka menepuk pundak Vira berkali-kali sampai cewek itu kesal dan akhirnya menoleh ke belakang.
"Lo tuh kalo dipanggil, nengok dong," ucap Raka.
Vira menyipitkan matanya. "Heh, ada juga elo yang salah. Nama gue Vira bukan ah eh ah eh," Ujarnya kemudian kembali lagi pada posisinya.
"Yee, cewek nggak jelas." Raka memajukan bibirnya, meledek Vira.
Guru di depan mengetuk papan tulis berkali-kali dengan spidol, mengisyaratkan agar muridnya yang berisik segera menutup mulutnya.
"Jadi, ibu akan memberi tugas kelompok. Karena kalian baru di kelas 11 dan kelas kalian memang diacak, jadi ibu yang akan memilih kelompoknya supaya kalian bisa saling mengenal satu sama lain,"
Vira yang keberatan langsung mengacungkan tangannya.
"Maaf bu, tapi kita kan bukan anak TK lagi yang harus dibuat kelompok untuk kenal satu sama lain,"
Beberapa anak yang setuju dengan Vira menganggukkan kepalanya sambil berkata 'setuju'. Berkebalikkan dengan Raka. Raka malas bila harus memilih siapa yang akan menjadi teman sekelompoknya, ia pun mengacungkan tangannya.
"Maaf bu, tapi kalo milih sendiri itu nggak adil bu,"
Vira mendelik pada Raka. "Berisik lo," ujarnya tanpa suara. Namun, Raka dapat mengerti ucapan Vira lewat gerakkan mulutnya.
Lagi-lagi guru di depan mengetukkan spidol pada papan tulis karena berisiknya kelas. "Oke, Vira boleh memilih kelompoknya sendiri,"
Vira tersenyum lega karena kemungkinan ia satu kelompok dengan Raka menghilang.
"Tapi, dengan satu syarat," gurunya tersenyum penuh arti. Vira berhenti tersenyum dan menatap gurunya penuh tanya. "Ibu ingin Raka ada di kelompok kamu, karena dia menolak untuk memilih sendiri."
"Hah?" ujar mereka berbarengan. Keduanya saling protes. Namun, guru mereka tidak peduli, karena itu merupakan pilihan mereka sendiri. Vira yang tak mau dipilih, dan Raka yang ingin dipilih.
Raka mengusap wajahnya gusar. "Tuh kan, sial lagi kan gue, pake segala sekelompok sama lo."
Vira membalikkan badannya menghadap Raka. "Eh, ada juga gue yang sial. Lo ada dikelompok gue juga karena lo sendiri."
"Lah siapa suruh gamau dipili-"
"Eh lo yang ngapain maunya dipilihin, bocah TK!" Ujar Vira memotong ucapan Raka.
Keduanya sama-sama bergumam sendiri, mendumel.
"Cewek aneh,"
"Cowok idiot,"
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, salah satu teman sekelompok Vira bernama Angga yang juga teman dekat Raka memberitahu jadwal kerja kelompok. Sedangkan Vira memang sudah pulang duluan. Raka mengangguk paham dan langsung bergegas pulang.
***
Tugas kelompok akan dikerjakan di rumah Angga, salah satu teman sekelompok Raka. Angga juga teman Raka sejak kelas 10. Di dalam kelompok itu juga ada Lyra yang memang dekat dengan Vira. Jadi, Raka sedikit senang satu kelompok dengan mereka walaupun ada Vira.
KAMU SEDANG MEMBACA
The New(old) Hope
Genç KurguRaka dan Vira, dua orang yang cukup terkenal di sekolahnya. Si cowok jahil dan si cewek pemberani merangkai cerita melalui kataan. Hidup dalam kekesalan hanya karena masalah kecil di hari pertama kenaikkan kelas. Mereka mencoba memperbaikki segalany...