CHAPTER 7 : ELIMINASI

47 1 2
                                    

"atau tikam saddam di perut..."

"...a..apa..?" tanya asti, matanya bolak-balik melihat ke arah reza dan saddam, meminta petujuk atau pertolongan. Saat tidak ada yang mengatakan apapun dia menengok ke arah audy.

"apa... harus di perut?" tanya audy setelah ia menangkap pandangan asti ke arahnya.

Memikirkan mungkin ia bisa mengubah perintahnya karna tikaman ke perut bisa membunuh saddam secara pelahan, tapi jari yang di potong, seperti yang di ketahuinya, tidak mematikan. tapi sangat menyakitkan. 

Dimitri menjawabnya "iya audy. Setidaknya di area perut"

perkataannya membuat saddam mengeluarkan suara aneh dari tenggorokannya karna gugup atau ketakutan. Dan asti bertanya ke audy "menurut lo gimana dy. Keilangan jari sakit banget gak?.... gw bener-bener gak mau nusuk orang". Audy tidak mengerti kenapa dia minta pendapatnya, dia tidak yakin kalau ia bisa menjelaskan betapa sakitnya kehilangan jari karna memang toleransi rasa sakitnya lebih tinggi dari orang biasa. Sebelum audy bisa menjawab reza memotong mereka

"lo pada gak liat apa yang terjadi sekarang ya!? Kita disini ber tujuh. Audy sama Bagas udah jalanin gilirannya, jadi masih bakal ada lima giliran lagi kan? Potong jari gw bakal ada di setiap giliran!!!! Lo semua pilih aja gw!!" reza terdiam untuk sekejap melihat wajah teman-temannya yang sangat terkejut "lebih baiknya!!! Kenapa lo gak POTONG AJA TANGAN GW dan selesain ronde ini!!!" dan reza menatap dimitri dengan menantang "itu udah lima jari sama telapak tangan buat gratis!!! Apa menurut lo berengsek?!"

Reza udah gila. hanya itu yang terdapat di pikiran audy, Dan dimitri menatap reza sangat terkejut ia tidak mengatakan apapun. Tapi dengan cepat dimitri mendapatkan ide dan tersenyum kejam 

"wow reza. Itu ide yang menarik... sangat menarik. Tapi jika kita selesaikan ronde ini sekarang tidak akan terlalu menyenangkan iya kan? Lagipula, game ini menyenangkan dari pilihan yang kalian buat. Permainan macam apa itu jika satu pemain bisa mengambil giliran semua pemain lain seperti itu?"

"permainan yang gak bakal bunuh kita semua!" jawab bagas yang sama seperti reza sedang sangat marah

"itu memang benar." Ucap dimitri "tapi.. dimana serunya untuk ku" dengan sadis dimitri tersenyum lebar menunjukan giginya. Semua di meja terdiam, mereka tau dimitri dan anak nya itu gila tapi saat mendengarnya mengucapkan itu dengan sangat ringan mengejutkan mereka. Lalu reza bicara

"jadi? Lo bakal terima tawaran gw apa enggak?"

Semua bisa melihat dimitri menahan untuk melakukan hal yang buruk ke reza. Tapi dimitri berhasil menutupi amarahnya dengan ekspessi yang membuat semua kandidat kawatir dan takut

"hmmmm.... mungkin akan ku terima. Biar ku ulangi pertanyaan nya, asti kau lebih memilih menikam saddam di perut, atau potong tangan reza secara paksa?"

"...- dan selesaikan ronde ini?" ucap asti menatap dimitri

"tidak. Rondenya akan berlanjut setelah kau buat pilihanmu" suara dimitri sangat sadis. Bagai racun yang di paksa masuk ke tenggorokan mereka. Membuat audy dan bagas sangat ingin menonjok wajah sadisnya

"TAI LO !!! BERENGSEK!" Reza berdiri dari kursinya siap untuk menerjang dimitri

"reza kau itu memang anak yang aktif ya. Sepertinya kau tidak bisa duduk diam malam ini. Kalian yang laiin juga" saat reza merasakan pistol yang di todong kekepalanya, ia baru menyadari bagas dan audy juga berdiri, dan seperti dia mereka juga di todongkan pistol kekepala. Dan secara pelan-pelan ia dan yang lain duduk

Asti diantaralain tidak bisa terima apa yang baru terjadi "ITU GAK ADIL!!! Kenapa lo ganti pertanyaan nya kayak begitu?!"

"kau punya tiga puluh detik untuk memilih pilihan mu asti. Tangan reza, atau perut saddam?"

Asti gemetaran menengok ke arah reza "reza-"' lalu menengok ke arah saddam. Dia tidak bisa memilih nasip antara dua laki-laki yang tidak bisa melihatnya. Reza dan Saddam yang berusaha untuk tidak melihat asti malah membuatnya merasa tertekan, nasip keduanya di tangan asti.

Audy langsung memikirkan kedua pilihan dengan keras. Saat seperti inilah dia merasa bersyukur masuk sma jurusan ipa 'apa yang lebih buruk? Piso ke perut, atau tangan di amputasi? Kalo areanya bersih dan steril juga kalo ada peralatan yang bener, kayaknya keilangan tangan gak papa. Tapi kita gak dapet apapun di sini dan pasti bakal timbul infeksi tapi kalo asti bisa nacepin pisonya tanpa kena organ vital saddam gak papa...... gak ada pilihan yang baik disini.'

Audy sangat berharap asti memikirkan semua ini seperti dia, lalu asti menunduk dan dengan suara yang penuh penyesalan dia berbicara "...saddam, maapin gw... tapi gw g-"

"gak papa!. Pilih aja gw" ucap saddam mengejutkan yang lain "tikem gw! Gw pernah diperlakukan lebih buruk kok..."

"tunggu! Saddam" awalina akhirnya bicara "apa maksud lu... lu pernah di perlakukan lebih buruk?..." saddam tidak langsung menjawab, Dia hanya menunduk dengan ekspressi sedih. Dan setelah beberapa saat saddam menjawab tanpa menaikan kepalanya "gw... udah biasa di perlakukan buruk sama orang lain. Gw udah sering di olok, di pukul. Bukan Cuma sama orang lain tapi sama orang tua gw sendiri juga. Makanya gw mau ikut ini. Gw mau pergi. Gw gak mau tinggal di rumah itu lagi" yang lain diam merasakan kesedihan saddam 

"makanya tusuk aja gw. Sebelum gw tikem diri gw sendiri!"

Dan saddam mengangkat kepalanya, air mata mengalir bebas di wajahnya, audy tidak bisa menahan diri mengangkat tangan kirinya dan mengenggam tangan saddam, yang kembali mengengam tangannya. Memegang tangan audy membuat saddam akhirnya menangis dengan kencang seluruh tubuhnya gemetaran, audy terus mengenggam tangannya, bagas yang ada di sampingnya memegang pundaknya dan mengusap punggungnya. 'saddam punya masa lalu yang gak sempurna...' audy pun tidak bisa menghentikan dirinya sendiri mengatakan

"gak papa saddam... gw ngerti kok... gw ngerti perasaan lo"

Mereka bisa merasakan kesedihan saddam. Untuk sesaat semua tenang, hanya terdengar suara saddam yang menangis. Hingga suara sadis dimitri memotong moment mereka

"jadi... asti. Kau sudah buat pilihan mu?" dari suaranya yang bahagia semua tau dimitri tidak peduli dengan keadaan saddam. Asti tidak mengatakan apapun, dia berdiri dan mengambil pisau besar dari meja dan menghampiri saddam. Audy memeras tangan saddam dan membisikkan

"tutup aja mata lo saddam. Coba tenang dulu" di bantu dengan bagas yang tidak melepas tangannya dari pundak saddam. Dan tanpa peringatan apapun saddam meremas tangan audy dengan kencang. Asti melakukannya dengan cepat dalam sedetik pisau itu masuk dan keluar dari saddam yang belum siap dan tiba-tiba saddam jatuh dari kursinya ke lantai memegang luka di sisi kanannya, sambil mengeluarkan suara ke sakitan

Reza, audy, awalina dan bagas berdiri dari kursi mereka ingin membantu. Tapi damian yang akhirnya bicara setelah beberapa lama berdiri menodongkan senjatanya ke arah mereka

"duduk lagi ke bangku lo!!!!"

Saddam masih di lantai kesakitan. Asti dan Bagas yang ada di sampingnya di tahan oleh dua orang lain dengan pistol kekepala mereka. Dengan perlahan semua kembali duduk, tidak melepas matanya dari saddam yang masih kesakitan di lantai, darah terus keluar dari sisinya mengenang di lantai dan mengotori baju saddam menjadi merah, secara perlahan pergerakan saddam melambat dan pernafasannya juga melambat. Mereka yang ingin menolong tidak bisa melakukan apapun selain memperhatikan nya. Setelah beberapa menit saddam berhenti bergerak di genangan darah nya sendiri.

"regina." Dimitri menjetikan jarinya dan regina menghampiri saddam, ia menunduk mengindari darahnya dan meletakan dua jari ke leher saddam. Semua hening hingga regina bangun dan berkata

"dia sudah mati..."

Dan asti pun berteriak

PILIHAN TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang