Bab 7. Orang yang Nekad

1K 19 1
                                    

Malam itu amat terang.

Betapapun indahnya suasana malam, dalam pandangan orang yang sedang suram, keadaan tersebut tetap terasa menyuramkan.

Angin musim gugur menghembus kencang, seorang nyonya penjual gula-gula dengan kepala dibungkus kain hijau dan baju menutupi tengkuknya sedang menjajakan dagangannya di lorong itu.

Di mulut lorong sana terdapat pula seorang peminta-minta buta yang sedang duduk di sudut tembok sambil menggigil kedinginan.

A-kit berjalan menghampiri perempuan itu, lalu sambil berhenti tegurnya: "Apa yang kau jajakan?"

"Gula-gula kacang kaperi, gula-gula kaperi yang manis lagi wangi, dua puluh lima rence uang tembaga untuk satu katinya", jawab perempuan itu.

"Ehmmm, tidak mahal!"

"Kau ingin membeli berapa kati?"

"Seratus kati!"

"Tapi aku hanya membawa paling banyak belasan kati!"

"Kalau ditambah kau, maka jumlahnya akan mencapai seratus kati, akan ku beli gula-gula itu berikut kau juga!"

Dengan ketakutan perempuan itu menyusut mundur ke belakang, kemudian sambil tertawa paksa katanya: "Aku hanya menjual gula-gula kacang kaperi, orangnya tidak ikut dijual!"

"Tapi aku bersikeras akan membelinya"

Sambil berkata tiba-tiba ia turun tangan mencengkeram orang itu sambil menyingkap gaunnya.

"Tolong.....tolong......ada penyamun, ada orang hendak menggagahi diriku......", jerit perempuan itu dengan panik.

Tapi teriakan tersebut tidak dibiarkan berlangsung lebih lanjut, sebab dagunya tahu-tahu sudah dijepit orang sekeras-kerasnya.

"Hmmmmm.......! Kalau kau seorang perempuan kenapa bisa tumbuh jenggot.....?", tegur A-kit dengan ketus.

Betul juga perkataan itu, meski dagunya bersih tapi masih ada bekas-bekas jenggot yang tidak merata.

"Aku lihat kau pasti adalah seorang gila, semua orang gila sudah sepantasnya kalau digebuk sampai mampus", kata A-kit lebih jauh.

Sekuat tenaga orang itu menggelengkan kepalanya, lalu berkata dengan suara tergagap: "Aku....aku bukan orang gila....aku tidak gila!"

"Kalau kau tidak gila, kenapa menjajakan gula-gula kacang kaperi di tempat semacam ini, daerah disekitar lorong ini hanya ada manusia-manusia miskin yang untuk makanpun susah, siapa yang akan membeli gula-gula mahal seperti itu?"

Mula-mula orang itu tertegun, kemudian dari balik matanya memancarkan sinar ngeri dan ketakutan.

"Seandainya kau tidak ingin ku gebuk sampai mampus, lebih baik mengaku saja secara terus terang, siapa yang suruh kau datang kemari?"

Belum sempat orang itu buka suaranya, peminta-minta buta yang semula berjongkok di ujung tembok sambil menggigil kedinginan itu mendadak melompat bangun lalu kabur mengambil langkah seribu dari situ.

.....Orang-orang miskin disekitar lorong itupun saking miskinnya tak mampu mengisi perut sendiri, kalau bukan tiada penyakit, tak nanti ada peminta-minta yang mendatangi tempat itu.

A-kit segera tertawa dingin, kembali tanyanya: "Kini rekanmu telah melarikan diri, kalau kau masih juga tak mau mengaku secara terus terang, bila sampai digebuk mampus di tempat ini seperti seekor anjing liar, mungkin orang yang membereskan jenazahmu pun tak ada........."

Akhirnya orang itu tak berani untuk tidak berbicara terus terang, jawabnya ketakutan: "Aku....aku diutus oleh Tiok-yap-cing!"

"Siapakah Tiok-yap-cing itu?"

Sword Master aka Pedang Tuan Muda Ketiga/Pendekar Gelandangan - Khu LungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang