11

2.8K 233 3
                                    


Malam ke empat Leo tidak pulang. Ku tatap ponselku namun tidak ada pesan darinya sama sekali. Walau dia tidak memberitahuku, aku tau pasti dimana dia. Kalau bukan di tempat wanita itu, dimana lagi dia berada, kan? Seorang karyawati centil perebut suami orang! Seorang wanita murahan yang mengambil kesempatan ketika melihat bahwa pernikahan kami mulai retak. Cerdas sekali dia! Oh, atau suamiku yang terlalu bodoh? Dengan mudahnya ia terbuai dengan bujuk rayu si sundal. Ck! Apa yang sebenarnya wanita itu berikan padanya hingga ia bisa sepenurut itu, sih? Cinta? Tubuhnya? Yang jelas tidak mungkin uang.

Ku hela napasku. Ku rasa aku harus cepat terbiasa dengan kehidupanku yang seperti ini. Untungnya aku masih memiliki usahaku sehingga walaupun aku sedang tidak ke kantor, aku masih bisa menyibukkan diri dengan membuat design tas. Inilah keuntungan memiliki bisnis sendiri. Aku bisa tidak datang ke kantor dan tidak ada yang akan melarang. Aku hanya butuh untuk tetap berkomunikasi dengan sekretarisku saja. Dan sebetulnya hanya dia saja yang membuat ponselku berdering. Oh, juga nomor asing itu. Nomor tak dikenal itu mengirimkan sebuah pesan hari ini.

Hope you will be fine soon. You know, I miss you.

Kalau pesan itu dari orang yang ku kenal dengan baik, mungkin aku akan sedikit berbahagia. Tapi sayangnya, pesan ini berasal nomor yang tidak ku kenal. Aku merasa takut. Bagaimana kalau orang ini adalah psikopat? Atau pembunuh bayaran? Ada kemungkinan seperti itu, kan? Jadi, ku putuskan untuk membalas pesan itu dan bertanya siapa dia sebenarnya. Sialnya, orang itu tidak membalas pesanku sama sekali. 

Untuk mengalihkan pikiranku, ku buka balkon kamarku dan menghirup udara malam Jakarta yang sedikit membuatku menggigil sebenarnya. Ku pandangi langit. Masih sama. Tidak ada bintang karena tertutup polusi. Entah sudah berapa lama aku tidak melihat bintang di malam hari. Sampai-sampai rasanya aku lupa seperti apa cahaya bintang itu.

Bintang.... kata itu mengingatkanku pada masa lalu. Saat itu, aku dan Leo telah berpacaran satu tahun. Kami menikmati masa pacaran itu. Sesekali bertengkar namun ciuman panas selalu membuat semuanya baik kembali. Saat itu, kami sedang menonton DVD di apartemenku. Leo tidur dipangkuanku dan aku asyik mengunyah popcorn yang kami beli sebelumnya. Lalu tiba-tiba ia bangkit duduk dan membuatku menjatuhkan popcornku karena gerakannya yang tiba-tiba. Aku baru akan memarahinya ketika ia memegang tanganku dengan erat dan berkata, "Wina... you know what? You are the star of my heart."  Aku menatapnya seakan ia gila.

"Why are you so random, Leo?" tanyaku.

"Well... I was busy when we were watching the movie." ucapnya. Ku naikkan alisku karena bingung.

"What are you talking about?"

"I... I was busy thinking about how to say this." Dia menyisir rambutnya dengan jari karena gugup.

"Oh, shit Leo! What happened? Did you cheat on me?!"

"Hahaha. No, silly. I will never do that to you." ucapnya. Iya, dia mengucapkan itu tanpa tahu bahwa dikemudian hari dia melakukan itu terhadapku. 

"So?" aku semakin bingung.

"Yeah. So, kamu itu bintang di hatiku, Wina. Without you, I'm lost." Ia lalu menarik napas. Tangannya merogoh saku celana jeansnya dan menyodorkan sebuah cincin ke depan wajahku. "Will you marry me?" Ku tatap dia tanpa bisa berkedip. Aku sama sekali tidak akan menyangka akan dilamar. Kami berdua bahkan tidak pernah membicarakan tentang masa depan. Tapi saat itu kurasa aku masih mencintainya dengan teramat besar sehingga aku menganggukkan kepala. Leo lalu tersenyum bahagia lalu memelukku erat.

"Aku tadinya takut kalau kamu akan nolak." katanya masih memelukku.

"Yeah, I know. Tapi mengapa sekarang?" aku melepaskan pelukan agar bisa menatap matanya langsung.

"Been thinking about it for a month, Babe. I just can't live without you. You are this cool girl that falling in love with me. You bring me to the world that i never know before."

"Oke...." kataku sambil mencerna kata-katanya. "Jadi sekarang kamu tunanganku?" tanyaku tak yakin. Ia tersenyum lebar.

"Aye..." ia tersipu. Aku tertawa melihatnya begitu tersipu. Ku peluk lagi dia.

"It's not going to be easy, Babe." ucapku.

"I know. But with you by my side? I can conquer the world."

Ku putar ulang kejadian itu di kepalaku. But with you by my side? I can conquer the world.... What world, Leo? Which world? Seandainya aku bisa pergi ke masa lalu, aku akan mengatakan pada diriku saat itu untuk menolak lamaran Leo. Aku akan mengatakan pada diriku yang bodoh itu bahwa di masa depan Leo akan menyakitiku dan pernikahan kami tidak akan bahagia. If only....

W'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang