CHAPTER 6 : PENYIKSAAN

70 1 0
                                    

"apa kau sudah membuat keputusanmua bagas?" tanya Dimitri. Bagas menunduk penuh dengan rasa bersalah dan dengan suara pelan menjawab

"...audy..."

"APA?!" Reza hampir bangun dari kursinya lagi. "kenapa lo pilih audy! Pilih gw. Gw gak peduli !!!" audy langsung pegang tangannya "za stop!!!" audy memberanikan dirinya karna awalina dan reza sudah siap mengorbankan diri. Dan sekarang gilirannya

"bagas kau punya enam puluh detik untuk melaksanakannya. Kau boleh bangun dari tempet duduk mu" dimitri hampir tertawa saat dia pindah ke belakang bagas dan memberikannya pisau bedah. Damian di sisi lain kembali tertawa menikmati penderitaan semua kandidatnya "audy bisa kau letakan tangan kanan mu di meja"

Audy sambil gemetaran dengan sangat pelan berusaha meletakan tangan kanannya di meja, yang secara tiba-tiba tidak mau menurutinya. tiba-tiba dua laki-laki dengan paksa memegang tangan kanan audy dan menahanya di meja dengan sangat kencang tangannya memar. audy bisa merasakan pistol di todongkan ke kepalanya. Bagas berjalan mengitari meja ke arah audy, dan saat dia tepat di samping audy berhenti

"gw... gw gak bisa..." bagas juga gemetaran

"kau harus melakukannya! Dan kau punya empat puuh detik lagi... sebaiknya cepat kau lakukan..." ucap dimitri dengan santai

Audy mengambil nafas dalam dan memalingkan kepalanya sebelum menutup matanya. Audy memastikan otot tangannya dalam keadaan relax. Bagas mengambil posisinya dan memegang pisau bedah di tangannya dengan erat sebelum ia melihat audy dan bicara dengan pelan

"maap dy..... ja-jangan liat"

Audy makin gemetaran dan merapatkan matanya lagi saat merasakan pisau mendekat ke jarinya berusaha untuk tenang, dan hal itu sangat suit. Saat ia merasakan pisaunya menentuh kulit ia panik dan mulai bernafas berat, ia tidak bisa berfikir dengan jelas.

Dimitri dan Damian memperhatikan mereka dengan ekspressi terhibur, dia sangat senang dengan pilihan bagas dan ia berkata

"audy tenang... akan makin sakit jika kau tegang" walau terdengar dari suara dimitri dan tertawa damian mereka lebih memilih jika audy makin kesakitan. Saat itu bagas kembali bicara "ok... audy. Gw itung sampe tiga. anjrit..... Ok......" Audy hanya bisa mengaguk menandakan bagas untuk cepat dan tidak perlu menundanya lagi.

Bagas mengambil nafas dalam untuk menenangkan diri

"satu."

Pisaunya bergerak menembus lapisan kulitnya dan darah pun keluar

"dua."

Audy mengigit bibirnya hingga merasakan darah di lidahnya, saat pisaunya mengiris lebih dalam, darah pun menggenang di sekitar jarinya dan akhirnya membuat audy berteriak

"tiga."

Audy mendengar suara seperti kayu yang di gergaji lalu terdengar suara 'KRAKK' dan seluruh tangannya terasa sakit yang membara. Audy teriak sangat kencang, yang tidak hanya mengagetkan yang lain tapi juga mengagetkan dirinya sendiri karna ia biasanya bisa menahan sakit.

Tapi rasa ini...

"sangat bagus bagas" ucap dimitri sambil menepuk tangannya, audy sedang dalam keadaan dimana dia tidak mendengar apapun selain suara detak jantungnya sendiri di telingnya. "potongan itu hampir profesional" ucap dimitri dengan senang. Bagas dan reza hampir meledak dengan amarah. Bagas pun di arahkan kembali ke kursinya dan pisau bedahnya di ambil darinya. Dua orang yang memegangi tangan audy pun akhirnya di suruh untuk melepasnya dan pergi.

Damian dan Dimitri sangat puas dengan apa yang terjadi dan semua bisa melihat dari senyuman mereka, mereka sangat terhibur. Dan hanya untuk kesenangan nya dimitri menatap bagas lalu ke audy dan bicara

"Oh dan audy. Aku belum sempat berterimakasih, kau ingat lukisan yang kau jual online dan di beli dengan mahal" audy tidak bisa merespon. Dimitri dengan santainya lanjut bicara "aku yang membelinya. Menurutku lukisan itu sangat bagus. Dan kalian bisa lihat aku memajangnya di sini"

dimitri menunjuk ke arah tembok dan semua kandidatnya melihat lukisan di pajang. Itu adalah lukisan hitam putih, siluet sorang gadis dengan satu sayap hitam dan satu sayap putih berdiri di jembatan yang di penuhi ranting pohon mati di sekitarnya terlihat tebing berkabut. Lukisan hampir terlihat profesional. Dimitri pun melanjutkan perkataannya

"kalian tau audy sangat suka melukis dan mengambar, semua hasilnya juga cukup bagus... tapi mungkin sekarang lukisan itu adalah lukisan terakhir yang ia gambar, dengan keadaan tangannya yang seperti ini"

mendengar perkaaanya bagas merasa sangat bersalah ia hanya bisa menunduk menutupi wajahnya dan menngepalkan tangannya dengan sangat kencang tangannya menjadi pucat berusaha keras menahan air mata, dimitri tersenyum dan melanjutkan pemainan "sekarang giliran mu asti..."

audy belum membuka matanya, terlalu takut melihat tangannya sendiri yang masih terasa seperti terbakar. dia tidak mendengarkan apa perkataan dimitri atau menyadari damian yang memperhatikannya. Audy merasa pusing dan mencium bau darah 'sialan gw keabisan banyak darah' awalina menyentuh pundaknya dan bertanya

"audy lo gak papa?" audy hanya bisa menggelengkan kepalanya

Reza dan awalina langsung beraksi, menutupi luka audy dengan serbet putih yang di jadikan perban. Setelah beberapa saat audy dengan ragu membuka matanya dan hampir muntah. Jari telunjuknya tidak ada, dan saat audy melihat ke meja jari dengan kuku hitam tergeletak di depannya, audy memperhatikannya tergeletak mati di genangan darah tepat di samping gelas. Sejenak audy terkejut dan menyadari

'gw lupa buka cincin gw' pikir audy, menyadari cincin hitam yang masih ada di jarinya. Awalina dan reza tidak memperdulikan apapun selain menutupi lukanya dan menghentikan darah yang masih mengalir keluar dari lukanya.

"KALIAN!!!!!"

mereka bertiga kaget mendengar teriakan Dimitri, dan menyadari mereka tidak mendengarkan apa yang di katakan dimitri "apa kalian sudah selesai. Kita harus lanjutkan game nya" dan reza dengan marah meneriakinya

"DIEM LO!!!!. Dia masih berdarah gw sama awalina lagi nutup lukanya. Lo gak bisa TUNGGU sesi PENYIKSAAN lo dulu semenit!!!!" audy menendang kaki reza di bawah meja menyuruhnya untuk diam. Tau jika dia terus menentang, dimitri hanya akan terus mengincarnya. Reza menatap dimitri dan damian dengan amarah audy menendang kakinya lagi, kali ini reza memalingkan perhatiannya ke gelas airnya yang sudah tumpah.

Dimitri merasa puas dengan apa yang sudah di lakukannya bicara "sekarang akan ku ulang lagi perkataan ku, karna kalian bertiga tidak memperhatikan terlalu sibuk mengurus luka kecil. Asti, apa kau lebih memilih memotong jari reza-?"

"terkejut banget gw dengernya..." ucap reza dengan kesal. Untungnya dimitri tidak memperdulikannya

"atau menikam Saddam di perut....."

PILIHAN TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang