Part 1

41.9K 947 19
                                    

Sanny POV

"Dimana ini?" Aku membuka mata dengan kepala berat. Pandanganku masih kabur karena kacamataku yang entah berada dimana.

"Hey, Babe." Terdengar suara berat cowok di sampingku, merengkuh tubuhku di balik selimut yang sama.

Kurasakan kulit telapak tangannya menyapu lembut kulit perutku hingga ke bagian dadaku yag tanpa bra.

Tidak. Jangan bilang, hal itu terjadi lagi.

Aku panik dan buru-buru melepaskan diri dari pelukan cowok itu. Kutarik selimut itu berusaha menutupi tubuhku yang polos tanpa apapun.

"Dimana ini?" tanyaku berusaha menutupi kepanikanku.

"Kenapa ? Kamu lupa karena mabuk tadi?" Tanyanya dengan alis berkerut. Dapat kulihat tubuh polos cowok itu lantaran seluruh selimut kutarik menutupi tubuhku.

Aku memalingkan wajahku. Namun, kurasakan cowok itu beranjak dan mendekat, mengangkat daguku dan mencium bibirku lama.

Kudorong tubuh cowok itu menjauh.

"Aku harus pulang." Aku masih enggan menatapnya.

"Baiklah." Akhirnya cowok itu bangkit dari kasur lalu berjalan ke meja kecil di ruangan itu.

Ia meraih celana kain yang terdampar di lantai lalu mengeluarkan sesuatu dari sana.

"Kamu boleh langsung pulang. Aku masih mau tidur lagi," ujarnya sambil meletakkan uang ratusan ribu di atas meja.

Ia lalu kembali ke atas ranjang yang sedang kududuki lalu memejamkan matanya, tak peduli lagi denganku yang mulai menangis tertahan.

Kupandangi ruangan kamar yang kuperkirakan adalah hotel itu sesaat.

Selembar gaun minim dan pakaian dalam yang berserakan di lantai bisa kupastikan adalah pakaian yang dia kenakan kemarin malam.

Ya, dia, Sashi. Gadis kurang ajar yang selalu mengotori diriku untuk bersenang-senang.

Aku sangat membencinya. Aku benci kebiasaan buruknya. Namun, dari semua iu, kenyataan bahwa aku pengidap kepribadian ganda adalah hal yang paling kubenci di dunia ini.

"Pak, kemang ya," ujarku pada supir taksi yang kutumpangi.

"Iya, Neng." Katanya sambil melirikku dari kaca tengah.

"Capek, Neng?" tanyanya dengan nada datar. Seolah tu pertanyaan yang lumrah.

Aku tahu apa maksud pertanyaanya. Siapa pun yang mendapat penumpang seorang wanita pukul 2 pagi dari sebuah hotel pasti akan berpikiran yang sama.

Aku tak menjawab. Hanya bergumam tak jelas lalu memilih untuk menyumpal kedua telingaku dengan sepasang headset.

Untung Sashi membawa hoodie, sehingga aku tak perlu pulang dengan little black dress miliknya saja.

Taksi berhenti di depan sebuah rumah perkomplekan. Aku yang baru turun dari taksi segera membuka pagar dan menyelinap ke dalam rumah.

Sesampainya di kamar aku menangis sejadi-jadinya.
Aku marah karena harus pulang dengan tubuh yang lagi-lagi kotor dan bau alkohol.

Aku marah karena Sashi terus menerus memperdaya tubuhku dan aku lebih marah karena aku harus berbagi kehidupanku bersama Sashi.

Aku tak ingat sejak kapan, Sashi menumpang hidup di tubuhku. Pertama kali, aku menemukan tubuhku terbangun di kamar ini dengan pakaian yang berbeda dan juga bau alkohol dan rokok, padahal seumur hidupku aku tak pernah melakukan keduanya.

Keanehan berikutnya terjadi saat aku menemukan bahwa aku absen dari sekolah selama 2 hari. Mereka bilang aku sakit. Dan, aku juga mengirim surat sakit ke sekolah. Tulisan dan tanda tangan itu sama persis dengan punyaku.

Keanehan itu terus terjadi. Semakin hari aku semakin tak mengenal diriku sendiri. Di ponselku yang awalnya sepi dari berbagai nomor telepon dan pesan tiba-tiba menjadi ramai.

Pesan-pesan dan telepon tak senonoh kuterima. Anehnya, mereka memanggilku Sashi.

Tak hanya itu, aku mulai menemukan foto-foto anehku di ponsel. Sungguh mati aku tak pernah bermake up setebal itu ditambah pakaian minim yang tiba-tiba memenuhi lemariku.

Semua kejadian itu membuatku stress dan ketakutan. Aku takut kalau-kalau aku dirasuki hantu.

Aku ingin memberitahu ibuku. Sayangnya, ia tidak tinggal bersamaku melainkan dengan suaminya di Australia.

Papaku juga tinggal dengan istrinya di Papua. Tanpa siapa pun aku tinggal sendirian di Jakarta setelah menolak ikut pindah bersama ibuku.

Aku pun akhirnya mencari tahu sendiri tentang apa yang terjadi pada diriku. Kusimpulkan bahwa aku menderita kepribadian ganda.

Alhasil aku mencoba berkomunikasi dengan kepribadian lain itu dengan menulis di kertas yang kemudian kutempel di pintu kamarku

Kamu siapa? Apa maumu? Kenapa kamu melakukan hal-hal itu?

Saat ak terbangun, aku menemukan kertas lain tertempel di sana.

Nama gue Sashi. Mulai sekarang kita akan hidup bersama. Lo nggak boleh protes apa-apa. Karena tubuh gue adalah tubuh lo. Begitu juga sebaliknya.

Aku menangis setelah membaca surat itu. Tak terima dengan kenyataan itu.

Ini hidupku. Kamu gak berhak apa pun atas hidupku. Kamu harus ngerti itu. Dasar wanita jalang, balasku.

Aku mengumpatnya karena begitu emosi. Namun, aku menyesali umpatan itu pada akhirnya.

Karena beberapa hari kemudian, aku terbangun di saat yang amat tidak tepat.

Aku terbangun di bawah tubuh seorang cowok yang tak kukenal, tanpa sehelai benang pun dengan pelu bercucuran. Cowok itu merancau, menyebut nama Sashi sambil terus menggoyangkan pinggul kami seirama.

Saat itu juga aku menjerit histeris sejadi-jadinya. Namun, jeritanku tak menghentikan cowok bertubuh legam itu. Dengan semangat, ia mempercepat goyangan tubuhnya. Aku menangis dan meringis. Tubuhku menjadi lemas tak berdaya.

Kutemukan pesan di ponselku.

See, we are really b*tch, right?

Your soul, Sashi.

Aku menangis lagi. Aku benci tubuh kotor ini. Aku benci Sashi. Aku ingin mati saja.

Another GIRL, Sashi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang