"Bu, ada telepon dari Ibu Karla." Sekretaris ku, Tinna, menyadarkanku dari lamunan. Aku menatap Tinna yang masih berdiri di depan pintu ruangan ku.
"Kok kamu nggak pake telepon aja untuk sampein ke saya?" tanyaku.
"Saya udah coba, Bu. Tapi nggak Ibu angkat." Katanya.
"Oke. Sambungin saya ke Ibu Karla." jawabku singkat lalu menjawab telepon dari Karla, seorang teman yang menganggap dirinya sahabatku. Oh dear, if only she knows that there is no best friend in my dictionary.
"Winaaaa!" jerit Karla ketika ia mendengar suaraku. Ku jauhkan telepon dari telingaku ketika ia menjerit.
"Yes, Karla."
"Lu lagi apa?" tanya Karla dengan suaranya yang girang namun mengganggu pendengaran.
"Lagi bikin design tas. Ada apa, nih? Tumben telepon."
"Lu tuh yang nggak pernah telepon gue. Kemaren-kemaren gue berusaha telepon lu tapi nggak pernah diangkat." Karla menggerutu. Ku pejamkan mataku. Ya, benar. Dia memang menghubungiku beberapa kali kemarin-kemarin. Hanya saja aku sedang tidak ingin berbicara dengannya jadi ku abaikan dia.
"I'm sorry. I was busy, Kar." kataku yang tidak sepenuhnya bohong.
"Yes, I know. Makanya akhirnya gue telepon ke kantor lu aja. Gue mau undang lu ke acara ulang tahun perusahaan bokap gue, nih. Datang yaaaa."
"Kapan?"
"Dua Minggu lagi. Hari Sabtu jam 7 malam. Nanti undangannya gue email. Please datang. Gue nggak kenal siapa-siapa di sana. I need you." Ku putar bola mataku. Dia berbohong. Tentu saja dia kenal hampir semua kerabat ayahnya. Bagaimana tidak, sebagian dari mereka mencoba menyodorkan putra mereka kepada Karla namun tidak ada yang cukup menarik buatnya. Pada akhirnya ia hanya membuat pria-pria itu patah hati.
"Lu nggak bawa pacar terbaru lu?" tanyaku mencari tahu siapa nama pacar terbarunya sekarang, apa masih Keenan atau tidak.
"Larry? Dia bikin gue marah kemarin karena lupa ngabarin dia dimana. Jadi gue males ngajak dia." Ooooh, sekarang sudah dengan Larry. Entah berapa lama hubungan itu berlangsung, yang pasti tidak akan lama. Aku yakin sekali. "Datang loh, ya! Ajak suami lu juga." kata Karla lagi. Aku memutar bola mataku.
"Iyalah. Pasti. Mana mungkin gue pergi sendiri." Karla tertawa di ujung sana. Aku tidak mengerti dimana bagian yang lucu.
"See you then. Bye." ku tutup telepon lalu meraih kalender yang berdiri di atas mejaku lalu memberi lingkaran pada tanggal yang diberitahu oleh Karla.
I need to tell him so he can spare that date. Jadi, ku ambil ponselku dan ku ketikkan sebuah pesan.
Ada pesta Sabtu tanggal 4. Batalin semua kegiatan ditanggal itu. Thanks.
Aku tidak berharap dia akan membalas pesanku. Pokoknya aku sudah memberi tahu dan aku tidak menerima kata 'tidak'. Dia tau itu.
Ku letakkan ponselku di atas meja dan aku mulai meraih buku desain ku yg bersampul warna mint. I just love mint. Mungkin ini agak sedikit bertentangan dengan penampilan luarku, but hey, mint is so freaking beautiful. Sekarang aku malah tengah mempersiapkan tas-tas baruku yg bertema "chic mint".
Ketika aku tengah membuat sketsa, ponselku bergetar menandakan ada pesan yang masuk. Pasti suamiku. Jadi, aku meraih ponselku dan melihat pesan itu.
Bukan Leo. Nomornya tidak ku kenal sama sekali. Pesan yang ditinggalkan pun aneh.
Enjoy your day, Beautiful.
Aku mengernyitkan dahiku. Tapi mungkin orang ini salah kirim. Buat apa ku pusingkan pesan tidak jelas seperti itu. Aku punya banyak kerjaan yang harus ku selesaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
W'S
ChickLitTidak ada cinta. Setidaknya tidak ada cinta lagi di antara kami. Kami adalah dua orang yang dulu saling kenal yang tinggal di atap yang sama...