Vanya dengan Reyhan pun bertambah dekat, dua bulan masa terakhir sekolah Vanya habiskan bersama Reyhan. Gege sendiri tak banyak komentar mengenai kedekatannya dengan Reyhan. Seperti malam ini, Vanya tengan menikmati es krim yang di berikan Reyhan, menurut Reyhan es krim ini hadiah untuk Vanya karena telah melaksanakan Ujian Nasional, Vanya hanya terkekeh geli dengan kelakuan Reyhan.
Mereka sendiri belum menamakan apa hubungan mereka."Van, makan kali es krimnya. Kalau ga mau buat aku aja ya," celetuk Reyhan yang kini tengah menatap dengan mata berbinar ke arah es krim Vanya.
"Gamau, ini punya aku wlee" ujar Vanya seraya memeletkan lidahnya, selalu ada saja kelakuan Vanya yang membuat Reyhan tersenyum.
"Yuk aku anter pulang, udah malem," ujar Reyhan seraya menarik tangan Vanya.
"Gamau Reyhan," ujar Vanya seraya menarik-narik kembali tangannya.
"Ntar Bunda kamu marah Van kalau aku bawa anak gadisnya keluar, trs pulangnya malem," ujar Reyhan seraya mengerucutkan bibirnya.
Kelakuan Reyhan yang kaya anak kecil membuat Vanya terbahak melihatnya.Akhirnya Vanya menarik tangan Reyhan menuju ke mobil milih Reyhan. Reyhan yang merasa di gandeng oleh Vanya, merasakan jantungnya berdetak terlalu cepat.
'Bener kata Lala, Kenali dan gua pasti jatuh cinta,' batin Reyhan.
---
Reyhan mengantarkan Vanya sampai depan rumahnya, tak lupa di bukakan pintu mobilnya untuk Vanya. Vanya merasa bahagia bisa sering menghabiskan waktu bersama Reyhan.
Tanpa sadar Vanya memeluk Reyhan tiba-tiba, "mau janji satu hal sama aku gak?," ujar Vanya lirih tanpa melepaskan pelukannya.
Merasakan mood Vanya yang berubah, Reyhan mencoba menenangkan Vanya dengan mengertakan pelukan mereka. "Apa?," tanya Reyhan lembut.
"Jangan pernah tinggalin aku, please," ujar Vanya lirih yang mungkin hanya dapat di dengar oleh Reyhan.
Dengan lembut Reyhan melepaskan pelukan mereka, menghapus air mata yang entah sejak kapan mengalir di pipi Vanya, "aku janji," ujar Rayhan dengab senyum menenangkan yang terlukis di wajahnya.
Mendengar janji yang di ucapkan Reyhan, akhirnya senyum Vanya merekah, dan pamit untuk masuk ke dalam rumah. Reyhan sendiri masih terpaku di depan mobilnya, menatap ke arah Vanya hingga gadis itu menghilang.
Perasaan Reyhan mendadak kacau, entah mengapa dia merasakan Vanya akan jauh darinya. 'Engga, Vanya gak akan pergi dari gua,' Batin Reyhan mencoba menenangkan dirinya.
---
"Assalamualaikum Bunda, Gege." ujar Vanya seraya masuk ke dalam rumah.
Terlihat Bundanya dan Gege yang tengah duduk di ruang keluarga.
"Wa'alaikum salam nak, sini ada yang mau Bunda ceritain," Ujar sang Bunda lembut.Vanya hanya menurut dan duduk di samping sang Bunda. Dan mengalirlah sebuah cerita, kalau Ayah Vanya telah tiada karena kecelakaan. Vanya hanya menatap nanar ke arah sang Bunda, mencoba mencari kebohongan di mata sang Bunda. Namun hanya ada kejujuran disana, air mata yang terus saja mengalir menjadi bukti bahwa kenyataan ini terlalu pahit untuk diketahui. Meskipun Vanya belum mengingat kejadian itu, namun dia tahu pasti, rasanya pasti sakit.
Terlihat pula Gege yang menutup wajahnya dengan bantal, bahunya yang naik turun menandakan dia sedang menangis.
Vanya yang tak sanggup berkata apapun, memutuskan untuk naik ke kamarnya meninggalkan Bundanya yang terisak dan Gege yang tengah berusaha meredam tangisnya.
Malam itu, air mata tak hentinya mengalir, 'mengapa Bundanya tega tak memberitahunya?' batin Vanya.
Beban itu di tambah dengan cerita sang Bunda terus terngiang di otaknya hingga dia jatuh tidur.
Flashback
"Aku gamau pulang yan," ujar gadis kecil yang wajahnya menyerupai Vanya.
"Bunda udah nungguin kita Anya, ayo kita pulang. Aku janji nanti kita main lagi," ujar anak laki-laki yang terlihat lebih tua dari si gadis.
Gadis kecil itu pun menggelengkan kepalanya, dia masih ingin main di taman ini."Ayo kita pulang," ujar seorang pria yang mengenakan pakaian dinasnya.
"Tapi Anya masih mau main ayah," ucap si gadis kecil.
Tanpa menjawab penyataan putrinya, si Ayah langsung menggendong gadis kecil itu di pundaknya. Perlakuan itu membuat si Gadis kecil tertawa terbahak.Si anak laki-laki itu pun ikut tertawa melihat kelakuan ayah dan anak itu.
Di tengah perjalanan, sang Ayah terlihat panik. Dia tak menyangka mobil yang di tumpanginya mengalami rem blong. Dia menyuruh si Anak laki-laki yang kebetulan duduk di samping supir mendekat, "Yan, tolong jagain Anya kalo Om ga ada ya nak," ujar laki-laki tersebut yang hanya di balas anggukan tak mengerti dari anak laki-laki itu.
Tiba-tiba saja sebuah Truk melaju dengan kecepatan tak kalah tinggi dari mobil si Laki-laki itu, karena jarak terlampau dekat akhirnya, kecelakaan tak terelakan. Si gadis kecil merasakan sakit yang teramat parah, karena tak kuat akhirnya dia memejamkan matanya menahan sakit. Perlahan-lahan dia membuka matanya, namun semuanya hanya putih ... Tiba-tiba saja terdengar suara si Anak laki-laki "Aku pasti kembali Anya."
Vanya tersentak kaget dengan mimpi yang di alaminya, setelah semalam Bunda memberitahu Vanya mengenai fakta tentang ayahnya yang sudah meninggal karena kecelakaan, akhirnya Vanya mengingat sebagian kecelakaan itu.
Air mata Vanya luruh setiap kali otaknya mengenang kejadian yang baru saja terjadi di mimpinya. Vanya telah menginggat kejadian itu, walau hanya sebagian. Karena selanjutnya dia tak tahu apa yang akan terjadi.
Baru sesaat Vanya merasakan kebahagiaan bersama Reyhan. Namun dia harus merasa sakit lagi setelah tahu tentang Ayahnya. Dan sebuah pertanyaan muncul di benaknya 'Siapa si anak laki-laki itu?' batin Vanya.
---
Vanya sedang ingin sendiri, dia mematikan Handphonenya. Membuat Reyhan kalut karena kelakuannya ini. Vanya sendiri sudah tak bicara dengan Bundanya maupun Gege. meskipun masih sekamar, namun Vanya menutup dirinya dari Gege.
Berkali-kali Reyhan mengunjungi rumah Vanya, namun hasilnya selalu sama, Vanya tak ingin di temui.
Liburan sebelum memasuki masa perkuliahan dihabiskan Vanya dengan merenung. Meratapi nasib Ayahnya yang sudah tiada. 'Mengapa mereka tega tak memberitahu Vanya? Mengapa mereka tega menghapus ingatan Vanya?' batin Vanya.
Ya setelah kecelakaan itu, karena trauma akan kecelakaan itu, sang Bunda membawa Vanya ke Psikiater, meminta pada Psikiater itu untuk membuat Vanya lupa akan apa yang terjadi.
---
VANYA POV
Sudah seminggu aku menutup diri dari siapapun, hari ini rasa suntukku terlalu menjadi. Lebih baik aku menuju toko coffe, dari dulu coffe memang menjadi temanku kala ada masalah. Coffe lebih mengenal baik masalahku mungkin.
Toko coffe yang saat itu ku kunjungi sehabis bertengkar dengan Reyhan di toko Buku, menjadi pilihanku. Tempatnya yang nyaman membuatku merasa ingin kesana lagi. Aroma coffenya yang semerbak saat pertama kali menginjakan kaki di sana membuatku ingin menenangkan diri disana.
Aku melangkahkan kakiku memasuki toko coffe itu, dan ya benar saja aroma khas coffe langsung memenuhi indra penciumanku. Seorang pelayan terlihat sibuk melayani pelanggan. Aku memilih untuk duduk di suduh toko, "ingin pesan apa nonna?" tanya seorang pelayan. Dari suaranya aku mengetahui, pelayan ini pula yang pernah melayaniku sebelumnya. Perlahan aku mengangkat kepalaku. Menatap ke arah si pelayan.
Mata itu ... Sepertinya aku pernah melihatnya. Aku terus menatap ke arah si pelayan.
Si pelayan itu pun tersenyum, aku masih memandanginya, mata itu seakan Familiar.
"Apa kita pernah mengenal?" tanya ku, mengabaikan pertanyaannya tentang pesananku.
Dia hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku.
'Siapa dia sebenarnya' batinku.

KAMU SEDANG MEMBACA
VANYA
Teen FictionReyhan Adrian Prasetya, nama laki-laki itu. Nama laki-laki yang selalu tersimpan dihati seorang Vanya. Vanya hanya gadis biasa, bukan gadis bak model seperti Brianna, ataupun bak malaikat seperti Laura, diapun tak setomboy Geandra. Vanya adalah Vany...