Chapter 10

239 26 0
                                    

(Kara)

Aku mengintip jam di handphoneku dan menghela nafas panjang. Tanganku meraih buku-buku referensi yang bertebaran di meja belajarku sebelum memasukkannya ke dalam tas backpack dan tidak lupa melempar handphoneku ke dalamnya. Aku menuruni tangga pelan dan mendengar suara handphone ayahku yang berdering keras dari arah dapur. Hari minggu pun ia sibuk dengan pekerjaannya... kataku pelan dalam hati.

Aku memasang wajah senyumku dan berjalan ke arah dapur, Aku menarik kursi di depan ayahku dan meletakkan tasku di bawah. Ia mengintip melihatku sejenak dari balik kacamatanya sambil terus berbicara di telepon. Tanganku menarik selembar roti di tengah-tengah meja, "Hai dad.." sapaku pelan agar tidak menganggunya berbicara. Ia mengangguk pelan dan tersenyum. Tidak lama kemudian, ia menutup teleponnya dan menatapku dari balik laptopnya. "Good Morning Kara. Bagaimana tidurmu?"

Senyumku mulai melebar mendengar ayahku akhirnya memulai percakapan. Sejak aku pindah ke rumahnya, karena perceraiannya dengan ibuku, kami tidak benar-benar memiliki percakapan selain saling menyapa atau ayahku bertanya apakah uang jajanku cukup. "Baik kurasa..  Aku bahkan tidak ingat apa mimpiku.."

Ia tertawa kecil dan meneguk kopi yang ada di sebelahnya. 

Aku mengunyah rotiku dengan cepat dan melihatnya lagi, "Uhm, Dad, aku akan mengikuti kompetisi.."

"Oh? Kompetisi apa?" Kali ini ia terdengar tertarik.

Aku mengusap selai stroberi di lembar rotiku berikutnya dan menggigitnya. "Kompetisi antar sekolah.. Kompetisi dalam bentuk kelompok. Ada 4 subject yang di lombakan.."

Ayahku mengangguk-angguk namun kedua matanya terus tertuju pada laptopnya. "Kapan kompetisinya?"

Aku menghitung beberapa hari yang sudah kami lewati untuk belajar bersama Mr.George, Daniel, dan Lucy. Lalu menghitung hari lomba yang berlangsung 2 hari lagi.

"Persiapan kami belajar sudah 10 hari.. Lombanya akan diadakan 2 hari lagi di salah satu Universitas."

"Universitas?"

"Yap." Kataku pelan sambil mengunyah habis rotiku. "Lombanya akan diadakan di Universitas."

Kali ini ia berdeham dan menggeser sedikit laptopnya. "By the way Kara.. Kau mendaftar di universitas mana?"

Aku menelan ludahku dengan susah payah dan tersenyum kaku. "Aku... belum memilih."

Ia menghela nafas dan pandangan matanya menatapku dengan serius. "Kau tahu bukan kuliah itu penting? Kau harus kuliah lalu bekerja untuk bisa hidup mapan."

Mendengar perkataannya, aku merasa sedih.. Mungkin kalian bingung melihatku, namun percayalah ketika kau kira ia akan mendengarkan bagaimana aku mengisi hari-hariku setelah selama ini kami tidak pernah benar-benar berbicara, tapi ternyata ia malah mengira aku bermain-main.. Sebenarnya apa yang ia pikirkan tentangku? Aku hanya ingin sekedar bercerita mengenai hari-hariku padanya..

Aku mengigit bibirku dan menarik tasku kembali. "Aku harus pergi. Kami ingin belajar untuk lomba nanti. Have a nice sunday dad.." Senyum ku tipis sebelum berbalik untuk pergi keluar rumah.

Aku berjalan menuju halte bus. Di antara kami berempat rumahku memang sedikit lebih jauh. Rumah Rey dan Leo berada di kompleks perumahaan yang sama hanya berbeda gang, Resto a.k.a rumah Carla ada di dekat taman yang tidak jauh dari sekolah. Sedangkan dari rumahku ke sekolah mengharuskanku naik bus satu kali untuk berhenti di halte dekat resto Carla. 

Aku duduk dengan santai di bus yang cukup ramai pada hari minggu dan merasakan handphoneku yang bergetar pelan dari dalam tas. Aku meraih benda itu dan melihat layarnya yang menyala menampilkan sebuah nama.

The Winner and The LoserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang