Part 16

9.2K 497 8
                                    

Author POV

Jo tengah memeriksa berkas-berkas yang akan ia presentasikan besok saat tiba-tiba masuk sebuah e-mail dari sahabat lamanya ketika kuliah di Amerika.

Ia memang mengirim e-mail pada sahabatnya tersebut yang kini berprofesi sebagai dokter baru-baru ini. Dan, balasan yang ia tunggu-tunggu pun akhirnya datang.

Maaf Jo, baru balas e-mail kamu sekarang. Hmm, aku tidak bisa mendiagnosa langsung kalau tidak bertemu teman kamu itu. Sebenarnya, aku sudah menyimpulkan sebuah kemungkinan berdasarkan pengamatanmu dan bukti-bukti yang kamu punya.
Kemungkinan terbesar, ia mengalami Dissociative Identity Disorder (DID) atau biasa disebut kepribadian ganda.
Tapi, lebih baik kamu memeriksakannya ke psikiater yang ada di Jakarta agar lebih jelas sekaligus mendapat penanganan yang tepat. Aku akan merekomendasikan psikiater terbaik di Jakarta untuk masalah ini.

Jo terdiam saat membaca email tersebut. Ia mem-flashback ingatannya tentang Sashi. Mungkin ada benarnya melihat kepribadian Sashi yang kerap berubah. Pemikirannya selama ini ternyata benar, Sashi atau pun Sanny menderita kepribadian ganda.

Itu artinya, Sanny dan Sashi memang dua kepribadian yang berbeda. Itu sebabnya keduanya punya sikap yang berbeda.

Jo menatap kembali tulisan-tulisan tangan milik Sanny dan Sashi yang masih disimpannya di dalam laci.

Gadis semuda itu harus mengalami hal-hal semacam itu pastilah sangat berat dan sulit. Ditambah hidup sendirian di Jakarta pasti benar-benar membuatnya semakin menderita.

Jo menghela napas. Ia tak pernah sepeduli itu pada orang lain sebelumnya. Namun, untuk pertama kalinya, ia bisa merasakan apa yang orang lain rasakan.

*

Sanny POV

Air mataku telah mengering. Aku diskorsing sampai orang tua atau waliku datang ke rapat dewan minggu depan. Kalau tidak, aku akan di DO.

Kutatap ponsel di tanganku, bagaimana caraku memberi tahu mama. Kudengar, kondisinya saat ini sedang tidak baik lantaran kehamilannya itu. Jika ia mendengar masalahku, pasti kondisinya semakin buruk.

Akhirnya, kuputuskan untuk menelepon papa kandungku. Sialnya, nomornya tak aktif. Aku mencoba beberapa kali, tetap tidak bisa.

Tak punya pilihan lain, aku terpaksa menghubungi Om Jaka. Ia menjawab pun teleponku.

"Ada apa, Sanny?" tanyanya.

"Aku ada masalah kecil di sekolah, harus ada orang tua ataupun wali yang hadir," aku mengutarakan tujuanku meneleponnya.

"Aku menelepon Om, karena aku tidak mau mama tahu," tambahku.

"Oh, Om mengerti. Saat ini, Om tidak bisa ke Indonesia karena banyak pekerjaan. Tapi, Om akan hubungi teman Om di Jakarta agar bisa menjadi walimu, Sanny."

"Terima kasih, Om," ujarku tulus. Telepon terputus. Aku masih duduk meringkuk di kamarku. Di tengah kegelapan.

Tiba-tiba ponselku berdering.

Jo memanggil.

Aku ragu. Haruskah aku menjawabnya? Kubiarkan ponselku berdering lalu mati sendiri. Sekitar 7 kali Jo meneleponku. Dan, kuabaikan semuanya. Aku tak ingin masalahku semakin rumit. Kehadiran Jo bisa mempersulitku. Terlebih hubungan Jo dan Sashi yang luar biasa itu. Bagaimana kalau Jo menganggapku Sashi dan hendak melakukan hal-hal tak pantas itu lagi?

Aku kembali menenggelamkan kepalaku dalam ringkukan. Kesepian dan menderita. Hebat sekali Sashi, aku dibiarkannya menanggung seluruh beban ini sendirian. Seluruh beban dari perbuatannya.

Namun, lebih baik Sashi tak usah muncul. Dia pasti akan membuatku lebih buruk lagi.

Brakk..

Terdengar suara pintu di dorong keras. Aku sontak mengangkat kepalaku. Kulihat Jo berdiri di ambang pintu lalu berlari ke arahku.
Ia memeluk tubuhku seketika.

Aku panik dan berusaha mendorongnya. "Lepaskan!"

Ia terdorong mundur dan menatapku. "Aku kira terjadi sesuatu. Kamu tidak menjawab teleponku sama sekali. Aku begitu mencemaskanmu."

"Kenapa kamu harus mencemaskanku? Kenapa kamu harus peduli padaku?"

Jo menatapku dalam. "Karena aku mencintaimu."

Aku terdiam sesaat. Kutatapi kedua matanya. Tampak jujur, tanpa kebohongan sama sekali.

Aku berpaling. "Maaf, tapi aku bukan gadis yang kamu cintai. Kamu mungkin tidak mengerti, tapi ketahuilah, aku bukan orang yang kamu cintai itu."

Kurasakan kedua tangan Jo memegang erat kedua bahuku seketika lalu berkata, "Aku peduli padamu. Aku mencintaimu, terlepas kamu adalah Sashi ataupun Sanny."

Barulah aku berpaling menatap kedua matanya terkejut. Apa maksud kata-katanya?

"Aku tahu, apa yang terjadi padamu. Aku tahu, ada orang lain dalam dirimu."

Aku masih menatapnya tak percaya. Tak percaya kalau ia mengetahui apa yang aku alami.

"Aku akan membantumu sembuh. Aku akan membantumu lepas dari semua penderitaan ini. Kamu harus percaya padaku," katanya dengan bersungguh-sungguh.

Tanpa terasa air mataku mengalir. Aku tak tahu penyebabnya. Mungkin karena lega lantaran ada satu orang yang memahamiku.

Jo menarik tubuhku dalam pelukannya. Membiarkanku menangis dalam dekapannya.

"Sudahlah, jangan menangis. Kita akan mampu melewati semua ini. Aku akan membantumu," ujarnya menenangkan. "Kamu tidak sendirian. Ada aku bersamamu."

***

Hola, Readers..

O ya, aku mau tanya, kenapa ya setiap aku update bab, kok another girl, sashi gak masuk ke kolom What's New kategori romance di halaman utama ya?
Jadi semacam nggak ke publish gitu bab barunya. Anyone help me, plz?

Thanks, guys. Keep reading.

Xoxo
J

24/7/16

Another GIRL, Sashi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang