A L F A
Gue hanya diam sembari menatap punggung kecil Jes yang memudar seiring ia menuruni tangga. Pengecut? Iya, gue akui itu. Tapi bukankah ini lebih baik daripada gue harus membohongin perasaan gue sendiri dan merantai Jes dengan harapan palsu?
Gue harap yang gue lakuin sekarang gak bakal nyakitin Jes kedepannya.
Satu masalah clear, sekarang tinggal ke Melati. Kalo gue nyataiin sekarang, ada 2 kemungkinan.
1. Gue bakal ditolak karena Mel lebih mentingin perasaan Jasmine daripada keselamatan hati dia.
2. Gue bakal diterima tapi dengan jenis hubungan backstreet karna Mel pasti bakalan jaga perasaan Jes.
Gak ada yang bagus dari dua pilihan diatas, sebenernya gue lebih yakin kalo Mel bakal pilih pilihan yang pertama.
Walaupun gue punya tampang songong dan playboy kayak gini, tapi demi anak kucing tetangga gue gak pernah sama sekali pacaran. Jadi momen pertama gue melepas status single yang telah merekat selama 17 tahun harus dengan istimewa.
Nyanyi diiringin gitar? Basi.
Candle light dinner? Basi.
Sebuket mawar? Basi.
Didepan umum? Basi.
Surat? Basi.Alarm masuk membuyarkan imajinasi indah gue, serta membuat gue bergegas turun dan menuju kelas. Sepanjang pelajaran pun, gue berusaha gak melirik dan menghampiri Jes yang tidak terdengar suaranya sedikitpun.
"Lo udah jujur ke Jasmine?" Abdi menepuk pelan bahu gue.
"Udah, tadi di atap" sahut gue.
"Reaksinya? Dia nangis?"
"Enak kalo dia nangis atau marah bila perlu tampar gue sekalian, jadi gue lebih mudah buat bujuk dia. Ini gue belum ngomong dia udah tau duluan, terus pengen keliatan strong gitu dengan lagak bijak tapi mata dia udah jernih kayak embun gitu penuh air. Bikin gue berkali-kali lipat lebih ngerasa bersalah" keluh gue.
"Biasa, cewek mah gitu. Dia berusaha jaga hatinya dengan sok tegar kayak gitu" Abdi terkekeh pelan.
"Gue mau nyatain perasaan gue" ucap gue yang langsung membuat Abdi menggantikan kekehannya menjadi sebuah plototan.
"Gile lo! Mentang Jes masang tampang oke fine tapi gak boleh secepet ini lah, lo tetep harus jaga perasaan dia" Abdi menoyor kepala gue.
"Dia udah kasih izin kok" gue membela diri.
"Kapan lo mau bilang ke Mel?"
"Secepatnya" jawab gue mantap.
"Lo tembak didepan Jasmine aja sekalian, biar perasaan Jes langsung jadi abu" sindir Abdi.
"Gue pengen yang beda"
"Serah lo deh. Tapi gue harap lo masih bisa hargai perasaan Jes" nasihat Abdi yang gue tanggapi dengan anggukan.
Alarm pulang berbunyi, gue meletakan buku tugas kelas terlebih dahulu yang memang sudah menjadi kewajiban gue sebagai ketua kelas.
Gue langsung berlari menuju kelas IPS 1, kelas Melati. Beberapa anak masih berada dikelas. Tapi gue gak melihat Melati.
"Hei! Cari siapa bro?" Tegur Prayogi yang merupakan salah satu anggota basket juga.
"Lo kenal Melati gak?" Tanya gue.
"Hm, Xandria maksud lo? Dia udah pulang, tuh bangkunya yang pojok nomor 2 sebelah kanan" tunjuk Prayogi.
"Yaudah deh kalo gitu gue cabut dulu" pamit gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me or My Twin?
أدب المراهقينMenjadi anak populer, ketua Cheers, pintar, anggota osis dan selalu berusaha tampil cantik. Apakah itu tidak cukup untuk membuatmu menyukaiku? -Axandra Jasmine Pradhanita ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ Mempunyai kembaran menyenangkan bukan? Tapi bagaimana jika ki...