~16~ Bitch Diary (14)

4.8K 141 19
                                    

Hai jas, aku tak menyangka jika pagi ini aku masih bisa menghirup udara di dunia ini.

Sakit ini benar-benar menyiksaku jas. Tapi aku bersyukur aku masih bisa mendengar suara tangis jaden. Dia hanya bisa menangis, minum susu, kemudian tidur.

Tapi aku ingin ada untuknya, aku ingin menenangkannya saat ia menangis tersedu, memberinya susu,kemudian memeluknya setelah ia lelap tertidur.

Tapi keinginan sesederhana itupun aku tak bisa mewujudkannya. Betapa tak berguna jalang ini jas.

***

Mataku terbuka saat kurasakan sakit di perutku. Ku edarkan pandanganku memandang sekitarku, aku tak asing dengan kamar ini.

Aku di kamarmu jas. Ku lihat jam sudah menunjukan pukul 1 dini hari. Aku terlalu lama tidur sepertinya.

Aku merasakan gejolak yang luar biasa di perutku. Tapi saat aku hendak berlari ke toilet, aku merasakan ada sesuatu yang berat di perutku. Tanganmu ada di sana jas. Lengan besar itu tengah memelukku, seakan memberiku kehangatan yang aku impikan selama ini. Ku alihkan pandanganku ke wajah tidurmu, mata madu itu tengah tertutup, alunan nafas tenangmu, hidung mancungmu, dagu yang telah bersih dari jambang-jambang yang beberapa minggu lalu menghiasa wajahmu.

Saat itu aku benar-benar berharap jaden mirip sekali denganmu, kau memang tak setampan para dewa yunani, atau model-model yang memamerkan tubuhnya di majalah. Tapi bagiku kau tetap yang terbaik, yang memandangku dengan tatapan hangat walau aku seorang jalang.
Gejolak itu semakin menuntut untuk di keluarkan. Tanpa perduli akan membangunkanmu aku langsung berjalan secepat yang aku bisa agar bisa sampai di kamar mandi.

Aku muntah hingga tak ada lagi yang bisa aku muntahkan. Itu bukan muntahan karna kehamilanku, lebih karna penyakit sialan itu. Cairan itu menandakan jika kanker itu semakin gila menguasai tubuhku.

Dengan sisa tenaga yang tak seberapa aku berjalan perlahan menuju tempat tidur lagi. Rasanya benar-benar lemas.

Kulihat kau sudah terbangun dengan tubuh yang menyender pada kepala ranjang. Kau mengalihkan pandanganmu padaku.

"Kau tak apa jen? Aku benar-benar takut tadi saat ku rasakan tanganmu begitu dingin."

Suaramu menandakan ada ke khawatiran di sana. Bersyukur tentu saja. Kau benar-benar telah menjadi jason yang dulu aku kenal.

Ku balas suara kalutmu dengan senyuman ringan. Ku dudukan diriku di sampingmu.

"Tak apa, aku hanya kelelahan tadi, dan maaf aku tidur terlalu lama."

Kupandang wajahmu, mata madu itu kini memandangku intens. Hingga ada benda kenyal yang ku tahu bibirmu telah berada di bibirku. Ku nikmati ciuman itu. Bukan ciuman penuh hasrat dan kasar seperti dulu. Tapi ciuman yang lembut dan menawarkanku kehangatan.

Ciuman itu terus berlanjut jika saja jaden tak menendangku dengan keras. Kau iri pada mommymu jade? Kau juga ingin merasakan kehadiran daddy mu? Ahh maaf kan aku yang terlalu egois jade.

"Arghh..."

Sambil ku elus perutku. Mau tak mau ciuman manis itu harus berakhir.

"Apa aku menyakitimu jen?"

"Tidak, tidak, hanya saja dia menendang terlalu keras tadi."

Kuarahkan pandanganku pada perut buncitku dimana jaden berada saat itu.

"Eum, apa dia selalu seperti itu?"

"Tidak, biasanya hanya menendang kecil, tidak sekeras tadi."

"Apa aku boleh menyapanya?"

Tanyamu dengan suara ragu.

"Tentu, pasti dia senang kau mau menyapanya."

Bitch DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang