Chapter 2

489 43 0
                                    

(Kiara)

Aku merapikan buku-buku di mejaku dan membuka lemari bajuku untuk mengambil cardiganku. Kedua tanganku mulai sibuk untuk merapikan seragam yang kugunakan di balik cardigan agar tidak berantakan.

"Kara! Sarapan sudah siap." Teriakan ibuku membuatku menghela nafas. Aku tahu ia sedang merencanakan sesuatu dan menyuapku dengan sarapan. Kenapa? Ibuku bukan tipe ibu yang menyiapkan makanan setiap paginya. Biasanya ia akan melakukan itu untuk memintaku sesuatu. Aku menarik tas backpack-ku di ranjang dan mulai berjalan ke arah ruang makan di lantai bawah. Aku menarik kursi di depanku dan berpura-pura untuk duduk manis di hadapannya.

Ibuku tersenyum melihatku dan memberikanku beberapa potong roti panggang yang diberi selai coklat. "Can we talk a moment?"

Aku menggigit rotiku dan mengangguk.

"Perceraian kami sudah selesai."

Perkataan itu membuatku berhenti mengigit rotiku dan melihat ibuku dengan kedua mataku yang membulat. Hal yang pertama terlintas di kepalaku adalah.. Siapa yang memenangkan hak asuhku?

Mungkin beberapa dari kalian berpikir kalau aku jahat. Well, aku tidak akan jahat pada ibuku kalau ia tidak memulainya terlebih dahulu... Ia yang melukai ayahku terlebih dahulu. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri saat melihat 'temannya' datang di sore itu... Sore yang seharusnya menyenangkan, berubah menjadi bencana bagi keluargaku..

"Ayahmu.." Katanya pelan. Ia menarik nafas berat lalu mengelus tangannya yang mulai bergetar pelan. "Ayahmu memenangkan hak asuh atasmu."

Aku terdiam. Aku harus senang atau sedih?

"Dia akan menjemputmu nanti malam sepulang kerja, lebih baik nanti saat kau pulang sekolah kau membereskan barang-barang yang perlu kau bawa.." Ia menarik nafas lagi dan mengusap rambutku dengan hati-hati. "Aku tahu aku tidak pernah menjadi ibu yang baik. Tapi kuharap kau masih menganggapku ibumu.."

Dia sedang akting kan? Karena aktingnya tidak akan berhasil untukku..

Aku melihat kedua matanya mulai memerah dan berair. Ia mengusap air matanya yang berhasil lolos dan tersenyum lagi melihatku. "Aku akan membiarkan kamarmu tetap di sana. Sering-seringlah kembali.. Mom pasti merindukanmu.." Ia memelukku dengan kedua tangannya yang bergetar.

Aku tetap diam. Aku tahu ia berbohong. Dia tidak pernah memikirkanku. Ia tidak pernah mengasihiku.. Atau ia sedang jujur?

Ia melepas pelukannya dan tersenyum tipis. "Makanlah dan pergi sekolah sebelum terlambat.."

Aku mengangguk kecil, "Yeah.. Thanks mom.." Kataku nyaris berbisik sebelum kembali melanjutkan sarapanku dalam pikiranku yang terasa kacau..

------

Aku menghela nafas lelah saat mendengar bel pelajaran berbunyi tanda  istirahat siang. Aku mengistirahatkan kepalaku di tumpukan bukuku yang masih terbuka dan menutup kedua mataku. Aku merasa kalau diriku aneh.. Aku membenci ibuku. Tapi begitu mendengar perkataannya tadi pagi aku tidak jadi membencinya... Sesuatu terasa janggal dan aku tidak tahu kenapa.. Aku berdecak saat merasakan otakku mulai terasa panas karena hal-hal tidak penting seperti ini.. Aku seharusnya fokus ke pelajaran untuk mengejar beasiswa menjadi dokter dan hidup bahagia karena gaji dokter yang besar. Aku bisa membeli ini itu untuk membahagiakan diriku. Yap. Seharusnya aku fokus belajar bukan memusingkan hal-hal seperti ini. Kara.. Fokus... Fokus!

"Kau tidak makan?"

Aku mengerang pelan saat pikiranku untuk fokus berhasil hancur saat mendengar perkataan Carla. Aku membuka mataku kembali dan memaksakan sebuah senyuman untuk Carla yang melihatku dengan cemas. "Makan.. Hanya saja aku sedang berpikir sesuatu tadi.."

The Winner and The LoserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang