Gege yang melihat Vanya berjalan keluar toko, segera menghampiri Vanya. Namun, yang di dapati hanya Vanya yang menatap kosong ke satu arah. Gege pun mengikuti arah pandang Vanya. Pantas saja Vanya tak bergeming, siapapun akan melakukan hal yang sama apabila di posisi Vanya, melihat seseorang yang di anggap sahabat tengah berjalan mesra bersama laki-laki yang di sayanginya.
Gege sendiri menatap sinis ke arah sepasang anak adam yang terlihat pucat pasih di depannya. "Kenapa ra? Bukannya kita sahabat?" tanya Vanya lirih.
Laura yang mendengar namanya di panggil segera mengampiri Vanya, "Van, ini engga seperti yang lu liat," ujar Laura berusaha menyentuh tangan Vanya untuk menjelaskan.
Dengan cepat Vanya menampik tangan Laura, "terus seperti apa ra? Pergi tanpa kabar, dan sekarang gua lihat lu sama Reyhan. Ternyata bener ya kalian saling sayang," ujar Vanya seraya mengalihkan pandangannya ke arah Reyhan.
Reyhan menatap Vanya dengan penuh rasa bersalah. Vanya yang melihat tatapan Reyhan langsung membuang mukanya.
"Vanya please dengerin aku dulu ya," ujar Reyhan mencoba memberi penjelasan. Bagaimana pun Vanya merupakan orang yang selalu menemaninya di saat Laura pergi.
"Reyhan .... " panggil Vanya lirih, sungguh sebenarnya Vanya sudah tak sanggup menahan sesak di dadanya. Dia kira Reyhan miliknya, menyayanginya, seperti dia menyayangi Reyhan.
Tapi kini ... benar kata Gege kalau Reyhan memang milik Laura, sahabatnya, atau sekarang boleh kah dia menyebutnya, Mantan sahabat?
"Ya Van," ujar Reyhan sembari mendekat ke arah Vanya.
"Stop disitu, aku cuma mau minta kamu ngelepas janji kamu. Aku ... Mau ... Kamu pergi ... Aku gak akan minta kamu buat tetep sama aku, aku bebasin kamu, mulai sekarang kamu boleh pergi," Vanya tak sanggup lagi, air matanya terus mengalir sedari tadi.
Reyhan sendiri terbelalak tak percaya dengan apa yang di ucapkan Vanya, tak mungkin dia melepaskan Vanya dengan mudahnya. "Engga Van, engga mungkin aku lepasin kamu gitu aja, please dengerin aku dulu," bujuk Reyhan.
Vanya hanya menggelengkan kepalanya, tanda kalau keputusannya telah bulat. Laura sendiri sudah menumpahkan air matanya sedari tadi, melihat sahabatmu memandangmu dengan kecewa sungguh bukan hal yang menyenangkah, di tambah dia melihat Reyhan orang yang pernah menyayanginya kini ternyata sudah menyayangi orang lain, memang ya penyesalan selalu hadir di akhir.
Gege hanya terdiam menatap Vanya, Gege tahu sahabatnya tengah rapuh. "Van?" pqnggil Gege yang tak kunjung dapat jawaban dari Vanya.
Dari jauh Drian menatap ke arah orang-orang yang terlibat konflik di depannya. Hatinya sakit melihat Vanya yang menangis karena orang lain. 'Ternyata selama saya pergi, tempat saya di gantikan orang lain ya?' batin Drian menahan sakit hatinya.
Persetan! Drian tak tahan lagi melihat Vanya menangis. Dengan segera Drian menghampiri Vanya, menarik Vanya ke dalam pelukkannya. Drian mengucapkan sesuatu ke arah Gege yang dibalas anggukan oleh Gege.
Vanya masih terisak di pelukan Drian, Reyhan tersikap melihat Vanya di peluk laki-laki lain, kalau saja Gege tak memberinya tatapan tajam, mungkin saat ini juga Reyhan akan menarik Vanya dari pelukan laki-laki itu.
"Sudah jangan menangis, Vanya yang saya kenal pasti perempuan kuat, dan kamu pasti perempuan kuat kan?" ujar Drian
"Dan perempuan kuat itu tidak menangis Vanya," lanjut Drian.
Dan benar saja, tangis Vanya mereda. Merasakan Vanya tak lagi terisak Drian melepaskan pelukan mereka dengan lembut."tolong jangan ganggu gadis saya lagi, saya gak suka melihat dia menangis karena laki-laki lain. Terima kasih pernah menjaganya," ujar Drian dingin, ucapan yang sudah pasti di tujukan ke arah Reyhan, membuat laki-laki itu kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANYA
Fiksi RemajaReyhan Adrian Prasetya, nama laki-laki itu. Nama laki-laki yang selalu tersimpan dihati seorang Vanya. Vanya hanya gadis biasa, bukan gadis bak model seperti Brianna, ataupun bak malaikat seperti Laura, diapun tak setomboy Geandra. Vanya adalah Vany...