Seorang laki-laki terlihat menyusuri lorong rumah sakit dengan terburu-buru. Reyhan ... dengan pakaian sekenanya dia melangkah menuju ruang inap Vanya. Pagi tadi Gege mengiriminya pesan kalau Vanya sudah sadar dan akan di operasi pukul delapan nanti.
Namun, langkah Reyhan tiba-tiba saja terhenti ketika sampai di depan ruang inap Vanya. Dia ragu ... apa dia masih pantas menampakan wajahnya setelah luka yang dia beri untuk Vanya.
Kali ini rasa rindunya melebihi rasa bersalahnya. Dengan perlahan tangannya menyentuh knop pintu. Sedetik lagi dia akan berhasil membuka pintu di depannya kalau saja tangannya tak dihalau seseorang.
"Ruang Vanya steril, pakai dulu perlengkapannya," Drian mengintrupsi niat Reyhan menemui Vanya. Tanpa menjawab ucapan Drian, Reyhan segera memasuki ruang di sebrangnya untuk mensterilkan diri.
Setelah dirasa cukup dan pantas, Reyhan kembali melangkahkan dirinya ke ruang inap Vanya. Dengan perlahan tangannya memegang knop pintu. Namun, kali ini tak ada lagi yang mengintrupsinya memasuki ruang inap Vanya.
Tubuh Reyhan menegang ketika mendapati Vanya yang tengah duduk bersandari di bangkarnya. Vanya yang menyadari kehadirannya tersenyum menatap Reyhan. "Sampe kapan kamu mau berdiri? Ayo masuk." ucapan Vanya menyadarkan Reyhan.
"Hai," dengan langkah pelan Reyhan mendekati Vanya. Sungguh hatinya teriris mendapati Vanya yang terlihat lebih kurus dari sebelumnya, dengan tangan yang diinfus, dan syal yang menutupi kepalanya.
"Kenapa? Aku jelek yaa?" candaan Vanya menyadarkan Reyhan kembali. Reyhan tak membalas ucapan Vanya.
Dengan perlahan tangannya menyentuk tangan Vanya yang tak menggunakan infusan, "cepet sembuh" ujar Reyhan seraya mencium tangan Vanya.
Vanya menggenggam balik tangan Reyhan, di tatapnya kedua mata Reyhan "kalau pun aku ga bisa sembuh, kamu harus bahagia ya ...." ujar Vanya sembari terkekeh.
Reyhan hanya mengusap tangan Vanya lembut, "kalau kamu gak sembuh, ntar aku nikahnya sama siapa ...."
Vanya kembali tertawa mendengar ucapan Reyhan, "sama cewe cantik dan seksi dong, katanya Reyhan ganteng"
"Tapi aku maunya sama kamu Van," ujar Reyhan yang berhasil meloloskan air mata Vanya.
Mereka terlihat bahagia, tertawa bersama. Namun, mereka sama-sama tahu kalau dalam hatinya masing-masing mereka takut akan perpisahan.
Vanya menggengam lebih erat tangan Reyhan, "aku operasi sebentar lagi loh Rey, jangan buat sedih-sedih ah" ujar Vanya sambil terkekeh.
Reyhan hanya mengangguk dengan senyum tulusnya. "Maaf ya, kamarin malam aku ga mak-"
"Gapapa aku ngerti," ujar Vanya mengintrupsi permintaan maaf Reyhan. Drian telah menceritakan apa yang membuat laki-laki didepannya ini kecewa, dan Vanya memaklumi, karena dia tahu Reyhan laki-laki yang tak ingin berbagi.
"Reyhan ...." panggil Vanya.
Reyhan yang merasa dirinya dipanggil mengangkat kepalanya mencoba menatap ke arah Vanya yang tengah memandang ke arah lain. "Ya Van? Kenapa?"
"Dokter bilang, Operasi ini kalaupun berhasil bisa membuat beberapa fungsi otakku tak berjalan semestinya. Kalau nanti sesuatu yang buruk itu bakal terjadi ..." jeda sejenak Vanya membasahi kerongkonganya yang terasa perih. "Apa cinta kamu bakal sama ...."
Reyhan menatap Vanya dengan pandangan kosong. Dia tak pernah memikirkan itu, kalau Vanya ... cacat ... apa dia masih akan tetap mencintai Vanya. Reyhan membungkam mulutnya, membuat Vanya sadar kalau laki-laki yang tengah menggenggam tangannya tak berniat menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANYA
Teen FictionReyhan Adrian Prasetya, nama laki-laki itu. Nama laki-laki yang selalu tersimpan dihati seorang Vanya. Vanya hanya gadis biasa, bukan gadis bak model seperti Brianna, ataupun bak malaikat seperti Laura, diapun tak setomboy Geandra. Vanya adalah Vany...