Aku masih menutup mataku. Aku tau hari sudah beranjak siang. Semua orang di luar sana mulai sibuk menyiapkan kegiatan harian mereka. Tapi aku masih memejamkan mata. Berpura-pura tengah tidur di tempat tidur berukuran king size yang ku bagi dengan suamiku. Aku mendengarkan suara langkahnya keluar kamar. Mungkin ia pergi ke dapur karena aku mendengar suara turunnya air dari dispenser. Lalu ku dengar ia menyalakan kompor gas. Pasti sedang memasak air untuk kopinya. Langkahnya lalu mendekat. Ia kembali ke kamar lalu membuka lemari pakaiannya. Kurasakan udara bergerak ketika ia mengayunkan kemeja yang ingin ia pakai. Setelah meletakkan kemejanya di tempat tidur, yaitu di sebelah ku, ia keluar lagi. Pasti ia akan membuat sarapan. Bukan untukku. Tapi untuk dirinya sendiri. Lalu aroma kopi memenuhi atmosfir. Ku dengar dentingan sendok beradu dengan cangkir. Ia sedang menyiapkan kopi untuk dirinya sendiri. Tak lama, ku dengar dentingan dari pemanggang roti. Ah, dia membuat roti panggang hari ini.
Aku masih bertahan. Aku tidak mau membuka mataku dan menjadikan dia orang pertama yang ku lihat setiap pagi. Bila perlu, aku tidak mau melihatnya lagi. Pilihannya hanya dua, aku bangun lebih pagi dan cepat-cepat pergi ke tempat bisnisku, atau menunggu dia pergi baru aku bisa beraktifitas. Tidak ada lagi pilihan selain itu. Lalu kenapa aku dan dia tidak cerai, tanyamu? Karena harga diri kami terlalu tinggi untuk itu. Aku dan dia tidak mau orang lain tau tentang hancurnya pernikahan kami. Kami adalah pasangan sempurna bagi mereka.
Oh, dia kembali. Ia masuk ke kamar mandi yang ada di kamar kami lalu menyalakan air untuk membasuh tubuhnya. Biasanya dia akan menghabiskan sekitar sepuluh menit di dalam sana. Ku rasa tak apa-apa jika aku membuka mataku sebentar.
Ternyata dia memilih kemeja yang diberikan wanita itu padanya. Kemeja garis-garis berwarna hijau tua. Norak. Entah dari mana wanita itu mendapatkan kemeja murahan itu. Tak ku sangka dia mau memakai kemeja murahan seperti itu. Sepertinya selera berpakaian suamiku itu sudah mulai menurun. Tentu karena ia terlalu sering bergaul dengan wanita itu.
Suamiku tidak tau kalau aku tau dia punya wanita simpanan. Dia pikir aku adalah istri yang bodoh yang tidak tau gelagat noraknya itu. Parfumnya saja sekarang berbau sangat norak sehingga rasanya hidungku akan robek tiap kali mencium parfumnya itu. Ku katakan padamu, tanpa aku, pria itu bahkan tak tau bagaimana memilih parfum.
Ketika ku dengar suara air berhenti, cepat-cepat ku pejamkan lagi mataku. Kurasakan pria itu meraih kemejanya lalu bersiap memakainya dengan celana hitam. Wangi sabunnya tercium sangat segar. Ini sabunku. Beraninya dia!
Ia lalu menyemprotkan parfumnya itu. Aku harus menahan napasku jika aku tidak mau paru-paru ku terkontaminasi.
"Wina. Aku berangkat." Ia berkata dengan suaranya yang serak. Astaga. Perlukah dia berpamitan padaku? Ingin rasanya ku dorong ia ke pintu keluar agar segera pergi.
Ia mendengus. Kemudian ku dengar suara langkah kakinya menjauh. Tak lama, mobilnya meraung dan membawanya pergi. Aku bernapas lega. Sangat lega. Ku buka mataku.
Sekarang giliranku untuk memulai hari. Akhirnya!
Aku bangkit dari tempat tidur lalu memandang sekitarku. Kenapa pria itu tidak bisa meletakkan kembali kaos kaki yang tak jadi ia pakai ke laci yang sudah disepakati? Ku hela napasku. Entah mengapa aku bisa hidup dengannya. Ku lemparkan kaos kaki itu ke dalam laci dengan kesal. Aku lalu menuju dapur dan berniat untuk membuatkan roti panggang buatku sendiri ketika ku lihat dua tangkup roti sudah tersedia di sana. Dia menyediakan roti untukku? Hmm... aneh sekali. Secangkir kopi yang masih mengepulkan uap juga sudah tersaji di samping roti. Ku teguk kopi itu lalu rasa hangat mengalir dalam tubuhku. Kopi yang nikmat dengan campuran yang hanya ia yang tau.
Kurasakan kaki ku gemetar. Ia tidak harus berbuat begini. Tidak. Ini salah! Harusnya dia tidak membuatkan ku kopi dan roti. Ku eratkan peganganku pada pinggir meja makan agar aku tidak limbung.
Mengapa?
Mengapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
W'S
ChickLitTidak ada cinta. Setidaknya tidak ada cinta lagi di antara kami. Kami adalah dua orang yang dulu saling kenal yang tinggal di atap yang sama...