PART XV

136 8 1
                                    

Gege yang baru saja sampai bersama Drian tersentak melihat Reyhan yang tengah memanggil nama Vanya. Dengan segera mereka menghampiri asal suara, dan benar saja ... apa yang di lihatnya membuat seluruh tubuhnya lemas.

Vanya ... sepupunya ... tengah pingsan di pelukan laki-laki tak berperasaan. Dengan kasar Gege menarik kerah Reyhan hingga berhadapan dengan Gege, "Lu apain Vanya?" tanya Gege tajam.

"Gua gatau, lepas!!" triak Reyhan yang kesal dengan tingkah Gege yang selalu memojokannya.

"Sudahlah dari pada kalian ribut, lebih baik kita bawa Vanya ke rumah sakit." ujar Drian menengahi perselisihan dua remaja di depannya.

Dengan segera Reyhan mengangkat tubuh Vanya dan menaruhnya di jok belakang mobil Vanya. Gege sendiri langsung memposisikan dirinya di dekat Vanya. "Gua yang bawa mobil!" desis Reyhan memperingati. Dia tak yakin Drian akan membawa mobil secepat dirinya.

Dengan kecepatan mobil diatas rata-rata dan sepertinya Reyhan tak sedikitpun menggunakan rem membuat Drian dan Gege berdoa diam-diam agar mereka selamat.

Dan beruntunglah dewi fortuna sedang di pihaknya karena kini mereka sampai dengan selamat. "Suster, tolong pacar saya, pacar saya sakit!!! Tolong cepet!!!!" teriak Reyhan yang langsung saja mencecar suster di depannya.

"I ... Iya mas ... Sabar dulu," gagap suster tersebut yang takut karena bentakan Reyhan.

Dengan segera Vanya di bawa menuju UGD, namun tiba-tiba seseorang menpuk punggung Reyhan, "she'll be fine. It's ok" ujar Gege menenangkan, dia tak tega melihat Reyhan yang hampir frustasi.

Reyhan hanya mengacuhkan Gege dan memilih menunggu di kursi pojok sembari menelungkupkan wajahnya di kedua tangannya. Kenapa dengan Vanya nya??? Kenapa??!! Meskipun Reyhan sempat kecewa dengan Vanya. Namun tak terelakan kalau rasa sayangnya lebih besar.

"bisa bicara sebentar?" tanya Drian yang entah sejak kapan berdiri di depannya. Reyhan sedang tak ingin adu jotos saat ini. Emosinya sedang kacau, bisa-bisa dia menghabisi Drian hingga tak bernafas, dan dia tak ingin itu terjadi.

Melihat wajah frustasi remaja di depannya, Drian meremas bahu Reyhan berusaha menenangkan. Reyhan yang merasa Drian menyentuhnya segera menepiskan tangan Drian, "gua pengen sendiri. Lebih baik lu pergi," ujar Drian dengan nada dinginnya.

"Gua sama Vanya ga seperti yang ada di otak dangkal lu itu," ujar Drian sinis.

Reyhan hanya menatap tajam ke arah manik mata laki-laki di depannya, "lo berengsek, lu pergi tanpa tahu apapun dan menyimpulkan kalau Vanya murahan? Ck, kekanakan,"

Reyhan mengernyitkan dahi, heran bagaimana Drian bisa mengetahuinya. Kelakuan Reyhan membuat Drian yang sadar dengan ekspresi tanya Reyhan, "Laura ... dia nanya kenapa gua pelukan,yang lu anggap mesra itu, sama Vanya," lanjutnya.

"Lu bahkan gatau apa yang di ucapin pas meluk gua." ujar Drian seraya menarik nafas panjang.

"Dia kangen sama lu, dia sayang sama lu," lanjut Drian seraya berbalik meninggalkan Reyhan yang tengah membelalakan matanya kaget dengan penjelasan Drian.

'Kenapa gua terus-terusan berada di pihak yang bikin air mata lu jatuh sih Van?' batin Drian.

Reyhan sungguh frustasi menunggu dokter yang menangani Vanya. Jika di perhatikan, sudut mata Reyhan berair, ya ... air mata itu ... jatuh untuk Vanya, gadis yang selalu dilukainya.

Tiba-tiba saja seorang dokter keluar dari ruangan, "Geandra?" panggil dokter ke arah Gege. 'Kenapa dokter ini kenal Gege?' batin Reyhan tak mengerti.

Reyhan segera mendekat untuk mendengarkan kondisi Vanya. "Apa Vanya masih meminum obatnya? Stadiumnya meningkat" ujar Dokter.

"Obat apa? Stadium apa?" tanya Reyhan dengan suara bergetar.

VANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang