Satu

22.2K 1K 19
                                        


Cahaya lampu gemerlapan terpampang jelas di hadapanku, wahana permainan yang sudah lama tidak aku lihat bahkan yang tidak pernah ku lihat bermain dengan riang dengan suara musik khasnya pada setiap wahana. Sosok lelaki di hadapanku menatap lurus dengan senyuman hangat di wajahnya. Dia menarik tanganku yang ia genggam erat seakan tidak akan melepaskannya. Aku berjalan mengikutinya, menggengam balik tangannya yang besar dan hangat sambil merangkul erat lengannya yang kokoh.

"Kamu menyukainya?" tanyanya dengan mendekatkan kepalanya kepadaku sehingga aku bisa merasakan hembusan napasnya yang menerpa daun telingaku.

Aku menolehkan kepalaku kepadanya yang begitu dekat denganku. Aku mencium sekilas bibirnya di hadapanku dan memberikan senyuman terbaikku kepadanya, "Aku sangat menyukainya." Aku melepas tanganku dari lengannya yang sekarang memeluk tubuh hangatnya padaku. Ia meraih tubuhku dengan tangannya yang melingkar di belakang dan mencium dahiku dengan bibir seksinya.

"Alright Princess, what did you want to ride, first?" bisiknya dengan suara beratnya yang khas.

"Komedi Putar," jawabku dengan memberi tatapan serius padanya. Aku benar-benar ingin naik komedi putar saat ini bersamanya, seperti buku dongeng yang pernah aku baca dulu.

"Haha ... Kamu bercanda? Itu permainan anak-anak."

"Chika ingin naik itu." Aku mengeluarkan senjata pamungkasku. Aku tidak suka dia menertawakanku, aku benar-benar ingin naik komedi putar bersamanya. Aku memajukan kedua bibirku dengan memasang wajah merajukku dan berbicara seperti diriku yang dulu.

"Baiklah," jawbnya sambil menggosok pelan belakang lehernya. Aku menunjukkan senyum kemenangan. Saat berada di rumah kakek beberapa hari, aku sadar satu hal kalau dia tidak bisa menolak keinginanku jika aku berbicara dan berlaku seperti diriku yang dulu saat bertemu dengannya. Wajah menyerahnya sama seperti delapan tahun lalu.

"Setelahnya, kamu mau naik apa?"

"Bianglala," jawabku tanpa berpikir panjang, karena saat itu di hadapanku berdiri wahana bianglala yang besar dan indah dengan lampu gemerlap di tempatnya.

"Good Choice," bisiknya yang membuatku mendongak untuk melihat wajahnya yang tersenyum sedikit mengerikan. Bukan mengerikan yang membuatku ketakutan, tapi mengerikan yang membuat dadaku berdebar tidak karuan saat melihatnya.

Dia merangkul tubuhku sehingga benar-benar mendekat kepadanya, kepalanya sedikit menunduk ke telingaku dengan berbisik, "kita bisa melakukan hal menarik, berduan selama lima belas menit di atas sana tanpa ada yang menganggu."

Lelaki mesum. Aku sadar dengan gaya hidupnya, tapi aku masih tetap tidak terbiasa akan setiap perkatannya maupun perbuatannya kepadaku yang selalu membuatku berdebar, kesulitan bernapas dan paling parah, ia membuat wajahku memerah seperti kepiting rebus.

Aku mendorong tubuhnya dan melepaskan diriku dair pelukannya. Setengah berlari aku membalikan tubuhku kepadanya dengan senyuman di wajahku. "Mau bermain dengan Chika?" tanyaku kepadanya yang sedang menatapku dengan memicingkan matanya dan senyum di bibirnya yang selalu membuatku jatuh hati padanya, "siapa yang sampai terakhir di wahana komedi putar harus menuruti satu permintaan dari yang sampai terlebih dulu?"

"Ok." Aku segera berlari tanpa memberi aba-aba saat ia setuju dengan permainanku. Tanpa menengok ke belakang, aku berlari dan berlari sehingga aku hampir ke habisan napas.

Merasa ada yang aneh, aku membalikan tubuhku kebelakang untuk melihat sosoknya. Dia menghilang. Dia tidak ada di belakangku. Aku kembali menelusuri langkahku untuk mencarinya. Dia menghilang, kak Surya tidak ada di belakang, kak Surya tidak mengejarku.

His Eyes on Her  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang