Kali ini aku ingin bercerita tentang kesakitan yang paling membekas. Bukan pada tubuhku tapi di hatiku jas.
Saat itu bukan pertama kalinya laki-laki menyebut nama lain saat bersamaku. Terlalu sering aku menemuinya.
Tapi percayalah, saat kau yang menyebut nama lain saat bersamaku. Hal itu terasa teramat sakit jas. Seakan ribuan pisau menyayatku bersamaan dan terus menerus.
Karna kau orang yang ku cintai. Ketika bahagia yang kau berikan akan berlipat ganda rasanya dan sama halnya dengan kesakitan yang kau berikan jas.
"Kesakitanku di mulai..."
Mataku baru saja terbuka. Ku arahkan pandanganku pada jendela kecil yang ada di kamarku. Di luar sana masih gelap. Namun bisa kudengar suara hujan yang turun cukup deras. Kualihkan pandanganku pada jam dinding yang ada di atas jendela itu, waktu masih menunjukan pukul 4 pagi.
Masih terlalu pagi untuk jam bangun tidurku. Ku rasakan ada tangan yang memelukku erat di bagian perutku. Tangan kekar itu. Itu tanganmu jas. Seperti malam-malam sebelumnya kita menghabiskan malam panjang itu bersama.
Sejak ciuman pertama kita di club waktu itu kau pasti selalu berakhir bersamaku. Entah sudah berapa lama kita seperti ini.
Ku balikan tubuh polosku menghadap tubuh yang ada di belakangku. Ku pandangi wajah eksotis itu. Matamu masih terpejam. Ku arahkan tanganku untuk menyentuh wajahmu, di mulai dari keningmu sering berkerut kala kau tidur. Entah apa yang sedang kau pikirkan. Jemariku turun mengelus alis hitam legam itu. Mata yang terpejam. Ingin sekali aku bangun dan ku cium kedua matamu. Tapi kuurungkan, aku tak mau mengganggu tidur lelapmu. Tanganku turun ke hidung mancung milikmu. Tanganku masih enggan berhenti menapaki setiap jejak wajahmu. Kini giliran bibirmu yang menggoda, tidak tipis tapi juga tidak tebal. Proporsional. Hingga tanganku sampai pada dagu kokohmu. Dagu yang selalu bersih dari bulu-bulu halus.
Saat seperti inilah aku bisa menikmati wajahmu. Wajah yang membuatku jatuh cinta. Bukan wajah yang kini sering kau tampilkan untukku atau orang lain. Datar dan dingin.
Aku merindukan senyum yang dulu merekah manis untukku. Yang ada kini hanya senyuman sinis yang entah kau tunjukan pada siapa. Kau selalu melakukannya saat kita sedang berciuman. Apa kau menyadarinya jas?
Sejujurnya aku menyukainya sangat menyukainya. Saat kebersamaan kita yang seperti ini. Wajahmu yang menjadi pemandangan pertama saat aku membuka mata. Seakan kau memang milikku.
Aku tersenyum saat menyadari pikiranku barusan. Tidak ada yang bisa menjadi hak milik seorang pelacur aku hampir saja melupakannya.
Pikiranku melayang pada percintaan panas kita semalam. Tiba-tiba perasaan sakit itu muncul. Menimbulkan sesak yang begitu sakit di hatiku.
Kau menyebut namanya jas. Kau menyebut nama alena sepanjang percintaan kita. Saat itu bukan pertama kalinya partner sex ku menyebut nama lain saat mereka mendapatkan pelepasannya.
Tapi saat itu berbeda jas. saat itu aku yang kau peluk, aku yang kau cium tapi dalam benakmu hanya ada alena.
Sakit sekali jas rasanya. Tapi memang itulah gunanya aku kan? Pelacur memang bertugas menjadi alat pelarian.
Tanpa ku sadari air mataku menetes. Membasahi bantal yang aku kenakan. Dengan perlahan ku lepaskan jeratan tanganmu di perutku. Ku langkahkan kakiku menuju kamar mandi yang juga berada di kamarku.
Tak usah berpikir jika aku tak tahu malu. Jika aku tahu masih memiliki masa malu aku tak akan menjadi seorang pelacurkan. Lagi pula jarak kamar mandi dari tempat tidurku hanya beberapa langkah, jadi untuk apa aku harus bersusah payah memakai pakaian, jika di dalam kamar mandi akan ku lepas lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bitch Diary
RomantikKesedihan, kesakitan, tak di hargai, menjadi makananku sehari hari. Tak ada yang bisa aku salahkan karna memang ini salahku, ini karmaku. Dan maaf harus membuatmu merasakannya karnaku. -jennifer Dove- Keegoisanku membuatku menyesal, ketidak pekaanku...