2

4.5K 384 2
                                    

Wina.

Iya. Winara, istriku. Seorang istri yang dulunya sangat teramat kucintai hingga akhirnya aku rasa hatiku ini terkuras habis karena semua cinta telah kuberikan padanya.

Entah sejak kapan kami berhenti saling mencintai, aku juga tidak tau. Tapi yang ku tau, sekarang dia adalah wanita yang dingin. Bibirnya tidak pernah tersenyum. Jika ia senang, ia menggerakkan bibirnya sedikit. Sudah. Begitu saja. Tidak ada senyum apalagi tawa.

Winara adalah wanita yang sangat mandiri sehingga tidak pernah membutuhkan aku dalam segala hal. Ia menjalankan bisnisnya layaknya seorang pria yang lebih mengandalkan otak daripada hati. Bukannya dia seorang boss yang kejam, hanya saja memang tidak ada yang berani macam-macam dengannya. Ia tau apa yang ia inginkan. Jika ia punya keinginan, ia akan melakukan banyak hal untuk mencapai tujuannya. Ia hebat. Tapi juga menakutkan.

Ia selalu berpakaian rapi ketika bekerja. Pakaiannya selalu disetrika hingga licin. Sepatunya tinggi dan berujung lancip untuk menambah kesan tegas. Kukunya selalu diwarnai dengan satu warna cat kuku saja. Ia tidak pernah mencampur warna kuku. Baginya, jika jempolnya berwarna merah, maka semua jarinya harus berwarna merah.

Rambutnya yang berwarna coklat tua selalu ditata rapi. Dia tidak pernah pergi ke tempat kerjanya dengan rambut berantakan karena ditiup angin. Jangan tanya bagaimana caranya ia menata rambutnya.

Ia selalu memakai tas buatannya sendiri dengan penuh bangga. Ya, dia memiliki bisnis tasnya sendiri dengan namanya sebagai merk dagang. Huruf "W" dengan liuk indah merupakan simbol yang wajib ada di setiap tasnya.

Singkat kata, Winara adalah wanita yang mengagumkan. Semengagumkan matahari yang bersinar terang. Namun perlu ku ingatkan, matahari kadang bisa terlalu menyengat dan membakar kulit. Ya, begitulah Wina.

Dulu ia adalah wanita yang menyenangkan. Tawanya adalah tawa paling indah yang pernah ku dengar. Kecerdasannya selalu membuatku terpesona. Begitulah awalnya bagaimana aku mencintainya. Kami menikah. Lalu tiba-tiba ia mulai berubah.

Winara yang menyenangkan lenyap. Entah apa yang terjadi. Bagaimana ia bisa berubah seperti itu,sampai saat ini aku tak mengerti. Yang paling membuatku tak mengerti, ia tidak pernah lagi marah. Ini sangat menakutkan buatku. Ia menyembunyikan semua emosi dalam dirinya. Semua rasa sedih, bahagia, marah ia sembunyikan rapat-rapat dalam lemari hatinya. Jika ia sedih, ia diam. Ia marah, ia diam. Ia bahagia, ia diam. Kami hampir tidak pernah berkomunikasi. Lalu bagaimanakah harusnya aku bertindak?

Pertanyaan sering muncul di kelapaku. Berhargakah aku ini buatnya? Masih cintakah ia? Hati ini sudah mati rasa karena lelah dengan bekunya wanita itu. 

W'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang