Bab 1. Jago Pedang Kenamaan

6K 71 17
                                    

Musim gugur telah menjelang, udara dingin dan sang surya di sore itu sudah tenggelam di ufuk barat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim gugur telah menjelang, udara dingin dan sang surya di sore itu sudah tenggelam di ufuk barat.

Di bawah pepohonan yang mulai gundul berdiri sesosok bayangan manusia, ia berdiri kaku bagaikan patung dan seakan-akan sudah melebur dengan suasana kelabu di senja itu.

Ya, mungkin karena ia sangat tenang.

Mungkin juga ia terlalu dingin.

Di balik semacam rasa dingin dan lelah yang merasuk ke dalam tulang, justru membawa hawa pembunuhan yang menggidikkan hati orang.

Ia sudah lelah, mungkin lantaran terlalu banyak orang yang telah dibunuh bahkan orang yang tidak seharusnya terbunuhpun ikut dibunuh.

Ia membunuh orang karena belum pernah ia diberi kesempatan untuk memilih yang lain.

Di tangannya terdapat sebilah pedang.

Sebilah pedang dengan sarung kulit ikan yang berwarna hitam gelap, gagangnya terbuat dari emas dengan tiga belas butir mutiara bertaburan diatasnya.

Tidak banyak orang persilatan yang tak kenal dengan pedang itu, lebih-lebih tak banyak orang yang tak tahu siapakah pemiliknya!

Orangnya maupun pedangnya sudah tersohor dalam dunia persilatan semenjak ia masih berusia tujuh belas tahun, kini usianya mendekati pertengahan, ia tak dapat menanggalkan pedang itu lagi, dan orang lain tak pernah mengijinkan dirinya untuk melepaskan pedang itu.

Sebab dikala ia menanggalkan pedangnya berarti nyawanya sudah hampir berakhir.

Nama besar, kadangkala bagaikan sebuah buntalan, sebuah buntalan yang tak dapat kau tanggalkan untuk selamanya.

Bulan sembilan tanggal sembilan belas pukul enam sore.

Di luar kota Liok-yang di tepi jalan raya di bawah pohon kuno.

"Kugorok lehermu, bawa serta pedangmu"

Pukul enam sore waktu sang surya tenggelam di balik bukit.

Matahari telah lenyap, daunpun berguguran terhembus angin dingin.

Seseorang berjalan di jalan raya dengan langkah lebar, bajunya perlente, mukanya hijau membesi, sebilah pedang tersoren dipunggungnya, sepasang biji mata yang lebih tajam daripada sembilu sedang menatap ke atas sebilah pedang di bawah pohon sana.

Langkah kakinya berat dan tetap tetapi cepat dan cekatan. Ia berhenti tujuh depa di depan pohon besar itu.

"Yan Cap-sa" tiba-tiba tegurnya.

"Betul!"

"Benarkah Toh-mia-cap-sa-kiam (tiga belas pedang perenggut nyawa)mu tiada tandingannya di dunia ini".

"Belum tentu!"

Orang itu segera tertawa, suara tertawanya begitu dingin seram dan bernada menyindir.

Sword Master aka Pedang Tuan Muda Ketiga/Pendekar Gelandangan - Khu LungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang