PART VII

130 7 0
                                    

Si laki-laki pelayan itu mengabaikan pertanyaan Vanya, menyadari Vanya yang masih terus menatapnya, si pelayan lebih memilih berbicara sebentar dengan temannya.

Vanya tak bergeming, masih menatapnya, mencoba membuka lagi memori lamanya. Dia yakin pernah melihat mata itu sebelumnya.
Si pelayan pun menyadari Vanya yang masih menatapnya, dan langsung saja duduk di depannya. Ditatapnya kembali wajah Vanya, tatapan itu seakan berisi rindu yang mendalam.

"Saya Drian," ujar laki-laki itu memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya.

"Vanya," ujar Vanya membalas uluran tangan laki-laki itu.

"Apa saya pernah mengenal anda?," lanjut Vanya yang masih
penasaran dengan si pelayan yang tak asing menurutnya.

Dan yang membuat Vanya kaget adalah anggukan dari laki-laki itu. Benar firasatnya, kalau laki-laki ini salah satu memorinya yang di lupakan.

Vanya menatap nanar ke arah Drian, entah kenapa kini Vanya merasakan sesuatu yang asing, dia merasakan ehm me- merindukan laki-laki yang memperkenalkan diri dengan nama Drian itu mungkin. 'Entahlah, semua ini terlalu rumit.' Batin Vanya.

"Jadi kamu melupakan saya Anya?" Vanya tersentak keget mendengar Drian yang memanggilnya dengan panggilan rumahnya.

"Apa kita sedekat itu, sampai kamu tahu nama rumah aku?"

Pertanyaan itu hanya mendapat jawaban anggukan dari Drian. Mood Vanya berubah cepat, kini dia tengah mengerucutkan bibirnya merasa kesal karena Drian yang sangat irit bicara.

"Dulu Bunda membawa aku ke psikiater karena traumaku terlalu parah. Psikiater menyarankan untuk menghapus memori masa kecilku. Dan taraaa, aku melupakan semuanya."

"Bunda Marsha pasti melakakuan hal yang terbaik buat kamu." ujar Drian

"Kamu kenal Bundaku juga?" tanya Vanya heran, siapa sebenarnya Drian?

Drian menutup mulutnya kembali, tak jadi menjawab. Karena temannya tadi, membawakan apa yang di mintanya. Satu Coffe tanpa caramel dan sedikit gula, dan satu jus Strawberry milik Drian. Si pelayan menaruh Coffe untuk Vanya dan jus untuk Drian.
Drian mengangguk mengucapkan terimakasih, dan dibalas senyum oleh temannya itu.

Mata Vanya berbinar melihat jus Strawberry milik Drian. Entahlah, mungkin dulu Vanya menyukainya.

"Kenapa? Kamu mau jus saya?" tanya Drian yang tengah menikmati Jus miliknya.

Vanya mengangguk mengiyakan, "aku boleh mintakan?"

"Meskipun ingatan kamu hilang, kamu tetap sama ya, selalu meminta Jus punya saya," ujar Drian terkekeh seraya menyodorkan Jusnya ke arah Vanya.

Masa bodo dengan ucapan Drian, Vanya langsung meminum Jus Drian, rasa asam bercampur manis langsung di terasa di mulut Vanya.

Drian menatap Vanya dengan pandangan rindu, sudah lama sekali dia tak melihat Vanya, saat pertama Vanya memasuki toko ini, ingin sekali Drian langsung memeluk tubuh kecilnya. Namun sekali lagi, Drian terlalu bimbang, apalagi saat itu di wajah Vanya terlihat sekali bekas air mata. Membuat Drian mengurungkan niatnya, tak ingin menambah baban Vanya.

"Jadi pas pertama kali aku kesini, kamu udah tahu kalau itu aku?" tanya Vanya.

Drian hanya menganggul mengiyakan pertanyaan Vanya.

"Kenapa kamu ga kasih tau aku?" Kesal rasanya kalau Drian tahu namun tak memberitahunya.

"Saya bingung saat itu harus ngomong apa, kalau tiba-tisa saya menghampiri kamu, terus bilang kalau saya Drian, teman masa kecil kamu. Apa kamu percaya?" tanya Drian sambil menatap wajah Vanya, wajah yang amat di rindukannya.

Vanya hanya menggelengkan kepalanya, benar juga, pasti saat itu Vanya tak akan mempercayain Drian.

"Kenapa kamu menghilang?" tanya Vanya tanpa berani menatap Drian.

