Page 12

393 75 35
                                    

################################

Roni Vandarus pov


Oke, ini mulai mengerikan. Lebih tepatnya kelewatan, sebenarnya bukan begini yang kupikirkan. Ku kira si pembunuh ini akan langsung menunjukan wajahnya. Jadi kami akan langsung menghajarnya. Tapi itu Cuma angan-anganku saja.

###

Serentak keributan yang mirip pasar malam itu malah lebih menjadi-jadi, harusnya pamannya Hany tidak mengatakannya di dulu saat seperti ini.

"Kita terjebak di pantai ini, hanya kita." Sambung paman Julkar sambil meneguk segelas air yang ada di meja.

"Jadi kita di paksa bermain survival ya?" Sela Marisa datar.

"Bisa-bisa kita mati di sini, huaaa....!!!!" Teriak Eza. Tangisan mirip bayi baru lahir itu benar-benar membuat kepalaku pusing, bisa-bisa aku mati duluan karena pusing sebelum sempat keluar dari pulau ini, lebih tepatnya pantai mengerikan ini.

"Dion, Roni, Bapak yang baru datang tadi, Dan kau wanita yang barusan bicara. Yang lain istirahat, Pemilik pondok, bawa mereka dan tenangkan!!" Perintah inspektur. Tentu saja semua menurut. Bah, coba aku yang bicara, bisa kena banting Marisa.

###

Kini hanya kami berenam, yang tersisa di aula. Di tambah kak Atiek yang baru saja datang. "Pak mungkin saya bisa membantu. Nama saya Atiek."

"Oke dek Atiek, kita mungkin akan terjebak di sini selama beberapa hari sebelum kami berhasil mencari jalan keluar. Apa di pondok ini ada persediaan makanan."

"Ada pak, tapi hanya untuk 5 orang selama 7 hari. Nanti saya cek kalau-kalau masih ada persediaan."

"Terus kita-kita mau di apain?" Sela Marisa tidak setuju. Walaupun gagah perkasa, tetap saja kalau soal makanan pasti mau. Toh, sekuat-kuatnya orang pasti butuh makan. Mungkin itu yang ada di otaknya Marisa saat ini.

"Tenang dek, kalau makanan kita bisa irit sedikit-sedikit. Yang penting itu keselamatan kalian." Inspektur meletakkan pulpennya. "Kalau kita terjebak, kemungkinan pembunuh itu tidak ada di sini."

"Siapa orangnya yang tega melakukan hal ini?" Ucapku tak percaya. Sambil menggeleng-gelengkan kepala ala orang alim.

Inspektur menatapku lekat-lekat, "Ingat kejadian di sekolahan?"

"Ingat dengan jelas inspektur."

Inspektur bediri, berjalan ke pintu luar, "Kalian jaga diri, bapak masih harus memeriksa sesuatu."

Sejenak ku pikir inspekturlah pembunuhnya. What.. gak mungkin itu terjadi, kami sudah kenal lama, 3 tahun kami sudah bekerja sama, dan pikiran negative seperti itu sudah muncul di kepalaku tentang inspektur.

###

Setelah diskusi selesai aku memutuskan untuk menenangkan diri dari kejadian tadi. Gimana nasib Rahul, Boy, Andi, Eza, dan Marisa. Kenapa dalang di balik semua ini ikut mengundang mereka. Apa juga salah mereka.

Saat ini inspektur Kim pergi entah kemana, teman-temanku sedang mencoba menghilangkan rasa khawatir mereka. Ku lihat di samping pondok indah, Dion sedang mencari kayu-kayu kering yang berserakan. Untuk apa?

"Bro..!!!, itu untuk apa?" Teriakku dari pinggir pantai.

Dion menoleh kearahku, "Listriknya padam, ada yang memotongnya. Memotong kabel listriknya."

What the..!!!, pembunuh ini masih belum puas juga mengurung kami di pantai ini. Ingin kami mati kepanasan rupanya. Ahh... kalau ketemu bakal ku siksa habis-habisan tuh pembunuh.

ACTUAL TARGET (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang