Bab 9. Duel

1.1K 21 1
                                    

Ruangan itu nyaman dan bersih.

Toa-tauke tak pernah menelantarkan atau mencemooh anak buahnya, A-yong pun belum kehilangan nilai keseluruhan dari kepentingannya untuk melaksanakan suatu tugas.

Hanya saja tangannya masih dibalut, apalagi sakitnya setengah mati.

Sewaktu Thi-hou masuk ke dalam ruangan, ia sedang berbaring di atas pembaringan, ia berharap Han toa-nay-nay bisa mencarikan seorang perawan baginya untuk menghilangkan kekesalannya selama ini.

Tapi dia tahu, orang yang masuk ke dalam kamarnya sekarang pastilah Thi-hou.

Selamanya hanya Thi-hou seorang yang berani memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu lebih dulu.

Kendatipun ia merasa sangat tidak puas terhadap sikapnya ini, namun ketidak puasannya itu tidak pernah diutarakan kepada siapapun.

Ia membutuhkan seorang sahabat macam Thi-hou, terutama dalam keadaan seperti ini, teman semacam itu lebih-lebih lagi dibutuhkan, kendatipun demikian, seandainya Thi-hou mati, diapun tak akan melelehkan setitik air matapun.

Dengan pandangan tajam Thi-hou mengamati tangannya yang dibungkus rapat oleh kain putih itu, kemudian sambil mengernyitkan dahi tegurnya: "Parahkah lukamu itu?"

A-yong hanya bisa tertawa getir.

Tentu saja luka yang dideritanya amat parah, bahkan mungkin lengannya tak bisa dipergunakan lagi selamanya, tapi tentang soal ini, dia harus merahasiakan sebaik-baiknya.

Ia tahu toa-tauke tak akan memelihara seorang manusia tak berguna yang sudah tak ada harapannya dalam suatu jangka waktu yang lama.

"Siapakah yang telah melukaimu?", Thi-hou mulai membuka pembicaraan.

"Ia mengatakan dirinya bernama A-kit, A-kit yang tak berguna!"

"Tapi ia telah melukai dirimu, membinasakan Toa-kang!"

A-yong tertawa getir.

"Mungkin ia tak berguna dalam hal lain, tapi ilmu silatnya jelas sangat berguna"

"Dengan benda apakah ia melukai dirimu?"

"Dengan apa lagi? Tentu saja menggunakan tangannya!"

Sebenarnya dia ingin mengatakan dilukai dengan sebuah benda yang terbuat dari besi, tapi ia tak berani berbohong, sebab masih terdapat banyak orang yang menyaksikan peristiwa tersebut dengan mata kepalanya sendiri ketika itu.

Sepasang alis mata Thi-hou yang tebal berkernyit semakin kencang.

Ia tahu ilmu silat A-yong terutama dalam hal telapak tangan bajanya mempunyai kesempurnaan yang meyakinkan.

Bukan suatu pekerjaan yang gampang bila seseorang ingin melukai telapak tangan bajanya hanya mempergunakan tangan telanjang.

"Aku tahu kau pasti ingin bertanya kepadaku ilmu slat apakah yang telah ia gunakan?", kata A-yong.

Thi-hou mengakuinya, sebab ia memang bukan datang untuk menjenguk si sakit.

"Sayang aku sendiripun tidak tahu, ilmu silat dari aliran manakah yang telah ia pergunakan"

Hawa gusar memancar keluar lewat sorot mata Thi-hou, katanya: "Sudah hampir dua-tiga puluh tahun kau melatih ilmu silatmu, tidak sedikit pula manusia yang telah kau bunuh, selama dalam dunia persilatan reputasimu cukup baik, tapi sekarang orang lain telah menghajarmu sedemikian rupa, sebaliknya kau malah tidak tahu dengan ilmu silat apakah orang melukai dirimu"

"Serangannya terlampau cepat, hingga sulit diikuti dengan pandangan mata.....", keluh A-yong.

Thi-hou tertawa dingin, tiba-tiba ia mencengkeram tangan A-yong yang terluka dan melepaskan kain pembalut tangannya itu.

Sword Master aka Pedang Tuan Muda Ketiga/Pendekar Gelandangan - Khu LungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang