"Tujuh ice caramel mocha, dibungkus ya!"
Usai mengucapkan pesanannya, pemuda itu mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayar. Ia lalu berbalik badan, berniat untuk menunggu di salah satu meja.
Namun langkahnya langsung terhenti saat melihat seorang gadis yang tadi mengantri di belakangnya. Matanya mengerjap, berusaha mengenali.
Gadis itu seakan tak menyadari bahwa dirinya tengah diamati, ia melangkah maju untuk memesan. "Satu ice vanilla latte dan strawberry waffle."
"Maaf, kamu Lalisa kan?"
Gadis berambut panjang itu menoleh. "Iya. Kamu siapa ya?"
Pemuda itu melihat ke sekeliling coffee shop yang tampak sepi, ia kemudian mendekat. Membuka masker putih yang sejak tadi menutup sebagian wajahnya.
"Hai!" senyum manisnya merekah.
Lisa mengatupkan mulutnya tak percaya. Bahkan ia merasa bahwa hampir-hampir saja jantungnya turun ke lambung saat melihat senyuman dan wajah itu.
"K-kak Junior?"
Junior mengangguk sekilas, lalu berjalan menuju ke kasir saat pesanannya telah siap. "Lisa, punya waktu sebentar? Kakak mau bicara sama kamu, kalau kamu bisa."
"H-hah? I-iya, Kak," gadis itu mengangguk cepat, ia lalu menyerahkan selembar uang ke kasir. "Kakak, duduk saja duluan. Saya menyusul."
Sebelum menuju ke salah satu meja, Junior kembali tersenyum pada Lisa. Membuat Lisa rasanya ingin mengigiti meja kasir sekarang juga.
"Ini pesanannya."
Dengan cepat, Lisa menyambar nampan betisi pesanannya, segera melangkah menuju meja yang ditempati Junior.
"Duduk, Lisa," tutur Junior saat Lisa hanya berdiri sambil tersenyum canggung.
"Saya takjub aja, Kak. Bisa duduk sama kakak begini," pelan-pelan Lisa menaruh nampannya.
Lagi-lagi Junior melempar senyuman, jika senyuman adalah satu hal yang berbayar, maka Lisa yakin senyuman Junior adalah salah satu yang berharga mahal.
"Kakak tidak pesan makanan?" tanya Lisa. Ia mulai menyendoki waffle-nya. "Saya makan ya, Kak?"
"Kamu punya waktu sebentar? Bisa nunggu lebih lama?" tanya Junior.
Lisa mengangguk sebagai jawaban 'iya' karena mulutnya sedang sibuk mengunyah.
Tangan Junior meraih ponsel di saku jaketnya. Mengetik pesan pada seseorang.
Coffee shop di dekat Happy Market, sekarang! Lisa di sini!
*
Lisa menatap penuh tanya pada Junior, namun sungguh tak berani bertanya. Sejak tadi, satu nama terus berputar dalam kepalanya.
Meski Lisa hanya terduduk diam, namun Junior dapat melihat kegelisahan dalam mata gadis itu. "Kamu kenapa, Lisa?
"Eh, tidak apa-apa, Kak," Lisa menunjukkan cengiran lebarnya.
"How about your childhood friend? Tidak mau bertanya soal dia?" tanya Junior.
Dunia bagai membeku saat itu juga, Lisa jelas tahu siapa yang dimaksud oleh Junior. Ia bahkan ingin bertanya tentang pemuda itu sejak awal, namun sengaja diurungkannya.
Senyum lebar Lisa tunjukkan pada Junior. "Saya mau ke toilet sebentar ya, Kak. Gak apa kan?"
"Ah, iya," Junior mengangguk.
Gadis itu lalu melenggang pergi setelah Junior tak keberatan untuk ditinggal sendiri. Ia melangkah dengan perasaan campur aduk. Sisi lain hatinya ingin bertanya, bahkan ingin bertemu Bambam.
Namun sisi lain hatinya meragu. Ia takut jika mengetahui nanti semuanya tak lagi sama. Ia tahu, segalanya pasti berubah.
*
Terburu-buru Lisa meninggalkan toilet dan keluar melalu pintu keluar bagian barat yang lebih dekat dengan toilet, setelah mendaparkan pemberitahuan bahwa seluruh trainee diwajibkan berkumpul di gedung YG.
Gadis itu bahkan sampai tak mengingat soal Junior, otaknya kini hanya diisi oleh pikiran bagaimana supaya ia bisa sampai dengan cepat.
"Aiiish! Benar-benar!" gerutu Lisa.
Tanpa ia tahu, seseorang telah datang menghampiri Junior. "Mana?"
"Dia sedang ke toilet, tunggu saja," jawab Junior.
Bambam mengangkat bahunya. Pemuda itu duduk di depan Junior, tempat di mana Lisa duduk tadi. Saat melihat apa yang tersaji di meja, senyum Bambam mengembang.
"Kesukaannya masih tak berubah," pemuda itu bergumam sambil terus menatap ice vanilla latte dan strawberry waffle di meja.
Junior begidik. "Ehm, agak ngeri sih, melihatmu senyum-senyum sendiri kayak gitu."
Bambam tak ambil pusing soal ucapan Junior, ia tetap saja tersenyum. Acap kali, ia menatap terus-terusan ke arah toilet.
"Eh, udah ya? Kamu aja yang nunggu sendiri di sini, gak apa? Soalnya ini minuman pasti udah ditunggu," Junior melirik tujuh ice caramel mocha di meja.
Inginnya menahan Junior untuk menemani, karena ia seperti … tak siap bertemu Lisa. Takut jika gadis itu malah langsung pergi saat melihatnya. Bagaimana pun, ia telah meninggalkan.
"Kamu tahu kan? Jackson sama Yugyeom bisa ngebantai kakak, kalau ini minuman telat datang."
Mau tak mau, Bambam mengangguk.
Junior tersenyum, ditepuknya pundak Bambam dengan yakin. "Good luck, brother!"
***
Haha good luck. Good luck apaan kak junior?
TAU GAK SIH? CHAPTER INI TUH KAMPRET SEKALI. Saya nulis sambil bayangin Junior lagi melempar senyum manis, arrrghtwiabzsffgjkxkzk!!!!
Oh iya, sesuai komenan dedek emeshku jlldal dan @bbymarkt maka pertemuan bambam x lisa bakal ada jikalau benar terjadi bamlisa moment secara nyata wkwkwkwkwkwkwkwwkwkw.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Lisa, Untuk Bambam
FanficKarena kamu adalah salah satu alasan mengapa aku bisa bertahan hingga sejauh ini. [Sebagian cerita telah diprivate].