"Kamu ingat kecelakaan itu?"

"Ya, hanya sebelum mobil Ayah menabrak, selanjutnya aku tak mengingat apapun,"

"Bunda yang kasih tahu kamu?" tanya Drian lagi.

"Engga, Bunda cuma bilang kalau saat kecil aku dan Ayah kecelakaan, lalu Ayah meninggal, dan teman laki-lakiku menghilang."

Drian tersentak kaget, dia tak menghilang sungguh. 'Apa Vanya sudah menyadari kalau anak laki-laki itu adalah ... Drian?' batin Drian.
"Boleh saya ketemu Bunda kamu?" tanya Drian.

"Mau apa?" tanya Vanya sembari memincingkan matanya curiga.
Drian hanya terkekeh geli melihat kelakuan Vanya.

"Saya cuma mau tanya, kenapa bunda kamu bisa punya anak secamtik kamu," ujar Drian dengan senyum tulusnya.

Ucapan spontan Drian membuat wajah Vanya memerah. 'Sial, kenapa blushing si, malu malu,' batin Vanya.

Drian hanya terkekeh melihat Vanya, Anya-nya masih tetap Anya-nya yang dulu, yang mudah blushing tiap Drian menggodanya.

"Tidak kok, saya hanya merindukan Bunda kamu. Banyak hal yang sepertinya belum di ketahui Bunda kamu tentang saya," ujar Drian.
Vanya hanya menganggukan kepalanya, memikirkan Drian yang ternyata masa lalunya. Eh ... Dia belum cerita ... Sebenernya dia ada di bagian mana masa lalunya.

"Sebenernya kamu itu ada di bagian mana masa lalu aku?" tanya Vanya sembari meminum coffenya yang mulai mendingin.

"Saya anak laki-laki yang ada di mobil bersama kamu saat kecelakaan itu," ujar Drian pelan.

Vanya tersentak kaget mendengar ucapan Drian. Dengan spontan dia berdiri dan langsung saja memeluk Drian yang tengah duduk.
Drian yang kaget dengan perlakuan Vanya hanya terdiam kaku.

"Kamu sehat-sehat aja kan? Aku takut, aku takut kamu sakit karena kecelakaan itu," lirih Vanya tanpa melepaskan pelukannya.
Drian pun sudah dapat mengontrol diri, dengan perlahan dia membalas pelukan Vanya.

"Selama kamu baik, saya akan akan baik-baik saja." ujar Drian.

---

Vanya yang baru pulang setelah menemui Drian, mendapati Reyhan di depan rumahnya.

"Reyhan?" panggil Vanya.

Reyhan yang merasa dirinya di panggil mendongak menatap Vanya, Reyhan menatap nanar ke arah Vanya. Sungguh dia sanggat merindukan Vanya, Bunda bilang Vanya sedang mengunjungki Mall di jakarta, mengetahui Vanya tlah mau keluar rumah, akhirnya Reyhan menunggu Vanya dari siang jari tadi.

"Kamu sakit?," tanya Vanya yang cemas melihat keadaan Reyhan.

"Iyah Van, disini sakit banget," ujar Reyhan menunjuk ke arah hatinya.
Dengan perlahan Reyhan menghabisi jarak di antara mereka, memeluk Vanya erat, seakan kalau dia melepasnya Vanya akan menghilang.

"Maafin aku Rey," lirih Vanya tak tega melihat keadaan Reyhan yang buruk karena keadaannya.

---

Sehabis kepulangan Reyhan, Vanya memutuskan untuk duduk di halaman belakang rumahnya, dia merindukan bunga bunga Lily milik Bunda nya. Gege yang melihat Vanya dalam keadaan mood yang baik menghampiri Vanya.

"Anya?" panggil Gege seraya duduk di sebelah sepupunya itu,

"Iyah Gege?" ujar Vanya tanpa mengalihkan pandangannya dari Bumga Lily di depannya.

"Ada yang mau gua ceritain, tentang Reyhan sama Laura,"

"Kenapa?" tanya Vanya bingung. Sudah lama sekali Vanya tak mendengar kabar Laura, Vanya sendiri mulai merindukan sahabatnya yang menghilang itu.

"Jadi sebenernya .... "

---

Wiiiiih udah ketahuan nih masalalunya Vanya, si Gege mau kasih tau tuh kenapa dia gasuka sama Laura.. Stayyyy trsssa

VANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang