Part 11

10.8K 455 7
                                    

Sanny POV

Mama dan Om Jaka hanya menginap 3 hari sebelum kembali ke Austalia.

Anehnya, kata mama, setelah kedatangan mereka, aku berpamitan pergi untuk study tour selama 2 hari. Mereka mengizinkanku tanpa curiga.

Setelah mengecek ponselku sendiri, aku menemukan pesan Sashi dan pria bernama Jo itu.

Seperti dugaanku, Sashi pergi bersama Jo selama 2 hari entah kemana.

Cerdiknya, Sashi mengirim pesan ke Ryan kalau aku sedang menghabiskan quality time dengan mama dan Om Jaka sehingga kesenangan Sashi tak ada yang mengganggu.

Aku semakin khawatir dengan hubungan Sashi dan Jo. Beberapa bulan ini, satu-satunya pria yang berkencan dengan Sashi hanyalah Jo.

Sepertinya hubungan mereka cukup serius. Dan, itu sangat mengkhawatirkan. Jo bisa muncul dimana saja. Ia bisa mengacaukan duniaku dan juga Sashi.

*

"Gimana? Kamu senang setelah bertemu mamamu?" Tanya Ryan saat kami tengah makan siang di sebuah kafe.

"Iya, aku seneng banget."

"Saking senangnya, kamu sampai tidak menghubungiku." Ujarnya cemberut.

"Maaf," balasku tulus. Aku benar-benar minta maaf telah membohongimu, Yan.

Ryan lalu bercerita tentang aktivitasnya di organisasi dan juga kejuaraan renang antar sekolah.

Tiba-tiba ponselku berdering.

Jo calling.

Cepat-cepat kuabaikan panggilan itu.
Ryan memperhatikan sikapku lalu bertanya, "Siapa yang telepon, San? Kok nggak dijawab."

"Ng, itu telepon dari temanku waktu di Bandung."

"Oh," Ryan ber-oh pendek tak terlihat curiga

Selama beberapa minggu ini, Jo memang kerap menghubungiku, tepatnya menghubungi Sashi yang tak muncul sejak kepergiannya dengan Jo hari itu. Kubaikan semua sms dan telepo darinya.

Alhasil, Jo mencariku ke sekolah. Dengan mobilnya, ia menunggu tak jauh dari sekolah.

Sas, masuk ke mobil sekarang. Atau aku bakal turun dan nyulik kamu sekarang juga.

Kubaca pesan itu saat tengah berjalan ke halte lantaran Ryan tak bisa pulang bersamaku.

Aku panik. Takut kalau Jo nekad turun dari mobilnya. Mau tak mau aku berjalan ke mobilnya buru-buru lalu masuk.

"Kamu mau apa ke sini?" Tanyaku kesal.

Namun, pria itu menatapku khawatir. "Kamu nggak ngehubungi aku sejak pulang dari Bogor. Aku takut kamu kenapa-kenapa."

"Aku baik-baik saja," ujarku cepat

"Syukurlah." Katanya lalu memperhatikanku lagi dengan seksama.

"Aku selalu penasaran, entah mengapa melihat kamu saat berseragam sekolah seperti bukan melihat Sashi yang kukenal. Kamu seperti orang yang berbeda, Sas."

Aku diam saja. Tak tahu harus berkata apa.

"Tolong, berhenti menemuiku di sekolah," pintahku dengan nada memelas.

Ia memandangiku cukup lama tanpa berkata apapun lalu tiba-tiba menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Ia mendekapku lama dan erat.

"Kamu, punya aku Sas. Lupakan masa lalu itu. Mulai sekarang, kamu punya aku bersamamu," ujarnya masih mendekapku.

"Masa lalu kamu yang berat, kenangan hitam itu, lupakan semua hal itu. Ada aku, Sas. Kamu punya aku."

Aku terperanjat. Ada perasaan aneh yang berdesir di dadaku. Mengapa kata-katanya begitu menenangkanku padahal aku tak tahu apa yang ia bicarakan.

Apa mungkin ini adalah perasaan Sashi? Jika aku mulai bisa merasakan perasaan Sashi apa itu artinya aku dan Sashi menjadi pribadi yang sama?

*

Aku mendengar sebuah suara yang datang dari ruang tamu di tengah malam.

Kuturuni anak tangga perlahan, mengintip ke sofa besar di depan TV. Ruangan tamu terlihat temaram hanya bercahaya sinar lampu teras.

Ada bayangan dua orang yang bergerak-gerak penuh irama di sana. Yang satu merangkak di atas sofa, yang satu lagi berdiri di belakangnya.

Lalu, terdengar desahan - desahan aneh dari mereka. Suara pria dam wanita.

"Sashi.. Sashi.. Ahhh.. Sashi.. Sashiiii" Pria itu melenguh panjang lalu keduanya ambruk di atas sofa.

Aku terbangun, mimpi-mimpi apa lagi ini. Sashi?

Semakin hari mimpiku semakin aneh. Semua hal itu terasa begitu jelas di benakku kecuali wajah mereka.

Mungkin kah itu bukan sekedar mimpi, lalu apa?

Aku terduduk di tepi tempat tidur, kututup wajahku dengan kedua telapak tangan lalu menangis.

Aku lelah dengan semua hal ini. Mengapa aku terus mengalami hal-hal buruk ini dalam hidupku?

Tiba-tiba ponselku berdering. Kulirik jam dinding, pukul 1 pagi.

Ryan calling

"Halo, Yan."

"San, kamu belum tidur?"

"Belum, aku terbangun. Kamu sendiri?"

"Aku tiba-tiba kepikiran kamu tadi," ujarnya.

Aku menggigit bibirku sendiri. Ryan, andai kamu tahu yang aku alami, apa kamu masih mau memikirkanku?

"San.." panggilnya."Kamu tidur?"

"Nggak," jawabku. "Aku pengin tidur. Tapi, nggak bisa tidur?"

"Mau aku nyanyiin lagu?"

"Hmm," gumamku seraya kembali berbaring di kasur.

Kudengar suara Ryan lembut menyanyikan Fix You milik Coldplay.

Aku memejamkan mataku. Tanpa terasa air mataku mengalir.

Lights will guide your home
And ignite your bones
And i will try to fix you

Malam itu aku bermimpi sangat indah. Tak pernah aku bermimpi seindah itu. Aku melayang di angkasa. Bermain di antara bintang. Ada Ryan juga di sana dan kami tertawa.


Another GIRL, Sashi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang