~12~ Bitch Diary (10)

2.9K 92 3
                                    

Apa yang dok...dokter lakukan?"
Tanyaku terbata. Harus fokus agar setiap kata bisa keluar dengan benar diantara rasa sakitku.

Kulihat ia menyeringai. Kurasakan tangan kanannya berada di pipi tirusku. Mencengkramnya erat agar aku bisa fokus menatapnya.

"Kau fikir apa yang ingin ku lakukan bersama seorang jalang di tengah malam seperti ini? Berhentilah bersikap sok polos jennifer dove." Masih dengan seringaian licik menjijikannya.

Aku shock tentu saja, kenapa ada bajingan lain yang mengenalku sekarang? Apa sebanyak itu lelaki yang sudah tidur bersamaku? Bahkan hingga seorang dokter yang aku pikir tak akan mengenal dunia malampun mengenalku.

"Tak perlu memandangku seperti itu jennifer. Semua orang yang melihatmu bertengkar dengan tunangan edward thompson pasti tau jika kau hanya jalang yang mengganggu hubungan orang lain."

Ahh jadi dia tahu aku seorang pelacur dari kejadian itu. Miris sekali bahkan seorang dokterpun tahu jika aku seorang jalang.

Baru saja aku ingin membalas perkataannya. Kepalaku serasa di hantam palu besar secara terus menerus. Aku merintih di situ. Sakit kepala itu terus menyiksaku. Bahkan aku tak lagi memperdulikan apa yang akan dokter itu lakukan padaku. Tanganku yang bebas meremas kepalaku. Rasa-rasanya ingin sekali aku lepas kepala ini dari tubuhku jas.

Kurasakan dokter gila itu menciumku dengan kasar dan membabi buta. Tak memperdulikan aku yang kini bahkan kesakitan.

Dia terus saja menjamah isi mulutku yang memang sudah terbuka karna rintihan rasa sakit di kepalaku.

Satu tangannya mencengkram erat bahuku, dan tangan yang lain dengan tidak senonohnya bergerilya di atas payudaraku.

Dia meremasnya seakan-akan ingin menghancurknya menjadi berkeping-keping.

Sakit sekali jas rasanya. Aku memang jalang. Tapi tak bisakah aku mendapat sedikit saja penghormatan? Hatiku benar-benar sakit. Bahkan di saat aku kesakitan seperti ini tak ada yang peduli padaku. Yang para bajingan tau hanya memuaskan nafsu binatang mereka tanpa memperdulikan seperti apa keadaanku.

Rintihan lain terus keluar dari mulutku. Air mata tak lagi bisa ku hindari. Sungguh sakit sekali jas.

Bahkan ketika banyak darah keluar dari hidungku pun aku tak merasakannya.

Namun, mungkin dokter gila itu merasakan asin dari darah segar itu. Kurasakan ia mulai melepas ciuman ganasnya.

Aku terduduk, tak kurasakan lagi dokter gila itu mencengkram tubuhku.

"A...apa yang terjadi padamu? Jangan coba-coba membodohiku jalang sialan."

Entah dimana lagi dia sekarang. Aku tak peduli. Aku masih merintih diatas lantai dingin itu. Tanganku berpindah dari kepalaku ke perutku yang mulai terasa mengencang. Ku usap penuh perasaan. Mengatakan padanya jika semua akan baik-baik saja. Terus berharap agar ia terus kuat bertahan bersamaku melawan kesakitan ini.

Tinggal beberapa bulan lagi. Sebentar lagi dari perjalanan panjang yang kami lewati bersama. Ku harap ia benar-benar terus berjuang agar selamat sampai ia bisa melihat dunia ini jas.

Tak masalah jika aku tak bisa menemaninya. Yang terpenting aku audah berusaha memberinya kesempatan agar ia bisa melihat dan berjuang akan takdirnya di dunia ini.

"Ka...kau...kau hamil?" Suara itu kini terdengar jelas. Walau tak sepenuhnya hilang rasa sakit itu berangsur berkurang.

Ingin sekali aku berteriak pada bajingan itu jika aku sedang hamil. Tapi aku tak lagi memiliki tenaga hanya untuk mengangguk.

Bitch DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang